SALAM PAPUA (TIMIKA) – Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA) mulai melakukan pemerataan dan penataan tapal batas seluruh tanah milik orang suku Amungme dan suku lainnya di Kabupaten Mimika.

Mandatori Lemasa Menuel Jhon Magal mengungkapkan bahwa pemataan dan penataan tanah milik suku Amungme ini sebagai program pertama yang dijalankan LEMASA setelah pelaksanaan musyawarah adat (Musdat) pada Januari 2023, dimana pemetaan pertama, Jumat (5/8/2023), untuk menata tapal batas antara masyarakat suku Dani dan Amungme agar tidak terjadi konflik.

“Selama hampir mendekati 30 tahun suku Amungme tidak pernah mengidentifikasi tanah dan tidak pernah melakukan pemetaan. Karena itu, dengan adanya pengurus LEMASA, maka akan mengidentifikasi tanah-tanah yang ada supaya bisa mengetahui berapa luasan wilayah yang dimiliki orang Amungme. Ini merupakan program pertama setelah LEMASA lakukan Musdat," ujarnya saat berada di Jalan Poros SP 5 Timika.

Disampaikan, pemetaan tanah suku Amungme ini tidak bermaksud mengusik suku lain termasuk masyarakat pendatang. LEMASA tetap menghormati setiap pemilik tanah di Mimika dan pemetaan tanah ini dilakukan secara elegan dan persuasif.

"Lemasa tidak bertindak sendirian untuk program ini, tapi tetap menggandeng pemerintah dan tidak menggangu kepentingan lainnya," tuturnya.

Adapun pernyataan sikap LEMASA atas tanah adat di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, bahwa suku Amungme memandang "Tanah adalah Mama". Tanah Amungsa merupakan titipan leluhur kepada Amungme secara turun termurun. Masyarakat Amungeme  memiliki kedaulatan adat atas tanah, kekayaan alam, serta segala yang bernafas dan tidak bernafas baik yang ada di udara maupun di bumi dan di dalam bumi, di mana hak kedaulatan tersebut kita kenal dengan sebutan "Amungun".

Tanah termasuk hak milik Amungme yang berada dalam wilayah kedaulatan adat suku Amungme yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun. Tanah Amungsa, Amungme maknai sebagai Mama Amung-in yang selalu menyediakan segala kebutuhan hidup sehari-hari bagi anak-anaknya.

Adapun makna tanah di pandangan Amungme sebagai berikut:

Amungme memandang bahwa tanah-tanah di bawah kedaulatan wilayah adat "Amungun" adalah Mama kandungannya. Setia menjaga Mama dan tidak diperjualbelikan Mama kepada orang asing maupun sesama suku bangsa Amungme. Setia menjaga dan memelihara tanah air titipan leluhur sebagai sumber kehidupan masyarakat adat suku Amungme. Setia menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya Amungme, warisan leluhur, dan titipan bagi anak-cucu. Sikap hidup yang luhur, perilaku yang arif, mempertahankan identitas budaya yang kokoh, hukum adat, kelembagaan adat yang kuat, wilayah adat dan segala yang bersifat lestari maupun tidak lestari.

Adapun hak-hak kami dijamin oleh UUD 1945 Pasal 18B Ayat 2, Pasal 281 Ayat 3, UU Otsus Jilid 1 dan 2, Deklarasi PBB tentang Masyarakat Adat, Peraturan Menteri Agraria dan Transmigrasi No. 5 Tahun 1999, tentang Hak Ulayat dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.

Oleh karena itu, LEMASA sebagai Pemerintahan adat yang berbentuk Konfederasi 13 wilayah adat, dan 1 wilayah diaspora, menyatakan sikap sebagai berikut:

Tanah di seluruh wilayah Kabupaten Mimika yang berada dalam kedaulatan adat suku Amungme sepenuhnya milik Amungme dan tidak dapat diintervensi, diterobos serta dirampas oleh siapapun. UU Otsus No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Jo No. 2 Tahun 2021 tentang Otsus Jilid 2 merupakan kebijakan negara dalam rangka mengembalikan hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP). Karena itu negara wajib mengembalikan hak-hak kami, salah satunya tanah-tanah adat kami harus diakui dan dikembalikan kepada masyarakat adat.  Masyarakat adat Amungme adalah tuan tanah (land lord) negeri Amungsa dan dilindungi oleh LEMASA, maka dalam kasus tanah-tanah di Timika, Amungme tidak boleh diadili di Pengadilan Negeri.

Berikutnya, sertifikat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Fak-Fak tidak diberlakukan sebab hanya mengeluarkan sertifikat untuk merampas hak-hak masyarakat adat Amungme dan Kamoro di Kabupaten Mimika. Surat pelepasan tanah dan hak garapan yang dikeluarkan oleh Badan Pemerintah Kabupaten Mimika ditarik oleh LEMASA, karena LEMASA merupakan Pemerintahan adat yang sah dan sebagai pemilik tanah lebih relevan mengeluarkan surat-surat tersebut.

Berdasarkan keputusan Musyawarah Adat (Musdat) III tahun 2023, tanah-tanah di Timika yang menjadi bagian dari tanah adat Amungme akan berlakukan hak Pakai dan Hak Sewa serta suku Amungme tidak boleh jual-belikan tanah.

Berikut berita acara penanaman patok batas tanah antara suku Amungme dan suku Dani dengan nomor surat 001/DIR-LEMASA/TMK/VIII/2023 yang ditandatangani Direktur Utama LEMASA, Fransiskus Pinimet bersama Kepala Suku Hak Ulayat Kamoro, Alowisius Paratowan bahwa pada hari ini Jumat tanggal 04 Agustus 2023, bertempat di Kediaman Bapak Agustinus Anggaibak, beralamat di Jl. Poros SP V, Desa Ninabun, Kelurahan Timika Jaya, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, telah melakukan penanaman Patok Pembatas Tanah antara Masyarakat Amungme dan Dani dengan batas-batas sebagai berikut: 

Batas dari Jalan yang dibangun oleh Bapak Agustinus Anggaibak di Jl Poros SP V, menuju Selatan hingga kali Selamat Datang adalah batas tanah suku Amungme dengan suku Dani.

Dari batas tanah tersebut di sebelah Timur hingga JI. Hassanuddin di Kelola oleh masyarakat Dani dan sebelah dari jalan tersebut hingga SP VI di Kelola oleh masyarakat Amungme.

Penanaman Patok ini menjadi dasar kedua belah pihak mengelola tanah dan tidak saling dilanggar dengan alasan apapun.

Pantauan salampapua.com, penanaman tapal batas ini sekaligus mendirikan papan nama tanah bertuliskan “Tanah Ini Adalah Tanah Adat Amungme” dengan slogan “Tanah Adalah Mama Kita”.

Wartawan : Acik

Editor : Jimmy