SALAM PAPUA (TIMIKA)- Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa
Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda sebuah tonggak sejarah yang
menegaskan tekad generasi muda untuk bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa,
dan satu bahasa: Indonesia.
Namun, bagi anak-anak muda Papua Tengah hari ini, peringatan
Sumpah Pemuda bukan sekadar upacara dan seremonial. Ia adalah ajakan untuk
menyalakan kembali api persatuan dan tanggung jawab membangun daerah dari tanah
sendiri.
Pemuda Papua Tengah hidup dalam zaman yang berbeda dengan
para pemuda 1928. Jika dulu perjuangan dilakukan dengan kata-kata dan
perlawanan terhadap penjajahan, kini perjuangan diwujudkan melalui pendidikan,
kreativitas, dan pengabdian bagi masyarakat. Tantangan hari ini bukan lagi
bagaimana merebut kemerdekaan, tetapi bagaimana mengisinya dengan karya nyata
di bidang pendidikan, ekonomi, teknologi, seni, dan budaya.
Di berbagai kabupaten di Papua Tengah yakni Kabupaten
Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, Mimika, Nabire, Paniai, Puncak, dan Puncak Jaya, banyak
pemuda yang mulai bergerak dari bawah membentuk komunitas literasi, kelompok
tani muda, usaha kreatif, hingga sanggar seni lokal. Mereka inilah wajah baru
Sumpah Pemuda di Tanah Papua: berani bermimpi, bekerja keras, dan tetap
berpijak pada adat dan budaya sendiri.
Namun, semangat itu perlu dukungan nyata. Pemerintah daerah
dan lembaga pendidikan di Papua Tengah mesti memberi ruang bagi kreativitas dan
inovasi generasi muda. Sekolah dan kampus tidak hanya menjadi tempat belajar
teori, tetapi juga ruang pembentukan karakter dan kepemimpinan anak muda Papua.
Pemuda harus diberi kepercayaan untuk terlibat dalam perencanaan pembangunan,
bukan hanya menjadi penonton.
Makna “Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa” di Papua
tidak berarti menyeragamkan, tetapi menyatukan keberagaman. Sumpah Pemuda
mengajarkan bahwa perbedaan bahasa, suku, dan adat bukan penghalang untuk
bersatu, melainkan kekayaan yang memperindah wajah Indonesia.
Generasi muda Papua Tengah hari ini harus percaya bahwa
mereka bukan sekadar pewaris masa lalu, melainkan pencipta masa depan. Dari
Nabire hingga Potowaiburu, dari lereng Gunung Nariki hingga pesisir Mimika,
semangat Sumpah Pemuda terus hidup dalam langkah setiap anak muda yang berani
belajar, bekerja, dan mencintai tanahnya.
Karena sejatinya, menjadi pemuda Indonesia berarti berani
berdiri tegak di atas tanahnya, bangga pada budayanya, dan bekerja untuk
kemajuan bangsanya.
Pemuda Papua Tengah hari ini hidup di tengah arus perubahan
sosial dan ekonomi yang cepat. Mereka menghadapi tantangan pendidikan, lapangan
kerja, keterampilan digital, hingga degradasi moral akibat pengaruh global yang
tidak terbendung. Dalam situasi seperti ini, peran pemerintah menjadi kunci
untuk memastikan arah pembangunan kepemudaan berjalan ke jalur yang benar.
Pemerintah daerah tidak hanya berfungsi sebagai penyedia
anggaran, tetapi juga sebagai pembimbing dan fasilitator gerakan pemuda.
Melalui Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pendidikan, serta kerja sama lintas
OPD, harus dibangun ruang-ruang kreatif dan pusat kegiatan kepemudaan di setiap
kabupaten. Fasilitas pelatihan kewirausahaan, pelatihan teknologi digital, seni
budaya, hingga program magang di sektor industri lokal dapat menjadi langkah
nyata dalam memberdayakan anak muda Papua Tengah.
Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa semangat persatuan lahir
dari kesadaran dan perjuangan bersama. Karena itu, pemerintah tidak boleh
berjalan sendiri. Organisasi pemuda, komunitas lokal, dan lembaga pendidikan
perlu dilibatkan aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program
kepemudaan. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat benar-benar menyentuh
kebutuhan riil anak muda bukan sekadar kegiatan seremonial tahunan.
Di beberapa daerah, mulai terlihat langkah baik: pelatihan
wirausaha lokal bagi pemuda adat, pembinaan karang taruna berbasis kampung,
serta dukungan pemerintah terhadap festival seni dan olahraga. Namun upaya ini
harus diperkuat dengan pendekatan yang berkelanjutan dan berbasis kearifan
lokal, agar semangat Sumpah Pemuda benar-benar hidup di tanah Papua Tengah.
Sumpah Pemuda bukan hanya peringatan sejarah, melainkan
panggilan moral bagi semua pihak. Pemuda Papua Tengah harus terus diasah
menjadi generasi tangguh dan pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk
menciptakan ruang tumbuh bagi mereka.
Karena membina pemuda berarti menyiapkan masa depan Papua
Tengah yang cerdas, produktif, dan berkarakter. Dan hanya dengan itu, semangat
“Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa” akan benar-benar berakar kuat di
tanah yang diberkati ini.
Penulis: Sianturi

