SALAM PAPUA (TIMIKA)- Masalah sampah di Timika bukan lagi
persoalan sepele. Kota ini setiap hari memproduksi lebih dari 90 ton sampah,
namun sebagian besar tak tertangani karena keterbatasan armada, tenaga, dan
sistem pengelolaan yang belum memadai. Di sisi lain, rendahnya kesadaran
masyarakat memperparah krisis kebersihan yang mengancam kualitas hidup dan
lingkungan.
Kita harus jujur mengakui bahwa sebagian warga Timika masih
belum memandang kebersihan sebagai tanggung jawab bersama. Sampah dibuang
sembarangan, di saluran air, di belakang rumah, bahkan di pinggir jalan utama
kota. Padahal, pemerintah telah menetapkan jam buang sampah dan membangun
tempat penampungan sementara (TPS) di beberapa titik. Sayangnya, aturan ini
tidak berjalan efektif karena lemahnya pengawasan dan minimnya partisipasi
warga.
Jika kita mengamati penanganan sampah, Pemkab Mimika melalui
Dinas Lingkungan Hidup sejak beberapa tahun lalu sudah menunjuk beberapa
kontraktor lokal, guna menangani kebersihan kota salah satunya permasalahan
sampah, yang masih kerap berserakan di sepanjang ruas jalan utama di Kota
Timika.
Program ini berhasil karena beberapa ruas jalan yang
ditangani kebersihannya terlihat bersih setiap hari. Namun setelah kita
memasuki perkampungan, kompleks perumahan dan lokasi yang tidak terjangkau
petugas sampah, Lorong-lorong dan lahan kosong, situasi itu berbanding
terbalik. Contohnya di Kawasan Kampung Nawaripi menuju ke Kelurahan Wonosari
Jaya terdapat penumpukan sampah sepanjang 50 meteran.
Semua sampah dengan aroma busuk tertumpuk di lokasi itu
meski sudah ada larangan dengan adanya pengumuman dari DLH dan dari aparat
pemerintah setempat, namun dari hari ke hari volume sampah makin menggunung dan
sudah sampai ke badan jalan. Ini juga terjadi di beberapa sudut Kota Timika
lainnya. Herannya, para pembuang sampah meski tahu membaca tulisan larangan,
namun memilih untuk mengabaikannya. Pastinya, yang membuang sampah di sana kebanyakan
adalah warga sekitar, meski tidak menutup kemungkinan yang melintas di lokasi
tersebut.
Beberapa event di Kota Timika seperti Hari Lingkungan Hidup
yang digelar PT Freeport Indonesia di halaman Gedung Eme Neme Yauware beberapa
waktu lalu sudah banyak memberikan contoh, bagaimana menangani sampah rumah
tangga serta membangun kesadaran. Bahkan mendatangkan narasumber dari daerah
lain bagaimana upaya meminimalisir sampah dan menjaga kebersihan lingkungan. Bahkan
menjadikan sampah sebagai sumber penghasilan. Sayangnya hal itu belum bisa
membangun kesadaran akan pentingnya penanganan sampah yang baik. Sampah masih
banyak terlihat di sudut-sudut Kota Timika.
Sementara itu, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Iwaka
satu-satunya TPA aktif di Timika masih menerapkan sistem open dumping, yang
sudah dinilai tidak ramah lingkungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK). Jika tak segera dibenahi, Timika berisiko menghadapi krisis
lingkungan yang lebih besar.
Namun, menyalahkan pemerintah saja tidak cukup. Kegagalan
pengelolaan sampah juga mencerminkan lemahnya budaya bersih dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat. Kampanye-kampanye kebersihan yang selama ini dilakukan
belum menyentuh akar persoalan: kesadaran individu dan komunitas tentang
pentingnya hidup bersih dan sehat.
Pertama, pemerintah perlu memperkuat infrastruktur
pengelolaan sampah, mulai dari penambahan armada hingga peningkatan kapasitas
TPA. Namun itu saja tidak cukup.
Kedua, perlu gerakan masif dan berkelanjutan yang melibatkan
sekolah, tokoh adat, gereja, masjid, kelompok pemuda, dan media lokal untuk
membangun budaya sadar sampah. Edukasi bukan hanya di ruang kelas, tapi juga
lewat aksi nyata mulai dari kerja bakti kampung, pemilahan sampah rumah tangga,
hingga insentif bagi warga yang peduli lingkungan.
Ketiga, penegakan aturan harus konsisten. Jika Perda
kebersihan sudah ada, maka pelanggar harus ditindak. Bukan untuk menghukum,
tapi untuk mendidik dan menciptakan efek jera.
Dan yang tak kalah penting, kita semua warga Timika harus
berhenti menunggu dan mulai bertindak. Jangan tunggu kota ini menjadi lautan
sampah baru kita menyadari pentingnya menjaga kebersihan.
Kebersihan bukan hanya urusan petugas kebersihan atau DLH,
tapi juga cermin siapa kita. Mari kita buktikan bahwa Timika adalah kota yang
tidak hanya tumbuh secara ekonomi, tapi juga dewasa dalam menjaga lingkungan.
Penulis: Sianturi