SALAM PAPUA (TIMIKA) – Kuasa hukum dari Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum (YLBH) Papua Tengah, Agli Haryo Elkel, menyatakan kekecewaannya
atas penolakan pihak Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Mimika
dalam menerima laporan polisi terkait dugaan penembakan terhadap tiga pendulang
emas oleh aparat Satgas Operasi Amole I di Mile Point (MP) 60 pada Sabtu, 5
Juli 2025, sekitar pukul 07.00 WIT.
Agli mengaku telah mendengar langsung keterangan dari para
korban, yang saat ini menjadi kliennya. Menurut pengakuan korban, saat kejadian
mereka tengah berada di dalam tenda ketika suara tembakan terdengar. Ketiganya
mencoba melarikan diri, namun salah satu korban diduga terkena tembakan
sebanyak delapan kali. Korban lain mengalami luka tembak di bagian pundak
kanan, sementara satu korban hanya mengalami luka akibat terjatuh saat berusaha
menyelamatkan diri.
“Bukan hanya ditembak, klien kami juga mengalami
penganiayaan oleh beberapa anggota,” ungkap Agli, Senin (7/7/2025) malam.
Saat menjenguk korban di RSUD Mimika, Agli mengaku sempat
bersitegang dengan sejumlah aparat yang berjaga karena pihak keluarga dan kuasa
hukum tidak diizinkan masuk ke ruang perawatan korban.
“Saya bertanya, status hukum klien kami itu apa? Kenapa
dijaga ketat oleh aparat bersenjata? Jika memang sudah berstatus tersangka,
kami akan hormati prosedur pengamanan,” tegasnya.
Meski akhirnya diizinkan masuk, ia tetap merasa tidak nyaman
karena dua anggota aparat bersenjata laras panjang ikut masuk dan mengawasi
pertemuan. Namun, setelah negosiasi dengan pihak Humas RSUD, kedua aparat
tersebut akhirnya diminta keluar dari ruang rawat.
“Kami mengapresiasi Humas RSUD yang bersedia bernegosiasi
dan memahami situasi,” ujar Agli.
Usai kunjungan ke RSUD, YLBH mendatangi Polres Mimika pada
sore hari untuk membuat laporan resmi. Namun, menurut Agli, SPKT menolak
membuat laporan dan mengarahkan pihaknya ke Unit Pengaduan Masyarakat (Dumas).
Padahal, menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022
tentang Kode Etik Profesi Polri.
“Undang-undang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
melapor, dan polisi wajib menerima laporan. Tapi kami malah diarahkan ke Dumas,
yang sifatnya hanya pengaduan, bukan laporan resmi,” tegasnya.
Ia menambahkan, laporan yang diajukan bukan sekadar untuk
melaporkan kejadian, tetapi juga untuk menguji kebenaran pernyataan antara
versi Satgas Amole I dan kesaksian korban.
Sementara itu, Kapolres Mimika, AKBP Billyandha Hildiario
Budiman, saat dikonfirmasi menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak laporan,
tetapi hanya mengarahkan agar pelaporan dilakukan melalui Satuan Reskrim Polres
Mimika yang berkantor di Mile 32.
“Kami tidak pernah menolak laporan. Hanya diarahkan ke ruang
Satreskrim di Mile 32 karena yang diduga terlibat bukan personel organik Polres
Mimika. Kami juga masih berkoordinasi dengan Satgas Amole I,” jelas AKBP
Billyandha
Ia menambahkan, hingga saat ini belum ada pihak keluarga
korban yang datang langsung ke Satreskrim di Mile 32 untuk membuat laporan.
Editor: Sianturi