SALAM PAPUA (TIMIKA) - Kepala Distrik Tembagapura, Thobias Yawame menyebutkan bahwa biaya transportasi udara, khususnya helikopter yang mahal jadi salah satu factor, lambatnya pembangunan fisik yang dilaksanakan pemerintah di wilayah Tembagapura.

Thobias sampaikan, pembangunan fisik untuk menjawab tuntutan masyarakat tentunya membutuhkan material. Sejauh ini, untuk pembangunan fisik pada setiap kampung di Tembagapura menggunakan material, khususnya semen yang diangkut menggunakan helikopter dari Kota Timika dengan biaya Rp 30 juta hingga Rp 70 juta untuk satu kali penerbangan.

"Bayar Rp 70 juta itu untuk angkut material 1 ton, kalau Rp 50 juta itu untuk material 600 kilogram, sedangkan Rp 30 juta untuk biaya angkut material 450 kilogram. Jadi lebih banyak untuk biaya transportasi dibanding kemajuan pembangunannya," ujarnya, Kamis (18/2024).

Disampaikan, bahwa tahun 2023 dana padat karya di Distrik Tembagapura kurang lebih senilai Rp 4 miliar. Biaya helikopter mencapai Rp 1 miliar lebih dengan perincian, sewa untuk satu kali penerbangan senilai Rp 35 juta dan dilakukan 15 kali penerbangan.

Padat karya di Distrik Tembagapura tahun 2023 dilakukan untuk buka lahan, penimbunan serta  pengangkutan material batu dan pasir dari kali ke tempat penimbunan membangun gereja di Kampung Tsinga. Yang mana sebelumnya, selama kurang lebih 15 tahun, warga Tsinga hanya melaksanakan ibadah di tempat terbuka.

"Hal itu dikarenakan, selama belasan tahun masyarakat menggelar ibadah di tempat terbuka, kemudian atas izin guru-guru dipindahkan ke dalam ruang kelas," tuturnya.

Selain itu, dana padat karya 2023 juga digunakan untuk renovasi gereja di Kampung Doli untuk pengecekan dinding dan pengecoran pagar. Bantuan fasilitas berupa kursi dan meja di tiga gereja yang ada di kampung lainnya.

"Material berupa semen diangkut menggunakan helikopter dari Timika. Sedangkan bahan papan, balok, batu dan pasir itu diusahakan oleh masyarakat setempat. Karena dana padat karya itu harus memberdayakan masyarakat setempat, baik untuk tenaga maupun material dan peralatan," jelasnya.

Padat karya merupakan dana yang disalurkan dari pemerintah provinsi, melalui distrik dan dibagi ke setiap kampung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Tahun ini, kami belum ada dana padat karya, tapi yang pastinya bernilai miliar, karena biaya di wilayah gunung itu betul -betul habis  untuk biaya transportasi udara saja," tutupnya.

Penulis: Acik

Editor: Sianturi