SALAM PAPUA (TIMIKA)- Tuberkulosis (TB) paru masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius di Indonesia. Meskipun upaya pengendalian terus dilakukan, angka kasus TB tetap tinggi, terutama di wilayah permukiman padat. Lingkungan tempat tinggal yang sesak dan kurang sehat menciptakan kondisi ideal bagi penularan penyakit menular ini.

Saat ini di Daerah Khusus Jakarta (DKJ) saat ini, penyakit ini sedang mebawah dan menjadi salah satu konsen pemerintah daerah setempat, agar penyakit yang menyerang system pernafasan ini segera bisa diatasi.

TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyerang paru-paru dan ditularkan melalui droplet atau percikan dahak dari penderita saat batuk, bersin, bahkan saat berbicara. TB paru dapat menimbulkan gejala seperti batuk berdahak lebih dari dua minggu, demam, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan, dan kelelahan.

Mengapa Permukiman Padat Rentan Terhadap TB Paru?

Ventilasi Buruk dan Ruang Sempit

Banyak rumah di kawasan padat penduduk dibangun sangat rapat tanpa sirkulasi udara yang memadai. Hal ini menyebabkan udara di dalam rumah tidak segar dan memungkinkan bakteri TB bertahan lebih lama di udara.

Kepadatan Penghuni

Seringkali satu rumah dihuni oleh banyak orang. Dalam kondisi ini, jika salah satu anggota keluarga terkena TB, kemungkinan penularannya kepada anggota keluarga lain sangat tinggi.

Kebersihan Lingkungan yang Kurang

Permukiman padat kerap kali menghadapi keterbatasan fasilitas sanitasi seperti toilet bersih, air bersih, dan sistem pembuangan sampah. Ini memperburuk kondisi kesehatan masyarakat yang tinggal di sana.

Kurangnya Kesadaran dan Edukasi Kesehatan

Masyarakat di permukiman padat umumnya memiliki akses terbatas terhadap informasi kesehatan. Banyak yang tidak memahami gejala TB, cara penularannya, atau pentingnya menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.

Akses Terbatas ke Layanan Kesehatan

Tidak semua warga di permukiman padat memiliki akses yang mudah ke puskesmas atau klinik untuk pemeriksaan dan pengobatan TB, padahal penanganan dini sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut.

TB paru yang tidak diobati dengan benar tidak hanya membahayakan penderita, tapi juga meningkatkan risiko penularan kepada orang lain. Bahkan, TB dapat berkembang menjadi TB resisten obat (MDR-TB) jika pengobatan tidak dijalani dengan baik, yang jauh lebih sulit dan mahal untuk disembuhkan.

Upaya Pencegahan dan Pengendalian di Permukiman Padat

Deteksi Dini dan Skrining Rutin

Pemeriksaan TB secara berkala sangat penting, terutama bagi mereka yang tinggal serumah dengan penderita TB.

Edukasi Masyarakat

Sosialisasi tentang gejala TB, pentingnya etika batuk, dan pola hidup bersih harus terus digalakkan.

Perbaikan Hunian dan Ventilasi

Membuka jendela setiap hari, memastikan cahaya matahari masuk, dan memperbaiki ventilasi dapat membantu mengurangi risiko penularan.

Dukungan Pemerintah dan Lembaga Kesehatan

Penyediaan layanan pengobatan gratis dan pendampingan pasien TB oleh petugas kesehatan sangat membantu dalam mencegah penyebaran lebih luas.

TB paru bukan hanya masalah individu, tetapi ancaman bersama, terutama di permukiman padat. Pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan tuntas adalah kunci untuk menghentikan rantai penularannya. Masyarakat perlu berperan aktif dalam menjaga lingkungan dan kesehatan keluarga, serta tidak ragu memeriksakan diri jika mengalami gejala TB. (AI)

Editor: Sianturi