SALAM PAPUA (TIMIKA) - Lantaran tidak ada Bus Sekolah
dan tidak memiliki biaya angkot, puluhan pelajar SMP dan SMK di Distrik Mimika
Timur, Kabupaten Mimika, terpaksa memohon tumpangan truk atau pickup saat
pulang sekolah.
Pantauan salampapua.com, sekira jam 12.30 WIT, Jumat (15/3/2024),
puluhan pelajar yang berdomisili di Kampung Cenderawasih dan Poumako ini
berkumpul di pinggir jalan, tepatnya di depan Koramil Mapurjaya. Masih dengan
kaos olahraga sekolah, mereka berteduh di bawah pohon menghindari panasnya
terik matahari. Sesekali dengan kompak
mereka berdiri dan berteriak meminta tolong kepada setiap truk yang melintas
dari arah kota Timika ke arah Pelabuhan Poumako.
"Om tolong, kami numpang ke kampung cenderawasih,"
teriakan mereka kompak dengan harapan agar satu dari sekian banyak truk yang
melintas bisa mengizinkan mereka menumpang hingga ke Kampung Cenderawasih.
Adapun lima hingga sepuluh truk dan pickup yang melintas, namun
seolah acuh dengan teriakan mereka. Tanpa lelah secara bergantian mereka
berdiri melambaikan tangan ke semua truk dan pickup yang melintas hingga
akhirnya menjelang sore hari, satu unit pickup berhenti dan mengizinkan mereka menumpang
ke kampung Cenderawasih.
"Da... terima kasih yah. Kami duluan, sampai ketemu
besok," teriakan anak-anak perempuan itu sembari melambaikan tangan saat
telah berada di atas mobil pickup dan pergi meninggalkan teman-temannya yang
laki-laki.
Meski saat menunggu tumpangan, puluhan pelajar nakal ini
terkadang saling ejek (Bullying) di antara satu dengan yang lainnya, bahkan
saling kejar-kejaran, tapi saat pickup berhenti, mereka saling menghargai dan
mengutamakan teman-teman mereka yang perempuan, sedangkan yang laki-laki
bersabar beberapa menit hingga kemudian datang satu truk berhenti dan
memperbolehkan mereka menumpang.
Satu dari puluhan pelajar ini bernama William Yakiwur, yang
duduk di kelas 3 SMP Negeri 1 Mimika Timur ini mengaku setiap hari ia dan
teman-temannya selalu menunggu truk dan pickup saat berangkat ataupun saat
pulang sekolah.
"Bukan hanya kami, tapi ada juga kakak-kakak dari SMKN
2 yang ikut menunggu truk. Karena ini hari Jumat, makanya kami pulang jam 10.00
WIT. Memang banyak truk yang melintas, tapi tunggu yang ikhlas itu yang
susah," ungkap remaja yang bercita-cita menjadi anggota Polisi ini.
Anak ketujuh dari delapan bersaudara ini mengatakan bahwa ia
dan teman-temannya sengaja menunggu truk lantaran tidak ada uang Rp 5000 untuk
biaya angkot.
"Kadang kami juga yang salah, karena uang yang harusnya
bayar angkot, kami pakai untuk jajan. Tapi lebih sering karena memang orang tua
kami tidak kasih uang sama sekali. Sewa angkot dari kampung Cenderawasih Rp
5000 dan untuk teman yang tinggal di kampung Poumako itu sewa angkotnya Rp
15.000," ujarnya polos.
William berharap Pemkab Mimika dapat menyediakan bus sekolah
khusus pelayanan di wilayah Distrik Mimika Timur.
"Mapurjaya ini pusat sekolah untuk di wilayah Mimika
Timur tapi kampung-kampung semuanya jauh. Memang kalau ada sepeda motor hanya
30 menit saja dari Cenderawasih ke Mapurjaya, tapi tidak mungkin juga mau jalan
kaki," katanya.
Sementara Aparat Kampung Kaugapu, Theodorus Atapea mengaku anak-anak
sekolah yang terpaksa menumpang truk itu telah terjadi selama bertahun-tahun,
akibatnya banyak anak-anak yang kerap terlambat, bahkan sama sekali tidak
datang sekolah.
Menurut dia, di Mimika Timur bukan hanya anak sekolah yang
kesulitan transportasi, masyarakat umum juga mengalami hal yang sama.
"Memang ada angkot, tetapi yang diutamakan ialah
penumpang dengan sistem pakai dan sewa mahal, makanya mereka tidak mau angkut
anak sekolah. Anak-anak itu terpaksa memohon-mohon seperti pengemis ke setiap
sopir truk yang melintas," tuturnya.
Theodorus mengaku saat pelaksanaan musyawarah rencana
pembangunan (Musrenbang) kampung dan Distrik, persoalan ini telah diusulkan
hampir setiap tahun, namun hingga saat ini tidak terjawab.
Penulis: Acik
Editor: Jimmy