SALAM PAPUA (TIMIKA) – Di tengah menurunnya minat generasi muda untuk mempertahankan warisan budaya, perempuan suku Amungme, Yohana Anggaibak, memilih berjuang melestarikannya dengan membangun sanggar budaya bernama Sanggar Noken Agimuki Nameng.

Sanggar ini berdiri sejak 2013, berawal dari keprihatinannya melihat budaya nenek moyang yang mulai tergerus perkembangan zaman. Berlokasi di Jalan Makarena, Kelurahan Kwamki Narama, sanggar ini memamerkan berbagai hasil anyaman khas suku Amungme seperti noken, cawat, mahkota, kalung, gelang, alas dada, ikat pinggang, dan beragam manik-manik.

“Sebagian besar karya di sanggar saya adalah hasil rajutan sendiri dari kulit kayu genemo. Sebagian lainnya dibeli dari pengrajin yang juga merupakan anggota sanggar binaan saya. Ada juga aksesori dari suku lain di Papua, jadi tidak hanya khusus suku Amungme saja,” kata Yohana saat mengikuti pameran jelang HUT UMKM yang digelar Pemkab Mimika di Lapangan Timika Indah, Sabtu (9/8/2025).

Menurutnya, keberadaan sanggar ini tidak semata-mata untuk tujuan ekonomi, tetapi menjadi wadah menjaga warisan budaya. Ia pun melibatkan anak-anak muda Amungme, memberi pelatihan khusus agar mereka mengenal budaya dan dapat melestarikannya.

Beberapa atribut pakaian adat yang nyaris hilang di masyarakat Amungme antara lain ikat pinggang (tarao dan wanpi) serta alas dada khusus laki-laki (nigilwia). Kedua atribut ini dirajut dari tali genemo yang dipadukan dengan batang anggrek emas. Pada masa lalu, keduanya disematkan dengan tulang kasuari sebagai simbol kejantanan dan martabat laki-laki Amungme, baik pejabat maupun masyarakat biasa. Sementara kalung adat dibuat dari tali genemo, dihiasi batang anggrek, biji buah kasuari, dan taring babi.

“Saya memberi pelatihan dua hingga empat hari kepada anak-anak muda Amungme yang punya semangat menjaga budaya,” ungkapnya.

Yohana mengaku bangga dan berterima kasih kepada Pemprov Papua, Pemkab Mimika, serta Yayasan Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) yang kerap melibatkan sanggarnya dalam berbagai pameran, baik di Timika maupun di luar daerah.

Meski demikian, ia berharap pemerintah daerah lebih serius mendukung pelaku usaha dan sanggar budaya dari dua suku asli Mimika, Amungme dan Kamoro, melalui bantuan hibah yang dapat mengembangkan usaha sekaligus membantu pelestarian budaya.

“Pemkab Mimika harus serius memperhatikan dua suku ini dengan memberikan modal untuk mengembangkan usaha, khususnya yang berkaitan dengan warisan budaya atau adat,” tegasnya.

Penulis: Acik

Editor: Sianturi