SALAM PAPUA (NABIRE) – Ratusan pelajar, mahasiswa, dan warga
Papua yang tergabung dalam Forum Independen Mahasiswa West Papua (FIM-WP)
menggelar aksi damai bertajuk “Papua Darurat Militerisme, Investasi, dan Krisis
Kemanusiaan” di halaman Kantor Majelis Rakyat Papua Tengah (MRP-PT), Kalibobo,
Nabire, Senin (10/11/2025).
Koordinator Lapangan Umum aksi, Yulianus Zanambani,
menjelaskan bahwa demonstrasi ini merupakan bagian dari aksi serentak nasional
yang digelar oleh berbagai organisasi mahasiswa di Papua, seperti FIM-WP pusat
di Jayapura, serta cabang-cabang di Sentani, Nabire, Timika, dan Manokwari.
Menurut Yulianus, aksi ini menyoroti berbagai persoalan
sejak tahun 1961 hingga kini, termasuk meningkatnya operasi militer, perampasan
tanah adat, dan eksploitasi sumber daya alam yang berdampak buruk bagi
masyarakat adat Papua.
“Dengan tema darurat militer, investasi, dan krisis
kemanusiaan, kami menuntut agar pemerintah dan lembaga terkait menghentikan
segala bentuk kekerasan dan praktik eksploitasi yang merugikan masyarakat
adat,” tegasnya.
Ia juga mendesak agar lembaga terkait menindaklanjuti
laporan kasus pembunuhan, pengungsian, dan pelanggaran HAM di sejumlah wilayah
Papua.
“Kalau tidak ada tindak lanjut dari MRP, kami akan kembali
turun aksi bahkan menuntut pembubaran lembaga tersebut,” ujarnya.
Aksi itu turut mengangkat beberapa tuntutan, antara lain:
Penghentian kekerasan militer di wilayah adat. Penghentian eksploitasi sumber
daya yang merugikan masyarakat lokal. Pemeriksaan dan penanganan serius
terhadap kasus pengungsian dan pelanggaran HAMdan dorongan agar MRP menjalankan
fungsi pengawasan dan advokasi secara maksimal.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua I MRP Papua Tengah,
Paulina Marey, menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi
tersebut melalui mekanisme kelembagaan.
“MRP Papua Tengah adalah lembaga kultur. Kami menerima
aspirasi masyarakat, kemudian akan diklarifikasi dan diteruskan ke gubernur
untuk dibahas lebih lanjut di tingkat pemerintah daerah. Setelah itu, hasilnya
akan kami teruskan ke Jakarta,” ujar Paulina.
Ia menegaskan bahwa MRP Papua Tengah tidak akan tinggal
diam.
“MRP Papua Tengah tetap akan mengawal dan tidak akan
mengecewakan aspirasi masyarakat,” tegasnya.
Paulina juga menjelaskan bahwa pembentukan MRP merupakan
bagian dari amanat Otonomi Khusus untuk mengawal kepentingan dan dana Otsus di
Tanah Papua. Namun, ia mengakui bahwa hingga kini pemanfaatan dana tersebut
belum sepenuhnya dirasakan masyarakat.
“Sebagai manusia, kita belum melihat hasil nyata dari dana
Otsus itu. Tahun ini saja sudah dipangkas, dan tentu tidak akan cukup untuk
menjangkau seluruh Tanah Papua,” tutupnya.
Penulis: Elias Douw
Editor: Sianturi

