SALAM PAPUA (TIMIKA) – Dituding korupsi aset oleh Pemkab Mimika oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Mimika, Komisaris PT Bartuh Langgeng Abadi, Sumitro mengancam akan mengambil kembali lahan seluas 11,57 hektar yang sebelumnya telah diserahkan kepada Pemkab Mimika tanggal 30 Januari 2023 lalu di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Papua.

Sumitro melalui ahli warisnya (anak), Sulaksono mengklarifikasi tuduhan tersebut bahwa tanah yang dituduhkan tersebut adalah sah milik Sumitro dengan sertifikat atas dasar pelepasan adat. BPN Provinsi Papua di Jayapura pun telah mengeluarkan surat dengan nomor MP. 01.02/745-91/IV/2023 perihal status tanah di Poumako dan menjelaskan bahwa tanah tersebut adalah sah milik Sumitro.

“Surat dari BPN menyatakan bahwa kami sah sebagai pemilik tanah tersebut dengan dasar surat-surat yang lengkap. Namun kami dituduh korupsi aset Pemkab Mimika oleh Kejari Mimika,” ungkap Sulaksono, Sabtu (6/5/2023).

Atas persoalan ini, pihaknya telah berkomunikasi dengan DPRD Mimika dan diarahkan agar pihaknya tidak bertentangan dengan pemerintah dalam upaya pembangunan pelabuhan Poumako guna peningkatan ekonomi daerah. Komitmen dengan hal itu dan untuk mendukung Pemkab Mimika, pihaknya pun telah memberikan sebagian tanah seluas 11,57 hektar kepada Pemkab Mimika.

Atas pemberian tanah tersebut, pihaknya dan Pemkab Mimika memiliki kesepakatan atau perjanjian kerjasama (win-win solution), namun sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan janji tersebut.

“Karena itu saya dan orang tua saya beretikat baik untuk tidak menghalang-halangi pembangunan oleh pemerintah. Makanya kami serahkan sebagian tanah kami itu seluas 11, 57 hektar kepada Pemkab Mimika dan langsung disertifikatkan atas nama Pemkab Mimika,” ujarnya.

Karena itu, diungkapkan jika pihaknya terus ditekan oleh Kejari dan Pemkab Mimika, maka secara otomatis pihaknya akan menarik kembali tanah 11,57 hektar yang telah diberikan kepada Pemkab Mimika.

“Sampai saat ini kami belum dapat erikat baik dari Pemkab, tapi kami sangat ditekan oleh Kejari Mimika. Sampai saat ini kami selalu dipanggil ke Kejari. Awalnya kami diundang oleh Bupati Eltinus Omaleng dan kami dimediasi di hotel Mozza bulan 6 tahun 2022. Di situ ada Kajari, Kapolres, dan perwakilan BPN. Saat itu juga kami semua langsung ke Poumako melihat batas-batas tanah itu,” katanya.

Hingga saat ini pihaknya berpatokan pada surat-surat kepemilikan atas tanah tersebut, yang diperkuat dengan surat dari BPN Provinsi yang ditandatangani oleh Kepala BPN, Jhon Wiclif Aufa,A.Ptnh.

Surat tersebut dengan tembusannya hingga ke Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI di Jakarta, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM RI, Kejaksaan Agung RI, Polri, Menteri Perhubungan cq. Dirjen Perhubungan Laut, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi HAM, Polda Papua, Kejati Papua, Kejari Timika, Polres Mimika, Masyarakat Adat Suku Kamoro, Ketua DPRD Mimika, BPN Mimika, Kepala UPP Poumako serta Para pihak yang telah membeli dari adat di lokasi Poumako.

“Itu bukti otentik kami dari BPN Papua. Untuk kasus ini kami mengikuti saja dan berharap bisa diselesaikan dengan benar sesuai jalurnya tanpa adanya tekanan atau kriminalisasi,” ujarnya.

Dia menegaskan, atas tudingan korupsi ini disebut sangat merugikan nama baik keluarga Sumitro.

“Makanya sekarang kami harus bicara ke publik,” tuturnya.

Adapun luas lahan milik Sumitro di wilayah Poumako yaitu 50 hektar lebih. Kemudian ada seluas kurang lebih 39 hektar yang sempat dipersoalkan oleh Kejari Mimika.

Menurut Sulaksono, status tanah seluas 39 hektar tersebut ada sebagian yang telah memiliki sertifikat dan ada sebagian yang statusnya pelepasan adat.

“Kalaupun Pemkab Mimika mengklaim sebagai pemilik lahan tersebut, silakan saja dibuktikan, yang jelas keluarga Sumitro ada bukti-buktinya,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan bahwa setelah beberapa kali dipanggil sebagai saksi oleh Kejari, pihaknya telah menyiapkan pengacara. Namun di luar pemeriksaan, keluarga Sumitro diminta harus mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 10 Miliar.

“Di luar pemeriksaan kami juga diminta kembalikan uang Rp 10 miliar, dengan alasan salah bayar atas penjualan tanah itu. Harusnya dibayarkan ke Pemkab. Intinya sekarang masalah itu dalam tahap penyelidikan, tapi kami selalu didampingi pengacara kami,” tutupnya.

Wartawan : Acik

Editor : Jimmy