SALAM
PAPUA (TIMIKA) -
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua bersama PT Freeport
Indonesia (PTFI), melepasliarkan 1900 kura-kura moncong babi (Carettochelys
insculpta). Lepas liar berlangsung di hutan adat Kampung Nayaro, Distrik Mimika
Baru, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Selasa (7/5/2024) lalu.
Dalam daftar
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora), kura-kura moncong memiliki potensi terancam punah apabila
diperdagangkan tanpa adanya pengaturan. Sementara dalam daftar IUCN
(International Union for Conservation of Nature),kura-kura moncong babi
berstatus EN (endangered),yaitu terancam punah.
Kepala Seksi
Konservasi Wilayah II Timika, Bambang H. Lakuy, menyampaikan asal-usul ribuan
satwa endemik Papua tersebut merupakan hasil sitaan dari Direktorat Tindak
Pidana Tertentu (Dittipidter)Bareskrim Polri.
“Sebagaimana
lazimnya, satwa-satwa hasil sitaan akan dikembalikan ke daerah asalnya atau
biasa kita sebut translokasi. Untuk kura-kura moncong babi ini menjalani
translokasi pada 26 Maret 2024 ke Kabupaten Mimika, melalui BKSDA DKI Jakarta.
Kemudian ada proses habituasi di Kandang Mile 21 PTFI, sampai siap kita lepas
liarkan hari ini,” ujar Bambang.
Selain itu,
Bambang juga menyatakan semua satwa dalam kondisi sehat sehingga memungkinkan
sanggup bertahan di alam. Sementara hutan adat Nayaro menjadi pilihan lokasi
lepas liar karena letaknya yang relatif jauh dari jangkauan masyarakat, juga
kondisinya masih alami sehingga dapat menunjang kehidupan semua satwa yang
dilepasliarkan. Selain itu, masyarakat adat di Kampung Nayaro juga memberikan
dukungan, termasuk dalam hal perlindungan satwa-satwa liar di alam. Ini menjadi
faktor penting dalam upaya pelestarian satwa-satwa liar dilindungi. Dengan
demikian, hutan adat Kampung Nayaro sangat representatif sebagai lokasi lepas
liar satwa dilindungi.
Sementara
itu, Manager Environmental Central System and Project PT. Freeport Indonesia,
Pratita Puradyatmika, menyatakan, PTFI telah menjalin kerja sama dengan Balai
Besar Konservasi Sumberdaya Alam Papua untuk relokasi dan pelepasliaran satwa
sejak tahun 2006, dan selama hampir dua dekade tetap terus berkomitmen untuk
berkontribusi dalam pelestarian kekayaan hayati endemik Papua.
“Hingga
kini, PTFI telah mendukung pelepasliaran lebih dari 55.000 satwa dilindungi,
endemik, dan terancam kembali ke habitat alaminya. Tidak hanya kura-kura
moncong babi, tetapi juga jenis-jenis satwa Papua lainnya, termasuk berbagai
jenis burung, kanguru tanah, seperti walabi dan pademelon, juga jenis-jenis
reptil. Semuanya telah mendapatkan dukungan dari PTFI dalam program
pelepasliaran,” ungkapnya.
Pada
kesempatan yang sama, Kepala Balai Besar KSDA Papua, A.G. Martana, menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang mendukung.
“Terima
kasih kepada PT. Freeport Indonesia yang memberikan kontribusi terus-menerus
dalam hal pelestarian alam dan keanekaragaman hayati Papua. Terima kasih kepada
Dittipidter Bareskrim Polri dan BKSDA DKI Jakarta yang sudah melakukan upaya
maksimal, sehingga ribuan satwa liar Papua ini dapat dikembalikan ke habitat
alaminya. Terima kasih kepada masyarakat adat di Kampung Nayaro, yang turut
serta melindungi hutan dan satwa liar di dalamnya. Kepada pihak-pihak yang
telah memberikan kontribusi dalam hal apa pun terkait pelepasliaran satwa ini,
kami sampaikan terima kasih,” ungkap Martana.
Martana
mengimbau semua pihak agar turut melakukan pengawasan terhadap peredaran satwa
liar Papua yang dilindungi, sesuai kapasitas masing-masing. Dengan demikian,
tindak ilegal terhadap satwa liar Papua dapat ditekan, atau diminimalkan sampai
titik penghabisan.
Penulis:
Evita
Editor:
Sianturi