SALAM PAPUA (TIMIKA) – Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob yang juga sebagai Ketua
Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Mimika mengungkapkan bahwa kasus
stunting di Mimika pada Tahun 2023 ini menurun secara nasional, yang ada pada
7,9 persen, lebih tinggi dari rata-rata angka nasional 3,8 persen pertahun.
Dia mengatakan, program penanganan
stunting Kabupaten Mimika jika dilihat angkanya di Provinsi Papua Tengah,
bahkan mungkin di Papua cukup baik, sebab program-program yang dijalankan
sampai pada angka 91 persen.
“Itu paling tinggi artinya
koordinasi dan kolaborasi semua OPD sudah cukup baik,” ungkap pria yang akrab
disapa John Rettob ini usai giat Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting
Kabupaten Mimika Tahun 2023 Aksi 8 SDGs, yang digelar di Hotel Horison Ultima
Timika, Jumat (15/12/2023).
Wabup John menjelaskan, ada beberapa
hal yang menyebabkan program penanganan stunting tidak mencapai 100 persen, di
antaranya adalah tidak adanya SK Bupati tentang penetapan desa prioritas
lokus percepatan penurunan stunting, tidak ada pula Peraturan Bupati terkait
cara menangani stunting.
Masih ada juga satu program yang
belum dilaksanakan yakni program Bapak Asuh Anak Stunting. Maksud dari program
ini adalah keluarga mampu dapat mendampingi anak-anak stunting dengan
memberikan biaya dan lainnya agar dapat memulihkan kondisi anak menjadi lebih
baik, karena kebanyakan anak-anak stuting berasal dari keluarga tidak mampu.
Wabup John juga menjelaskan, masyarakat
perlu mengetahui bahwa terkait menurunnya angka stunting di Mimika bukan
berarti kasus stunting hilang tapi lantaran tidak munculnya kasus baru.
Kemudian prevalensi stunting ini di
Mimika lebih banyak terjadi di kota, sedangkan untuk wilayah pedalaman dan
pinggiran justru kecil kasusnya.
Sementara itu, pada kegiatan
Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Mimika Tahun 2023 Aksi 8
SDGs, pihak Disdukcapil Kabupaten Mimika melaporkan bahwa berdasarkan data yang
didapatkan dari pihak Puksesmas ternyata dari 1.288 kasus yang ditemukan
hanya 433 orang yang memiliki administrasi kependudukan seperti KK dan
KTP, sementara 855 ini tdak memiliki.
Dalam hal ini, untuk penanganan
stunting di Kabupaten Mimika, terkait juga dengan perilaku hidup sehingga perlu
kolaborasi dari semua stakeholder baik OPD, instansi pemerintah lainnya seperti
Kementerian Agama, gereja, masjid, dunia pendidikan, yang harus memberikan
pembinaan sebelum pernikahan terkait perilaku hidup sehat, mengonsumsi makanan
bergizi sehingga setelah menikah dapat melahirkan anak-anak yang sehat.
“Penanganan stunting bukan hanya
tanggung jawab Dinas Kesehatan, tetapi sejumlah OPD terkait dan stakeholder
lainnya karena masalah stuntung ini bersumber dari sektor air bersih,
pangan, infrastruktur, pola hidup sehat dan lainnya,” ungkapnya.
Di sisi lain, Wabup Jhon juga
mengungkapkan terkait Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang mana sejak
Tahun 2023 diubah namanya menjadi Riset Kesehatan Indonesia, yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika melalui Dinkes yang berkolaborasi dengan
PT Freeport Indonesia (PTFI) yang bertujuan untuk mewujudkan Mimika sehat,
cerdas dan produktif.
Dia menyebutkan ide yang dilakukan pada
Riskesdas ini dalam hal Pemkab Mimika dan PTFI akan mewujudkan Sustainable
Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
SDGs merupakan komitmen global dan
nasional dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat yang mencakup 17 tujuan
dan sasaran global Tahun 2030 yang dideklarasikan PBB.
Dikatakan Mimika menjadi
satu-satunya Kabupaten di Indonesia yang melakukan Riskesdas. Hasil dari riset
ini dapat diketahui bahwa ternyata untuk mewujudkan manusia yang sehat banyak
sekali faktor yang mempengaruhi seperti infrastruktur, pangan, gizi, perilaku
hidup dan lainnya.
Dari hasil Riskesdas ini disusun
blueprint sebagai kerangka kerja terperinci yang juga menjadi pijakan penetapan
tujuan dan sasaran, penyusunan strategi, pelaksanaan program dan fokus kegiatan
serta langkah-langkah atau implementasi yang harus dilaksanakan oleh setiap
unit di lingkungan kerja.
Blueprint ini nantinya juga untuk
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk lima tahun
dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk 25 tahun. Dalam
blueprint ini akan diketahui upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk menjadikan
manusia yang lebih produktif, dengan berkolaborasi yang baik antara pemerintah
pusat, pemerintah daerah dan pihak swasta.
“Hal ini sangat penting, karena selama
ini baik pemerintah, PTFI maupun YPMAK selalu melakukan program yang tumpang
tindih, dimana pemerintah, YPMAK, dan PTFI membuat Puskesmas atau program lainnya
di lokasi yang sama dengan program yang hampir sama. Nantinya diharapkan
program yang dikerjakan tidak tumpang tindih lagi,” tegasnya.
Sementara itu Dia juga mengakui bahwa
60-70 persen pembangunan di Mimika dilakukan oleh sektor swasta, sedangkan pemerintah
cenderung ke infrastrukktur.
“Namun dengan APBD yang sangat
besar harus mampu memberdayakan dan membina masyarakat untuk peningkatan
ekonomi,” tutupnya.
Penulis/Editor: Jimmy