SALAM PAPUA (TIMIKA)- Senior Vice President (SVP) Sustainable Development PTFI, Nathan Kum menyebutkan, bahwa berdasarkan data, terdapat sekitar 4.800 lebih  pendulang, yang beroperasi di area operasional PT Freeport Indonesia (PTFI) dimulai dari kali kabur hingga ke Mile 21.

Dari 4.800 tersebut, 755 merupakan perempuan atau ibu-ibu, dan 437 diantaranya merupakan anak-anak usia sekolah.

"Terdapat 1.000 lebih ibu dan anak, 40 % merupakan OAP dan 60% merupakan warga Nusantara," ungkap Natan pada sambutannya, dalam kegiatan Lokakarya Pengelolaan Isu Keberadaan  Ibu Dan Anak Di Area Pendulangan, yang dilaksanakan di Hotel Horison Ultima, Kamis (26/9/2024).

Kondisi kehidupan para pendulang ini menurut Natan, sangat tidak layak, karena tanpa listrik, kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dan pendidikan bagi anak.

"Tragisnya, sudah banyak diantara mereka yang telah meninggal dunia akibat bencana dan sakit," katanya.

Dalam sesi diskusi pada Lokakarya itu, Ketua Solidaritas Perempuan Papua, Rose N Kabes pertanyakan siapa yang memfasilitasi ribuan pendulang ke area pendulangan tradisional itu? Sejak lama menurut Ros, PTFI telah menggariskan bahwa pendulangan-pendulangan yang ada merupakan area terlarang. Namun, kenapa masih ada?

"Dari dulu PTFI sebut itu area steril, lalu bagaimana bisa orang-orang itu bisa naik ke sana, siapa yang fasilitasi?," kata Ros.

Karena itu, Ros meminta agar persoalan pendulang harus diselesaikan hingga ke akar-akarnya. Sebab, jika akar masalah tidak diselesaikan, maka hal ini tidak akan ada solusi dan permasalahan pendulang akan terus ada.

"Tolong jelaskan siapa yang bawa ribuan pendulang itu ke sana," tegasnya.

Sangat tragis menurut Ros, saat ini terdapat ribuan ibu dan anak-anak ikut beraktivitas di area berbahaya tersebut. Sejauh ini, juga banyak pendulang yang menjadi korban banjir, sakit dan lainnya.

"Kalau bicara soal anak-anak itu harusnya ada di kota untuk sekolah, dan ibunya juga ada di kota untuk jaga anak-anaknya," katanya.

Pertanyaan yang sama juga disampaikan Tokoh Perempuan Amungme, Adolfina Kum yang menyebutkan persoalan pendulang menjadi pembahasan sejak lama. Dan semua tahu, bahwa area pendulangan itu adalah area steril, sehingga masyarakat non karyawan tidak boleh beraktivitas di dalamnya. Namun, kenapa hingga saat ini masih banyak masyarakat sipil yang masuk dan mendulang di sana?

"Dari dulu itu area steril, tapi kenapa masih ada warga sipil yang saat ini masuk ke situ?," tegas Adolfina.

 Untuk sosialisasi kepada para pendulang menurut Adolfina, Dinkes harus menyampaikan bahaya apa yang akan dirasakan oleh para pendulang jika terus-menerus beraktivitas di tengah limbah.

Demikian juga halnya, PTFI harus memberitahu sebesar apa kadar bahan kimia berbahaya yang ada di dalam limbah tersebut, sehingga bisa menimbulkan rasa takut bagi para pendulang.

"Dinkes harus jelaskan bahaya apa bagi ibu-ibu dan anak-anak kalau berada di area pendulangan. Percuma kalau hanya melarang, tapi tidak menerangkan apa bahayanya supaya pendulang takut," katanya.

Sedangkan Tokoh Agama yang diwakili oleh Pdt Ferdinan Hukubun menyampaikan, bahwa tidak perlu lagi mencari siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab atas urusan para pendulang.

"Kita selesaikan bersama dari hati ke hati untuk persoalan ini. Kita cari solusi dan jangan saling menyalahkan," ujar Ferdinan.

Menanggapi hal ini, saat diwawancarai usai Lokakarya, Senior Vice President (SVP) Sustainable Development PTFI, Nathan Kum mengaku tidak mengetahui siapa yang memfasilitasi keberangkatan para pendulang ke area pendulangan.

"Kalau itu saya tidak tahu, tiba-tiba sudah ada di atas. Lagipula para pendulang itu berani jalan kaki sampai ke Mile 50 ke atas," kata Natan.

Meski demikian, menurut Natan hal ini bukan soal siapa yang memfasilitasi, tapi itu semua terjadi karena wilayah Lowland itu luas, sehingga warga atau para pendulang itu bisa masuk dengan berbagai cara, bahkan jalan kaki melalui kali.

"intinya sejak dulu hingga saat PTFI tetap melarang adanya aktivitas pendulangan liar itu," ujarnya.

Penulis: Acik

Editor: Sianturi