SALAM PAPUA (TIMIKA) – Ratusan pelajar, mahasiswa, dan
masyarakat yang tergabung dalam Forum Independen Mahasiswa West Papua Komite
Pimpinan Kota (FIM-WP-KPK) Timika menggelar aksi demonstrasi damai di halaman
Gedung DPRD Kabupaten Mimika, Senin (10/11/2025).
Aksi yang mengangkat tema “Papua Darurat Militerisasi,
Investasi, dan Krisis Kemanusiaan” itu diawali dengan long march dari Bundaran
Timika Indah menuju Kantor DPRD Mimika. Dalam aksinya, massa menyampaikan
sejumlah tuntutan, baik secara lisan maupun tertulis. Di antaranya:
Menghentikan kekerasan dan operasi militer terhadap
masyarakat sipil di wilayah konflik seperti Intan Jaya, Maybrat, Pegunungan
Bintang, Yahukimo, dan daerah lainnya di Tanah Papua. Menghentikan seluruh
Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke dan Kota Sorong yang dinilai
mengancam kehidupan masyarakat adat Marind dan Moi.
Menutup perusahaan ilegal yang beroperasi di Tanah Papua dan
berpotensi menimbulkan konflik. Mengusut tuntas seluruh kasus pelanggaran HAM
berat di Tanah Papua. Menutup PT Freeport Indonesia dan mengembalikan hak
kedaulatan rakyat Amungsa atas tanahnya.
Menghentikan operasi militer berskala besar dan menarik
seluruh pasukan non-organik dari Tanah Papua. Memulangkan pengungsi sipil dari
wilayah konflik, termasuk Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat,
Yahukimo, dan Teluk Bintuni.
Mengembalikan seluruh pasukan ke barak karena diduga
terlibat dalam pelanggaran kemanusiaan. Mengedepankan pendekatan humanis dan
dialog damai dalam penyelesaian konflik di Tanah Papua. Memberikan hak
penentuan nasib sendiri (Right to Self-Determination) sebagai solusi demokratis
bagi rakyat Papua.
Koordinator Lapangan Aksi, Freedom Kobogau, dalam orasinya
menyatakan bahwa penindasan dan ketidakadilan di Tanah Papua terus terjadi
sehingga perjuangan masyarakat Papua tidak akan berhenti.
“Selama penindasan masih berlangsung, perjuangan rakyat
Papua tidak akan pernah berhenti,” ujarnya.
Freedom menilai, masyarakat asli Papua semakin terpinggirkan
di tanahnya sendiri, termasuk masyarakat Amungme, Kamoro, dan Orang Asli Papua
(OAP) lainnya di Timika.
“Papua merupakan dapur dunia, tetapi masyarakat aslinya
terpinggirkan. Suara rakyat dibungkam, dan ketika kami hendak bersuara, selalu
dipertanyakan. Kami yang bersuara hari ini adalah yang tersisa,” tegasnya.
Kehadiran massa diterima langsung oleh Ketua DPRD Mimika,
Primus Natikapereyau, bersama Ketua Komisi II, Dolfin Beanal, serta sejumlah
anggota DPRD lainnya.
Primus menyampaikan apresiasi atas penyampaian aspirasi
tersebut dan berjanji akan menindaklanjutinya dengan instansi terkait
“Kami menerima aspirasi ini. DPRD tidak bisa menyelesaikan
langsung, tetapi kami akan mendorong agar upaya penyelesaian dapat ditemukan
bersama,” ujar Primus.
Penulis: Acik
Editor: Sianturi

