SALAM PAPUA (TIMIKA) – Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) pimpinan Gregorius Okoare menyampaikan kekecewaan dan penyesalan atas sikap sejumlah oknum organisasi kemasyarakatan (ormas) yang pada peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia 2025 di Timika menyuarakan penolakan terhadap keberadaan TNI.

Wakil Ketua I Lemasko, Marianus Maknapeku, menegaskan bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan aturan negara. Menurutnya, Mimika merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga keberadaan TNI sebagai penjaga kedaulatan negara adalah hal yang mutlak.

“Kami sangat menyayangkan ada oknum ormas yang membawa-bawa nama Lemasko untuk menolak masuknya TNI di Timika. Kita ini bangsa Indonesia, dan TNI punya kewajiban menjaga NKRI. Tidak boleh bawa nama lembaga lalu berkoar-koar seperti itu. Itu salah,” tegas Marianus saat konferensi pers, Sabtu (9/8/2025).

Ia menilai peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia seharusnya menjadi momentum berdiskusi dan menyampaikan aspirasi guna mendorong pemerintah mengatasi kesenjangan yang dialami masyarakat adat, khususnya suku Amungme dan Kamoro. Marianus menyebut berbagai isu yang seharusnya dibahas, seperti kuota CPNS, kursi DPR, tapal batas antar kabupaten, pemekaran daerah otonomi baru (DOB), penyerobotan tanah adat, serta pemenuhan hak-hak dasar masyarakat adat.

Marianus juga mengkritik penggunaan momentum peringatan ini oleh pihak yang mengaku sebagai Lemasko untuk mengumumkan rencana Musyawarah Adat (Musdat) pada September 2025. Ia menegaskan Lemasko yang sah baru akan menggelar Musdat pada 2027 sesuai AD/ART.

“Kami ini Lemasko yang sah. Musdat dilakukan lima tahun sekali dan berikutnya tahun 2027, bukan September ini. Itu hanya klaim ormas yang mengaku Lemasko. Lemasko hanya satu, tidak ada Lemasko 2 atau 3,” ujarnya.

Ketua Lemasko, Gregorius Okoare, menyampaikan kekecewaan serupa. Ia menilai pernyataan penolakan terhadap TNI tidak seharusnya muncul, apalagi menjelang HUT ke-80 RI. Menurutnya, peringatan ini seharusnya dihadiri MRP, akademisi, DPRD, dan pemangku kepentingan lainnya untuk membahas hal-hal yang bermanfaat bagi keberlangsungan masyarakat adat.

“Hadirkan pihak-pihak yang relevan untuk membahas nasib masyarakat adat. Jangan manfaatkan acara untuk isu yang memecah-belah. Apalagi ormas itu anggotanya bisa dihitung jari,” kata Gregorius.

Gregorius menegaskan bahwa masyarakat Mimika mengetahui mana Lemasko yang sah secara hukum. Ia meminta masyarakat Kamoro tidak terpancing isu yang dibuat oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Lemasko.

Tokoh Pemuda Kamoro, Konradus Okarnapoka, menolak rencana Musdat oleh pihak yang mencatut nama Lemasko tahun ini. Sementara itu, tokoh intelektual Yohanis Mamiri menilai acara peringatan yang digelar oknum-oknum tersebut tidak sesuai undangan resmi dan dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir orang.

Keduanya sepakat bahwa lembaga lain, termasuk LSM dan akademisi, tidak boleh mengintervensi Lemasko. Menurut mereka, jika ada pihak yang ingin menata dan mendata wilayah adat Kamoro dan Amungme, harus berkoordinasi langsung dengan Lemasko dan Lemasa.

“Lemasko punya tatanan sendiri, jadi jangan diintervensi,” tegas Yohanis.

Penulis: Acik

Editor: Sianturi