SALAM PAPUA (NABIRE) – Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lanny Jaya yang mewajibkan seluruh mahasiswa daerah mendaftar bantuan studi melalui Aplikasi Sistem Informasi Lanny Jaya Cerdas (SI-MALAYA) menuai kritik keras dan penolakan masif dari mahasiswa di berbagai kota di Indonesia.

Mahasiswa menilai Pemda bersikap otoriter karena memaksakan kebijakan digital di tengah berbagai kendala teknis dan logistik yang dihadapi pelajar perantauan.

“Pemda tidak boleh memaksakan kebijakan digital ketika banyak mahasiswa di daerah dan perantauan masih kesulitan akses internet dan fasilitas. Ini bentuk arogansi kebijakan,” tegas Niswan Wanimbo, Perwakilan Mahasiswa Lanny Jaya se-Indonesia, kepada Salampapua.com, Selasa (4/11/2025) pagi.

Tiga Tuntutan Utama Mahasiswa, Wanimbo menyebut, mahasiswa Lanny Jaya di seluruh Indonesia menuntut tiga hal utama: Penghentian pemaksaan penggunaan aplikasi SI-MALAYA, Transparansi total anggaran bantuan pendidikan, dan desakan agar pejabat Pemda segera turun langsung ke lapangan.

“Aplikasi SI-MALAYA dipaksakan sebagai satu-satunya pintu beasiswa. Ini tidak logis. Kami tersebar di berbagai kota dengan kondisi akses internet dan ekonomi yang berbeda. Kebijakan ini buta terhadap realitas lapangan. Ketika mayoritas menolak, berarti kebijakan itu cacat moral dan harus dibatalkan,” ujar Niswan tegas.

Menurutnya, sistem digital yang diwajibkan justru berpotensi menghilangkan hak mahasiswa yang terkendala akses teknologi, sehingga mereka terancam tidak mendapatkan bantuan pendidikan yang menjadi haknya.

Selain persoalan aplikasi, mahasiswa juga menuntut keterbukaan penuh Pemda terkait alokasi dan realisasi dana bantuan studi.

“Kami menuntut Pemda Lanny Jaya segera membuka total anggaran dana mahasiswa, mekanisme penyaluran, dan laporan pertanggungjawaban tahun-tahun sebelumnya. Beasiswa adalah hak, bukan belas kasihan. Pemda harus akuntabel,” ujar Niswan.

Ia menilai transparansi penting untuk memastikan dana benar-benar tersalurkan tepat sasaran dan menghindari potensi penyalahgunaan, terutama dengan sistem baru yang belum diuji.

Mahasiswa juga meminta Pemda tidak hanya melakukan kegiatan seremonial di daerah, melainkan turun langsung menemui mahasiswa di berbagai kota studi seperti Jayapura, Makassar, Yogyakarta, dan Jakarta.

“Jangan hanya duduk di balik meja dan memaksakan kebijakan. Datang dan lihat kondisi kami di lapangan. Jika Pemda benar peduli SDM, mereka harus berani menghadapi realitas yang kami alami di perantauan,” ujarnya.

Ia menegaskan, bila tuntutan mahasiswa tidak segera direspons, maka pihaknya akan terus menggelar aksi dan menganggap Pemda Lanny Jaya telah mengkhianati aspirasi generasi muda.

“Kami akan terus bersuara sampai kebijakan yang adil diterapkan,” tandas Niswan.

Penulis: Elias Douw

Editor: Sianturi