SALAM PAPUA (TIMIKA)- Panik dan khawatir tentu dirasakan
orang tua saat anak mengalami kejang demam. Kondisi yang sering dianggap
epilepsi ini sebenarnya umum dialami bayi dan balita, tetapi berbahaya bila
tidak segera ditangani. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami
cara mengatasinya.
Kejang demam atau lebih dikenal dengan penyakit step pada
anak terjadi akibat kenaikan suhu tubuh atau demam yang tinggi. Demam tinggi
umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Biasanya, kejang demam pada
anak dialami ketika bayi berusia 6 bulan hingga anak berusia 5 tahun.
Penyebab Kejang Demam pada Anak
Kejang demam berhubungan erat dengan kondisi yang bisa
menyebabkan anak mengalami demam tinggi, misalnya infeksi virus maupun bakteri
dan kondisi setelah imunisasi, seperti vaksin DPT dan MMR.
Meski demikian, bukan berarti vaksin menjadi penyebab kejang
demam, melainkan karena demam tinggi yang dialami anak setelah vaksinasi.
Berikut adalah faktor risiko yang bisa menyebabkan kejang demam berulang:
Riwayat anggota keluarga yang memiliki riwayat kejang demam.
Riwayat kejang demam sebelumnya berlangsung lebih dari 15 menit atau terjadi
ketika suhu tubuh di bawah 40 derajat. Terjadi pertama kali sebelum anak
berusia 18 bulan.
Ciri-Ciri Kejang Demam pada Anak
Saat anak mengalami kejang demam, ia akan menunjukkan
beberapa tanda dan gejala berikut ini: Demam tinggi dengan suhu lebih dari 38o
Celsius, kedua tangan dan kaki menyentak-nyentak, mata berputar ke atas, tidak
sadar atau tidur setelah kejang selesai.
Selain itu, berdasarkan lamanya kejang berlangsung, kondisi
ini dapat terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
Kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana terjadi pada seluruh bagian tubuh dan
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Durasi kejang ini hanya berlangsung beberapa
detik hingga kurang dari 15 menit
Kejang demam kompleks
Kejang demam kompleks biasanya hanya timbul pada salah satu
bagian tubuh, misalnya tangan dan kaki kiri saja. Selain itu, kejang dapat
berulang dalam periode 24 jam dan berlangsung lebih dari 15 menit.
Cara Menangani Kejang Demam pada Anak
Jika Si Kecil sedang mengalami demam tinggi dan memiliki
riwayat kejang demam, cobalah berikan obat pereda demam, seperti paracetamol
atau ibuprofen, untuk menurunkan suhu tubuhnya. Anda juga bisa memberikan
kompres dingin untuk meredakan demamnya.
Pada anak yang mengalami kejang demam berulang, Anda bisa
menggunakan obat antikejang sesuai anjuran dokter. Untuk menangani kejang demam
pada anak, dokter bisa meresepkan obat diazepam dalam bentuk tablet atau sirop.
Selain itu, sediaan diazepam tube yang pemberiannya melalui
anus juga sering diresepkan oleh dokter. Obat ini juga dapat diberikan untuk
mencegah dan menangani kejang demam pada anak.
Penggunaan obat antikejang pada anak perlu disesuaikan
dengan berat badan dan usia anak. Oleh karena itu, apa pun jenis obat
antikejang yang digunakan, Anda perlu konsultasikan ke dokter lebih dulu agar
dosis pemberian obat tersebut aman dan sesuai dengan kondisi Si Kecil.
Apabila anak Anda mengalami kejang demam di rumah, berikut
adalah hal yang bisa Anda lakukan untuk mengatasinya:
Jangan tahan gerakan kejang Si Kecil, tetapi letakkan ia di
permukaan yang datar, seperti di atas karpet lantai atau tempat tidur. Jangan
memasukkan apa pun ke dalam mulutnya selama ia kejang atau setelahnya.
Posisikan tubuh Si Kecil dengan posisi menyamping, bukan
terlentang setelah ia kejang. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah lidah Si
Kecil menutup jalan napasnya. Hitung durasi kejang demam yang dialami anak dan
segera bawa ia ke instalasi gawat darurat (IGD) terdekat bila kejang
berlangsung selama lebih dari 5 menit atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24
jam.
Komplikasi dari Kejang Demam pada Anak
Kejang demam jarang menimbulkan komplikasi jangka panjang,
terutama pada jenis kejang demam sederhana. Meski demikian, kejang demam sering
dikaitkan dengan risiko epilepsi pada anak. Padahal, kedua penyakit ini
merupakan dua kondisi yang berbeda.
Tak sama dengan kejang demam, kejang pada epilepsi tidak
disebabkan oleh demam, melainkan gangguan aktivitas di otak. Menurut
penelitian, risiko epilepsi memang dapat meningkat sebesar 5–10% pada anak
penderita kejang demam dengan kondisi berikut ini:
Kejang demam kompleks, gangguan perkembangan saraf dan otak,
riwayat epilepsi di keluarga
Untuk menentukan penyebab kejang demam pada anak, dokter
akan melakukan serangkaian pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya,
seperti tes darah dan tes urine.
Pada kondisi kejang demam kompleks, dokter juga akan
menyarankan pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) dan MRI otak guna memastikan
apakah anak menderita epilepsi.
Ketika Si Kecil mengalami kejang demam, cobalah untuk tidak
panik dan berikan ia pertolongan pertama sambil memantau kondisinya. Jika
kondisi Si Kecil stabil dan tidak mengalami kejang kembali dalam waktu 24 jam
setelah kejang demam pertama, hal ini kemungkinan besar tidak berbahaya.
Namun, apabila kejang demam pada anak Anda sering kambuh,
terjadi lebih dari 2 kali, atau kejang yang dialaminya cukup lama hingga lebih
dari 5 menit, segera bawa Si Kecil ke dokter agar dapat dilakukan penanganan
yang tepat. (Alodokter)
Editor: Sianturi