SALAM PAPUA (TIMIKA)- Setiap tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) sebagai tonggak sejarah dimulainya kesadaran kolektif untuk bersatu dan berjuang demi kemerdekaan. Peringatan ini merujuk pada berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, yang menjadi simbol awal kebangkitan nasional menuju cita-cita bangsa yang merdeka, bersatu, dan berdaulat.

Tahun 2025, Harkitnas diperingati dengan tema: “Bangkit untuk Indonesia Emas”, sebagai refleksi semangat kolektif menuju satu abad kemerdekaan Indonesia tahun 2045. Namun, kebangkitan nasional hari ini tidak bisa dilepaskan dari kenyataan yang dihadapi bangsa—terutama di daerah-daerah yang selama ini berada di pinggiran pembangunan, termasuk Papua.

Kondisi Indonesia hari ini menunjukkan kemajuan, tetapi juga meninggalkan tantangan. Di tengah pertumbuhan ekonomi dan kemajuan digital, ketimpangan pembangunan masih terasa nyata. Papua, khususnya, masih menghadapi persoalan mendasar: akses pendidikan terbatas, fasilitas kesehatan minim, infrastruktur yang belum merata, dan persoalan sosial-politik yang kompleks.

Hari Kebangkitan Nasional harus dimaknai sebagai momen untuk menuntut keadilan dan pemerataan. Bukan hanya kebangkitan di kota-kota besar, tetapi juga kebangkitan di kampung-kampung pedalaman, dari pesisir Arafura hingga lembah-lembah Pegunungan Tengah.

Papua butuh lebih dari sekadar pembangunan fisik. Papua butuh pengakuan, pemberdayaan, dan kepercayaan. Kebangkitan sejati berarti mendengar suara orang asli Papua, melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, dan menjadikan pembangunan sebagai ruang dialog, bukan dominasi.

Semangat yang dulu dinyalakan oleh para pelajar Boedi Oetomo, hari ini hidup kembali melalui pemuda-pemudi Papua yang berani bermimpi, belajar, dan melayani. Generasi muda Papua adalah wajah masa depan, dan kebangkitan nasional berarti memastikan mereka mendapat akses pendidikan yang layak, lapangan kerja yang adil, serta ruang partisipasi dalam pembangunan daerahnya sendiri.

Di tengah tantangan modern dari krisis iklim, konflik sosial, hingga disinformasi digital—kaum muda Papua harus menjadi agen perubahan, bukan korban keadaan. Mereka perlu didukung, bukan dicurigai. Dibimbing, bukan ditinggalkan.

Kebangkitan nasional tidak akan bermakna jika hanya dirayakan secara simbolik. Ia harus dihidupkan melalui tindakan nyata: mewujudkan otonomi daerah yang sejati, memperkuat layanan dasar di wilayah adat, dan memutuskan rantai ketergantungan ekonomi yang tidak adil.

Di Papua, kebangkitan berarti menghapus stigma, menghentikan kekerasan, dan memperkuat rekonsiliasi. Kebangkitan juga berarti membangun dengan hati mengutamakan kearifan lokal, menjaga alam, dan memuliakan kemanusiaan.

Mari rayakan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei dengan tekad baru: bersatu melawan ketidakadilan, bangkit dari keterbelakangan, dan melangkah bersama menuju Indonesia dan Papua yang bermartabat. Karena kebangkitan sejati hanya bisa terwujud bila seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote berdiri setara dalam semangat dan hak. (AI)

Editor: Sianturi