SALAM PAPUA (TIMIKA) - Tim Kerja Ketertelusuran dan
Tindakan Karantina Hewan Deputi Bidang Karantina Hewan (KH) Badan Karantina
Indonesia (Barantin) mengunjungi Timika untuk menanggapi wabah penyakit demam
babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).
Ketua Tim Kerja Ketertelusuran Direktorat Manajemen Risiko,
Sri Endah Ekandari menjelaskan, kedatangan Deputi ini untuk melakukan mitigasi
lanjutan, yang mengancam ribuan ekor babi sehat, sehingga tidak menyebar luas
ke luar wilayah Papua Tengah.
"Kami dari Tim Kerja Ketertelusuran mengimplementasikan
sistem ketertelusuran yang termasuk dalam Pasal 77 Undang-Undang No. 21 Tahun
2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dapat terlaksana dengan baik.
Sistem ketertelusuran yang terintegrasi diperlukan dalam rangka penjaminan
kesehatan hewan dan produk hewan, serta keamanan dan mutu pangan dan atau
pakan, serta media pembawa lain," ujarnya dalam rilis yang diterima
salampapua.com, Kamis (29/2/2024).
Endah mengatakan, dengan mempertimbangkan "swill
feeding" (pemberian pakan babi menggunakan sampah) sebagai salah satu cara
penyebaran virus ASF, maka kunjungan lapangan ini bertujuan untuk secara
intensif mengamati dan mengumpulkan informasi alur penjaminan kesehatan babi
yang dilalulintaskan keluar-masuk Timika.
Dalam rangka melaksanakan pengamatan dan evaluasi, tim juga
berkoordinasi dengan pemangku kepentingan, di antaranya Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika, Dinas Lingkungan Hidup, UPBU Bandar Udara
Mozes Kilangin, AVCO, PT Freeport Indonesia, dan perusahaan pengelola sampah di
Kota Timika. Kegiatan ini untuk mendalami jalur ("pathway")
kemungkinan masuknya virus melalui bandara maupun pelabuhan laut.
Tim juga mempelajari alur pembuangan sampah dan mengambil
sampel sampah karantina yang diturunkan dari pesawat udara dan kapal di Kota
Timika. Termasuk kemungkinan masih adanya babi atau produk babi yang masuk ke
wilayah Timika.
"Wabah ini meresahkan peternak di Kota Timika yang mayoritas
mengandalkan nafkah hidupnya dari beternak babi. Keberhasilan Timika sebagai
sentra penghasil babi yang menyuplai babi di wilayah Papua dan swasembada
daging babi pun terancam menurun," ungkapnya.
Merespon awal wabah ASF ini, Endah mengungkapkan bahwa Balai
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Papua Tengah (Karantina Papua Tengah) telah
melakukan gerak cepat untuk mencegah pemasukan dan pengeluaran media pembawa
HPHK (Hama Penyakit Hewan Karantina), yang berpeluang menyebarkan virus ASF ke
wilayah lain. Hal tersebut sejalan dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Mimika yang telah menerbitkan larangan peredaran dan penjualan produk
babi di wilayahnya.
Kematian babi pada peternakan yang terletak di Distrik
Wania, Mimika Baru, dan Kuala Kencana dilaporkan semakin meningkat setiap
harinya hingga mencapai 2.469 ekor per 25 Februari 2024. Sejak wabah ini
dilaporkan pertama kali tanggal 22 Januari 2024 dengan jumlah kematian 66 ekor.
Setiap harinya diperkirakan lebih dari 100 ekor babi yang mati dan kurang lebih
8.500 ekor populasi babi saat ini terancam virus ASF.
Tim Kerja Tindakan Karantina Hewan yang turut langsung ke
lapangan, Saswono mengatakan, beberapa temuan tim di lapangan, yaitu belum
tersedianya fasilitas pemusnahan sampah di area bandara maupun pelabuhan laut,
masyarakat mengambil sampah di tempat pembuangan akhir (TPA), dan belum
tertibnya masyarakat melaporkan barang bawaannya kepada pejabat karantina di
tempat pengeluaran dan atau pemasukan. Selain itu, terindikasi adanya pemasukan
ilegal di pelabuhan laut yang belum ditetapkan oleh pemerintah.
"Temuan di lapangan menjadi prioritas yang perlu
ditindaklanjuti karantina untuk berkolaborasi dengan kementerian/lembaga
terkait, baik di bandara dan pelabuhan, pihak penanggung jawab bandara dan
pelabuhan milik pemerintah maupun PTFI, dan pemerintah daerah Timika,"
ujarnya.
Saswono menegaskan, Sesuai Pasal 54 UU No. 21/2019, bahwa
sampah yang diturunkan dari alat angkut wajib dimusnahkan oleh penanggung jawab
alat angkut di tempat pemasukan atau tempat transit di bawah pengawasan pejabat
Karantina. Jika melanggar, dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 6 Miliar.
Penulis: Evita
Editor: Jimmy