SALAM
PAPUA (TIMIKA) - Pemkab Mimika dan PT Freeport
Indonesia (PTFI) terus berupaya menekan angka kasus malaria di Kabupaten Mimika
yang hingga saat ini tergolong masih tinggi dan belum terpecahkan.
Bupati Mimika, Johannes Rettob mengungkapkan
bahwa dari tahun ke tahun jumlah kasus malaria di Mimika terus pada jumlah yang
sama, tapi kadang-kadang naik dan turun. Karena itu, dengan telah dilakukannya
peluncuran program kolaborasi integrasi menuju Papua Sehat "Program
Pengendalian Malaria dan Percepatan Penurunan Stunting" bersama PTFI,
maka langkah pertama yang dilakukan agar memastikan jumlah kasus yang
sesungguhnya ialah akan dilakukan rekonsiliasi atau perbaikan data untuk menjaga
kemungkinan adanya data satu orang atau satu pasien malaria yang dihitung
double, karena pasien bersangkutan menjalani pemeriksaan di fasilitas kesehatan
yang berbeda-beda.
"Kita rencanakan untuk perbaikan data
karena bisa saja untuk satu pasien dihitung sepuluh kasus, yang mana pasien
terkait datang periksa ke Puskesmas, ke RSUD, begitu juga ke Faskes
lainnya," kata Bupati John Rettob dalam konferensi pers usai Peluncuran
Program Kolaborasi Terintegrasi Penurunan Angka Malaria dan Pencegahan Stunting
bersama PTFI, di Puskesmas Mapurujaya, Distrik Mimika Timur, Jumat (18/7/2024).
Rekonsiliasi akan dilakukan bersama oleh
Pemkab dan PTFI, yang nantinya akan dibuat aplikasi khusus agar memberikan
informasi yang tepat. Dengan demikian, setiap pasien yang telah melakukan
pemeriksaan di satu Faskes tertentu, datanya akan terkoneksi di aplikasi tersebut.
Bupati John menyebutkan, upaya yang telah
dilakukan oleh pemerintah dan PTFI sejauh ini sangat gencar dan luar biasa,
dengan menempatkan kader-kader hingga ke wilayah pesisir dan pegunungan. Namun masih
sangat banyak masyarakat yang tidak taat dan tuntas minum obat malaria. Padahal
semua tahu, bahwa malaria tidak akan sembuh total jika minum obatnya tidak
tuntas dan tidak tetap waktu.
"Malaria tidak akan selesai-selesai kalau
tidak taat dan tidak tuntas minum obatnya. Banyak orang yang minum satu kali,
kemudian karena sudah reda panasnya, maka minum obatnya berhenti. Padahal semua
sudah tahu minum obat malaria itu harus sesuai waktu dan semua obatnya diminum
sampai habis, karena ada yang diminum sampai 14 hari," ujarnya.
Langkah lain yang akan dilakukan ialah
meningkatkan perbaikan lingkungan serta pembenahan infrastruktur untuk menekan
tumbuh kembang jentik nyamuk.
Atas upaya tersebut, yang perlu digarisbawahi
ialah bahwa upaya ini tidak hanya dilakukan oleh Dinkes dan kader-kader
malaria, akan tetapi dibutuhkan kerjasama multi-sektor dengan komitmen
kolaborasi integrasi antara semua pihak.
"Selama ini kita kerja persoalan datanya
berbeda-beda, sehingga jumlah kasusnya jadi tidak pasti," katanya.
Sementara Director & Executive Vice
President Sustainable Development PTFI, Claus Wamafma mengatakan bahwa komitmen
PTFI untuk penanganan malaria sudah ada sejak tahun 1996 dengan adanya
departemen khusus yang dinamakan malaria control (Malcon).
Kepentingan secara tidak langsung adanya
Malcon adalah berhubungan dengan operasi, apalagi 50 persen keluarga karyawan
PTFI berdomisili di Timika, sehingga sangat rentan ketika isu malaria tidak
tertangani dengan baik.
"Melalui Malcon itu sebagai komitmen dan
keinginan yang nyata, bagaimana PTFI mengeliminasi malaria," kata Claus.
Disampaikan juga, lebih dari 20 tahun PTFI
bergumul dengan angka malaria, tapi selama itu juga telah dilakukan upaya
dengan leading sector masing-masing termasuk pemerintah.
Dari semua hal baik yang telah dilakukan,
ternyata masih ada sesuatu yang belum disadari, yaitu persoalan data dan pelaporannya
yang belum terintegrasi dengan baik.
"Puji Tuhan untuk data itu akan
direkonsiliasi, saya yakin dalam waktu yang tidak lama maka dari peta merah
akan cepat ke kuning dan hijau, karena semua upaya yang terbaik telah dilakukan
di kabupaten ini," ujarnya.
Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes)
Mimika, Reynold Rizal Ubra mengaku sejak lama Bupati telah mengarahkan agar
Dinkes menggandeng semua stakeholder dalam menekan angka kasus malaria.
Namun menurut Dia, menggandeng semua
stakeholder tentunya sangat berat, tapi dengan berkolaborasi integrasi menuju
Papua Sehat dalam "Program Pengendalian Malaria dan Percepatan
Penurunan Stunting" bersama PTFI dan sektor swasta lain, yang mengedepankan
dua isu yaitu malaria dan stunting.
Dengan adanya program ini, maka yang menjadi
kader malaria adalah pemerintah, swasta, akademik dan lembaga penelitian, awak
media serta representasi dari masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan
dan yang lainnya.
Mengulangi pernyataan Bupati Johannes Rettob,
Reynold juga menegaskan bahwa poin yang paling penting dari pengurangan angka
malaria adalah kepatuhan masyarakat. Sebab, berdasarkan hasil riset semuanya
mengarah kepada "ketidakpatuhan masyarakat" baik menjaga lingkungan
ataupun meminum obat malaria tepat waktu dan tuntas.
"Tugas kami adalah bagaimana
mendesain antara kader, Puskesmas dan semua keluarga supaya bisa memantau
bersama persoalan pengurangan angka kasus malaria," tutup Reynold.
Penulis: Acik
Editor: Jimmy

