SALAM PAPUA (TIMIKA) – Memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia yang jatuh setiap 9 Agustus, masyarakat adat di seluruh dunia bersatu dalam upaya mengakui, melindungi, dan memperjuangkan hak atas tanah, budaya, serta martabat kemanusiaan.

Di Timika, Papua Tengah, masyarakat Suku Amungme melalui Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) turut menegaskan komitmen untuk melindungi hak-hak dan warisan budaya di Tanah Amungsa.

Peringatan ini dipimpin langsung Ketua Lemasa versi Musyawarah Adat (Musdat), Menuel John Magal, dan dihadiri seluruh petinggi Lemasa serta masyarakat Amungme. Dalam sambutannya, Menuel menekankan bahwa meski Tanah Amungsa kaya sumber daya alam, masyarakat adat belum memperoleh perhatian serius dari pemerintah maupun pihak terkait.

"Kami rayakan ini secara sederhana sebagai simbol bahwa pemerataan pembangunan komunitas belum terealisasi," ujarnya.

Ia menambahkan, hingga memasuki peringatan tahun ini, masyarakat hukum adat Amungme masih memperjuangkan hak-hak mereka. Karena itu, pihak yang memiliki kepentingan bisnis maupun politik di Tanah Amungsa, termasuk oknum dari suku Amungme sendiri, diingatkan untuk tidak mempermainkan Lemasa.

Menuel juga mengungkapkan bahwa kegiatan peringatan yang telah berlangsung selama tiga tahun ini diselenggarakan tanpa dukungan sponsor. "Jika ada pemodal, acara pasti digelar di hotel mewah. Kalau begitu, di mana keadilan dan hak kami yang dijamin Undang-Undang Otonomi Khusus Jilid I & II? Apakah pemerintah daerah masih peduli kondisi sosial dan ekonomi suku Amungme?" tegasnya.

Sejak dekade 1970-an, perjuangan masyarakat adat di berbagai belahan dunia, termasuk Amungme, terus berlangsung hingga lahirnya Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) pada 2007, yang menjadi landasan penting perlindungan hak adat secara internasional.

Tema peringatan tahun ini, "Masyarakat Adat dan Kecerdasan Buatan: Membela Hak, Membentuk Masa Depan", mengajak komunitas adat memanfaatkan teknologi secara bijak untuk melestarikan budaya dan mengelola wilayah adat.

Masyarakat hukum adat Amungme memiliki ciri khas yang kuat, seperti hak atas tanah dan wilayah adat yang diwariskan turun-temurun, sistem pemerintahan adat berbasis musyawarah mufakat, serta keterikatan spiritual mendalam dengan alam dan leluhur. Nilai-nilai ini menjadi pilar utama pelestarian identitas dan budaya mereka.

Dalam kesempatan itu, tokoh adat Donatus Kelanangame, Janes Natkime, dan Yakobus Magal menyerukan agar pemerintah daerah, pemangku kepentingan, dan PT Freeport Indonesia menunjukkan perhatian serta komitmen nyata dalam melindungi hak masyarakat adat.

"Tokoh-tokoh di Lemasa siap mengambil langkah tegas demi memastikan hak Amungme dihormati dan diterapkan secara adil. Kami tidak akan membiarkan hak adat dipermainkan atau dipolitisasi," tegas mereka.

Bagi Lemasa, peringatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan momentum refleksi dan penegasan komitmen bersama untuk menghormati, melindungi, dan memajukan hak masyarakat adat demi kelestarian budaya serta kesejahteraan generasi mendatang.

Dalam rilis resmi yang diterima redaksi Salampapua.com, Ketua Lemasa juga menegaskan perbedaan peran antara lembaga adat dan organisasi masyarakat (ormas). Menurutnya, lembaga musyawarah adat tidak boleh dipolitisasi oleh kelompok bisnis atau politik yang dapat merusak nilai luhur masyarakat adat.

"Siapa pun yang mempermainkan Lemasa berarti bermain dengan sesuatu yang sakral dan akan menghadapi konsekuensi berat. Adat itu suci dan tidak boleh dipermainkan," tutup Menuel menyampaikan pesan para tokoh Lemasa.

Penulis: Acik

Editor: Sianturi