SALAM PAPUA (TIMIKA) – Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat
(FKDM) Kabupaten Mimika menggelar diskusi bersama para tokoh masyarakat dan
unsur Forkopimda dengan tema “Membangun Penguatan Sinergitas Jejaring Informasi
Deteksi Dini Jenjang FKDM pada Tingkat Distrik dan Kabupaten agar Tercipta
Mimika Rumah Kita yang Aman dan Damai – Eme Neme Yaware”.
Ketua FKDM Mimika, Luky Mahakena, mengatakan tujuan kegiatan
ini adalah untuk mendeteksi dini potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan
tantangan (AGHT), serta membangun kewaspadaan masyarakat agar dapat mencegah
konflik sejak awal.
“Melalui kegiatan ini, kami berupaya memperkuat sinergitas
jejaring informasi di semua jenjang, baik tingkat distrik maupun kabupaten.
Jejaring yang solid memungkinkan kita memperoleh informasi cepat, tepat, dan
akurat, sehingga langkah antisipasi dapat dilakukan sejak dini demi terciptanya
situasi kondusif di Kabupaten Mimika,” jelas Luky.
Pantauan Salampapua.com, sebagian besar peserta diskusi
menyoroti persoalan konflik sosial yang masih sering terjadi di tengah
masyarakat, termasuk di wilayah Kwamki Narama.
Tokoh masyarakat Sem Bukaleng dengan tegas meminta agar
pemerintah dan pihak terkait tidak lagi memberikan bantuan dalam bentuk apa pun
kepada kelompok yang terlibat konflik. Menurutnya, bantuan justru menjadi
pemicu berulangnya pertikaian.
“Hentikan membantu mereka yang konflik. Stop bantuan
sembako, apalagi uang, karena itu justru membuat mereka menjadi-jadi,”
tegasnya.
Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas
para provokator atau pelaku utama konflik.
Senada dengan itu, tokoh agama Paul Weti mengapresiasi
respon cepat aparat kepolisian dalam menangani keributan, namun menilai
lemahnya penegakan hukum karena pelaku kerap dilepaskan kembali.
“Saya tinggal di kawasan Nawaripi Dalam dan sering
menyaksikan kejadian serupa. Polisi memang cepat datang, tapi kenapa pelaku
yang ditangkap mudah sekali dilepaskan kembali?” ujarnya.
Paul berharap agar setiap pelaku kejahatan diproses hukum
sesuai aturan, agar menimbulkan efek jera dan menjaga ketertiban masyarakat.
Usai diskusi, Ketua FKDM Luky Mahakena menilai aspirasi
masyarakat tersebut sangat tepat. Ia mencontohkan konflik di Kwamki Narama yang
telah beberapa kali dimediasi dan diselesaikan dengan pendekatan kearifan
lokal, namun kembali berulang.
“Dalam proses perdamaian biasanya sudah disepakati poin-poin
agar kedua pihak tidak bertikai lagi. Bila kemudian konflik terulang, maka
aparat kepolisian harus bertindak tegas menegakkan hukum,” ujarnya.
Menurut Luky, penanganan konflik harus dilakukan secara
sinergis antara pemerintah dan aparat keamanan. Pemerintah dapat menempuh
pendekatan damai, tetapi aparat harus tetap menegakkan hukum kepada aktor utama
di balik konflik.
“Kalaupun ada perdamaian dengan pendekatan kearifan lokal,
kami dari FKDM menilai tetap harus ada langkah tegas dari kepolisian melalui
proses hukum. Konflik yang terus berulang sangat merugikan semua pihak,”
tegasnya.
Ia menambahkan, konflik sosial berdampak luas terhadap
aktivitas masyarakat. Bahkan rumah sakit kerap kewalahan menangani korban luka
akibat bentrokan.
“Saya pikir kalau penegakan hukum dijalankan secara
profesional dan terukur, masalah ini akan selesai dan Mimika bisa kembali
aman,” ucapnya.
Selain isu konflik, para peserta diskusi juga menyoroti
persoalan tapal batas antar kabupaten, pemalangan jalan, serta penjualan
minuman beralkohol yang dinilai perlu penataan lebih ketat.
“FKDM menjaring setiap keluhan masyarakat melalui jejaring
FKDM di distrik, untuk kemudian dibahas bersama dalam upaya pencegahan dini,”
tutup Luky.
Penulis: Acik
Editor: Sianturi

                                    