SALAM PAPUA (TIMIKA) – Katedral Tiga Raja, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, menggelar Misa Penutupan Tahun 2025, Rabu (31/12/2025). Misa dipimpin langsung oleh Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA, didampingi Pastor Amandus Rahadat, Pr dan Pastor Rinto Dumatubun, Pr.

Dalam homilinya, Uskup Bernardus menyampaikan bahwa malam tersebut merupakan malam terakhir di tahun 2025, sekaligus momentum refleksi atas perjalanan waktu yang telah dilalui manusia.

Ia menjelaskan, waktu merupakan rangkaian akumulatif mulai dari tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit hingga detik. Detik, menurutnya, adalah titik nol yang membawa manusia pada kesadaran akan keterbatasan di hadapan keabadian.

Mengutip pemikiran Santo Agustinus, Uskup Bernardus menegaskan bahwa waktu tidak terpisah dari sejarah hidup manusia. Waktu adalah ruang di mana manusia mengukir sejarah—baik sejarah kebaikan maupun keburukan.

“Bagi Santo Agustinus, waktu adalah hari ini, hari ini, dan hari ini. Jika hari ini telah berlalu, maka yang tertinggal adalah memorial atau sejarah. Sementara hari esok adalah harapan, karena tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi,” ujarnya.

Meski masa depan tidak dapat dipastikan, Uskup Bernardus mengingatkan bahwa tahun 2025 telah dipenuhi berbagai peristiwa yang menjadi kenangan dan pelajaran hidup bagi setiap orang.

Ia melanjutkan, menurut Santo Agustinus, waktu adalah sarana untuk mengantisipasi, memahami, dan menginterpretasi fenomena hidup, sekaligus memberi makna pada setiap peristiwa. Waktu juga menjadi ruang kontemplasi dan refleksi agar manusia dapat menemukan makna sosial, psikologis, biologis, dan religius dari pengalaman hidupnya.

“Setiap orang memiliki memori dan kenangan masing-masing, baik yang manis maupun yang menyedihkan. Itulah memorial kehidupan yang harus kita sikapi dengan bijaksana,” tuturnya.

Pandangan tersebut, lanjut Uskup Bernardus, sejalan dengan pemikiran filsuf asal Republik Ceko, Edmund Husserl, yang menegaskan bahwa makna sejarah tidak perlu dicari di luar diri manusia. Sejarah dan waktu hidup di dalam jiwa manusia yang bersatu dengan Sang Pencipta.

“Sang Pencipta masuk ke dalam ruang dan waktu sejarah manusia, berbelarasa dengan manusia, dan membawa manusia menuju kekekalan dalam terang-Nya menuju kebahagiaan sejati,” ungkapnya.

Di hadapan ratusan umat yang hadir, Uskup Bernardus menegaskan bahwa Allah rela turun ke dalam ruang kehidupan manusia agar manusia mampu menghadirkan karya-karya hidup yang selaras dengan rencana Tuhan, yakni membangun Kerajaan Allah—kerajaan damai, kebaikan, dan keselamatan, bukan kerajaan kejahatan, perpecahan, dan kehancuran.

Ia berpesan, jika di tahun 2025 masih terdapat rencana yang belum tercapai atau karya yang belum sempurna, maka tahun 2026 harus menjadi kesempatan untuk melanjutkan dan menyempurnakannya, baik dalam kehidupan keluarga maupun di seluruh Tanah Papua.

Menutup homilinya, Uskup Bernardus mengajak umat menjadikan segala kekurangan dan kegagalan di tahun 2025 sebagai bahan refleksi dan pertobatan, agar dapat kembali berjalan di jalan Tuhan.

“Kalau di tahun lalu memori kita belum sempurna, mari kita sempurnakan di tahun ini. Apa yang kurang di masa lalu jadikan refleksi untuk diperbaharui. Mari kita lakukan karya-karya kebaikan di tahun 2026,” pesannya.

Penulis: Acik

Editor: Sianturi