SALAM PAPUA (TIMIKA) – Fenomena pelaksanaan wisuda bagi anak TK, SD, SMP dan SMA di Mimika jadi sorotan bagi sebagian orang tua yang mengaku terbebani.

Bagaimana tidak, tradisi yang dulu hanya berupa acara perpisahan tingkat sekolah dasar dan menengah tersebut kini berubah layaknya gaya kelulusan bagi para Sarjana tingkat Perguruan Tinggi. Beban keuangan masing-masing orang tua pun bertambah dengan biaya menjahit pakaian wisuda, cinderamata akhir bagi guru-guru, tukar kado di antara anak-anak serta biaya salon kecantikan.

“Kita heran saja. Kenapa anak SD harus wisuda? Padahal kita tahu yang wisuda itu untuk dunia Perguruan Tinggi saja,” ungkap seorang ibu rumah tangga yang mengaku anaknya telah diwisuda di salah satu SD di Timika.

IRT yang tidak ingin namanya dipublish ini mengaku bahwa pertemuan awal di sekolah anaknya tersebut disepakati hanya dilakukan acara syukuran dan pelepasan. Namun pertemuan berikutnya dari panitia mulai mengubah konsep yaitu diwisudakan. Konsep tersebut sempat ditolak tapi lantaran lebih banyak orang tua yang setuju, maka panitia pun memutuskan untuk menetapkan acara perpisahan menjadi acara wisuda.

“Waktu pertemuan pertama ditentukan untuk acara perpisahan saja, sehingga kami sebagai orang tua diharapkan berpartisipasi untuk biaya konsumsi saja. Kemudian diinformasikan lagi bahwa konsepnya jadi wisuda dan harus sewa gedung. Memang lebih banyak orang tua yang setuju, tapi saya dan beberapa orang tua lainnya menolak, karena kita harus keluarkan banyak uang,” ujarnya.

Hal serupa juga disampaikan IRT lainnya di Timika. IRT yang anaknya tersebut merupakan lulusan  dari salah satu SMP Negeri ini mengaku kecewa atas putusan guru-guru yang menggelar acara perpisahan menjadi acara wisuda.

Parahnya, selain putrinya yang lulus SMP, salah satu anak laki-lakinya juga lulus SMK. Beban keuangan yang dikeluarkan untuk menggelar acara wisuda bagi kedua anaknya tersebut sangat besar. Untuk anak perempuannya yang lulus SMP harus mengenakan pakaian adat dilapisi pakaian wisuda sehingga harus membayar salon kecantikan.

“Dari dulu kita hanya beberapa sekolah swasta saja yang konsepnya wisuda, tapi sekarang ini sekolah negeri mulai ikut-ikutan. Konsep itu sangat tidak berpihak ke orang tua siswa. Anak saya yang perempuan harus ke salon karena konsepnya wisuda. Kita tahu saja kalau orang wisuda itu sama dengan rias pengantin. Kalau anak laki-laki harus pakai jas dan dasi. Itukan tambahan beban biaya untuk setiap orang tua. Kamai mohon media bisa suarakan keluhan kami ini,” tegasnya.

Ibu empat orang anak yang mengaku suaminya sebagai guru honor ini berharap agar Pemkab Mimika melalui Dinas Pendidikan untuk mengevaluasi tradisi setiap sekolah yang membebani orang tua murid.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Dinas Pendidikan Mimika, Fransiskus Bokeyau mengatakan bahwa tidak ada regulasi khusus bagi sekolah-sekolah untuk menggelar acara wisuda.

Menurut dia, pelaksanaan wisuda hanyalah pola yang dibangun atas kesepakatan antara orang tua dan pihak sekolah.

Meski wisuda dinilai sebagai motivasi guna menghargai jerih payah selama menjalankan pendidikan, namun tidak diwajibkan. Untuk acara penamatan atau perpisahan itu harus dilakukan sebagai pergeseran dari usia bermain ke usia belajar bagi anak TK. Sedangkan bagi tingkat SD, SMP, SMA/SMK itu sebagai perpisahan antara guru-guru dan murid yang lulus serta antar adik tingkat bersama Kakak tingkat yang lulus.

“Yang jelas tidak ada regulasi khusus yang mengharuskan sekolah-sekolah TK, SD, SMP dan SMA/SMK itu lakukan wisuda. Intinya itu tidak ada perintah Dinas bahwa harus wisuda. Yang boleh atau bisa dilakukan itu acara pelepasan atau penamatan saja dan itu digelar di lingkungan sekolah saja,” ungkap Fransiskus saat dihubungi salampapua.com, Senin (19/6/2023).

Disampaikan juga tradisi wisuda yang sebelumnya hanya berlaku pada sekolah swasta tertentu saat ini mulai diikuti beberapa sekolah negeri. Padahal wisuda harusnya hanya digelar untuk kelulusan  orang yang menyandang gelar kesarjanaan pada Perguruan Tinggi.

“Memang selama ini sudah ada sekolah negeri juga yang lakukan wisuda, tapi kita akan evaluasi supaya konsep itu diubah. Yang jelas dari Dinas tidak mengharuskan itu, karena itu tradisi akhir di Perguruan Tinggi,” ujarnya.

Untuk diketahui, pelaksanaan wisuda TK, SD, SMP, SMA dan SMK ini juga marak dikeluhkan oleh masyarakat di daerah lainnya se-Indonesia. Masyarakat mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim untuk menghentikan tradisi baru di dunia pendidikan tersebut.

Wartawan : Acik

Editor : Jimmy