SALAM PAPUA (TIMIKA)- Fenomena astronomi Aphelion akan kembali menghiasi langit Indonesia dan dunia pada Jumat (5/7/2024) pukul 14.06 WIT. Diketahui, Aphelion adalah peristiwa yang biasa terjadi setiap tahunnya. Pada tahun 2023, Aphelion terjadi pada tanggal 7 Juli pukul 03.06 WIB.

Lantas, apa itu Aphelion? Apa dampak fenomena ini pada Indonesia? Selengkapnya, simak penjelasan berikut ini. Peneliti di Pusat Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Johan Muhammad menjelaskan, Aphelion adalah fenomena ketika Bumi mencapai jarak terjauhnya dari Matahari, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

“Bumi mengelilingi Matahari dalam orbit berbentuk elips, dengan Matahari berada di salah satu titik fokusnya, sehingga jarak Bumi terhadap Matahari berubah terhadap waktu,” jelas Johan, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/7/2024).

Sayangnya, Johan menyebutkan, fenomena astronomi tersebut hanya terjadi sesaat dan sulit dilihat mata telanjang manusia. Hal itu karena perubahan jarak matahari terhadap bumi yang relatif kecil. Dilansir dari Time and Date, tahun ini jarak antara Bumi dan Matahari saat Aphelion sekitar 152,1 juta kilometer (km).

Jarak tersebut lebih jauh dari fenomena Perihelion yang terjadi pada Januari lalu. Ketika terjadi Perihelion, Bumi berjarak sekitar 144,1 juta dari Matahari. Meski dikenal sebagai fenomena astronomi Bulan Juli, tanggal kapan Bumi mencapai Aphelion tidak selalu tetap. Bahkan, pada 1246, Aphelion terjadi di Bulan Desember. Hal itu dipengaruhi oleh variasi eksentrisitas orbit Bumi atau seberapa besar orbit menyimpang dari bentuk bentuk lingkaran sempurna.

Oleh karena itu, sejak tahun 1276 hingga saat ini, tanggal terjadinya Aphelion telah bergeser satu hari setiap 58 tahun. Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ida Pramuwardani menyampaikan, fenomena Aphelion tidak akan memengaruhi cuaca saat ini, yang tengah memasuki puncak kemarau.

“Tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan bumi,” kata dia ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (2/7/2024).

Lebih lanjut, Ida menjelaskan, meskipun sejumlah wilayah di Indonesia merasakan Bulan Juli ini suhu udara cenderung dingin, ia menyebutkan bahwa hal itu disebabkan angin dari arah timur tenggara Benua Australia yang bergerak ke wilayah Indonesia, bukan Aphelion. Pada bulan Juli, Australia sedang berada dalam musim dingin.

Pola tekanan udara yang relatif tinggi di sana mengakibatkan pergerakan massa udara menuju Indonesia. Angin tersebut bertiup melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut yang relatif lebih dingin. Selain itu, hujan dan berkurangnya awan juga menjadi faktor terhadap suhu dingin ketika malam hari.

“Langit yang cenderung bersih karena awan akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar. Itu alasan udara dekat permukaan terasa lebih dingin,” ungkap dia. Ida menambahkan, angin dari arah timur tersebut juga mengakibatkan sejumlah tempat dataran tinggi atau wilayah pegunungan berpotensi mengalami embun es, yang sebagian orang kira sebagai salju. Hal itu juga tidak terkait dengan Aphelion. (Kompascom)

Editor: Sianturi