SALAM PAPUA (TIMIKA) - Honai Pengusaha Adat Amungme
Kamoro (Hapak) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) bersama seluruh kontraktor
Orang Asli Papua (OAP) di Kabupaten Mimika, yang dilaksanakan di ruang Rapat
Hotel Grand Tembaga, Selasa (14/1/2025) malam.
Ada beberapa hal yang dihasilkan dalam pembahasan Rakor,
terkait pembangunan pabrik semen dan keramik yang berbahan dasar pasir tailing,
sehingga kontraktor lokal membuat pernyataan sikap sebagai berikut:
Pertama, Menolak Rencana Pembangunan Pabrik Keramik dan
Semen Berbahan Baku Tailing yang akan dilaksanakan oleh PT Honay Ajkwa Lorentz
dan PT Tambang Mineral Papua yang menggunakan tailing PT Freeport Indonesia.
Kedua, Mengutamakan Keterlibatan Masyarakat Lokal dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Kontraktor Lokal menuntut agar setiap proyek yang
melibatkan pengelolaan SDA di wilayah Mimika harus melibatkan masyarakat sebab
masyarakat Adat sudah cukup mampu.
Ketiga, Pentingnya Pengelolaan Lingkungan yang
Berkelanjutan. Kontraktor Lokal menegaskan bahwa setiap kegiatan industri yang
berpotensi mencemari lingkungan, seperti pengelolaan tailing, harus dilakukan
dengan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan. Kami menolak segala bentuk
aktivitas yang dapat merusak lingkungan hidup, merusak ekosistem, dan mengancam
kesehatan masyarakat, terutama di sekitar daerah yang menjadi tempat tinggal
masyarakat adat.
Keempat, Transparansi, Akuntabilitas, dan Pengawasan yang
Ketat. Kami menuntut agar seluruh proses pembangunan dan operasional pabrik ini
dilakukan secara transparan, dengan melibatkan pengawasan independen yang
melibatkan masyarakat Adat, Lembaga lingkungan, serta pihak berwenang yang
bertanggung jawab dan pengawasan yang ketat harus dilakukan, untuk memastikan
bahwa limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan dan merugikan
masyarakat sekitar.
Dan kelima, Penegakan Hak-Hak Masyarakat Adat. Kami
mengingatkan semua pihak bahwa hak-hak masyarakat adat Amungme dan Kamoro harus
dihormati dan dilindungi, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, serta konvensi internasional mengenai hak-hak masyarakat adat.
Ketua Hapak, Oteanus Hagabal mengatakan, usai Rakor yang
telah dilaksanakan, selanjutnya Hapak akan membentuk tim kerja, namun inti dari
pertemuan ini, adalah Hapak dan Pengusaha OAP, menolak berdirinya pabrik semen
dan keramik di Mimika.
“Tim kerja akan Hapak bentuk bersama pengusaha OAP Mimika,
dan kami akan mengawal semua pernyataan sikap yang telah kita sepakati bersama.
Mulai dari Pemerintah Provinsi hingga ke pusat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Kerja Penolakan Pembangunan Pabrik,
Temius Kum, STh menjelaskan, dari Rakor ini menghasilkan tiga poin penting. Yang
pertama peserta Rakor menyetujui semua pernyataan sikap terutama menolak adanya
pembangunan semen dan keramik di Timika.
Kedua, peserta sepakat membentuk tim kerja dan poin ketiga,
peserta Rakor sepakat akan membawa hal ini ke DPRD Mimika, provinsi hingga DPR
RI, sehingga nantinya dapat memfaslitasi pengusaha OAP untuk melakukan
pertemuan bersama para stakholder untuk menindaklanjuti hal tersebut.
“Kami percaya bahwa setiap kebijakan atau kegiatan yang
melibatkan SDA di wilayah adat kami, harus melibatkan masyarakat setempat dan
mempertimbangkan kepentingan serta kesejahteraan masyarakat adat. Dalam hal
ini, kami menilai bahwa rencana ini tidak hanya berpotensi merusak lingkungan,
tetapi juga bertentangan dengan hak-hak masyarakat adat,” tegasnya.
Perlu diketahui untuk pegusahan OAP Mimika terdiri dalam, CV
Cartenz Abadi Jaya, Asosiasi APL, Asosiasi Pengusaha Kamoro (APK), CV Tipuka
Basudara, Pemuda Saireri, PYCH, CV Maimaro Mares, CV Insos Kamoro, YPKG, CV
Anjas Mitra Persada, SC Baruki, CV Orcet Labura, CV Papua Harapan, dan OKIA
serta keteribatan, Lemasa dan Lemasko.
Penulis: Evita
Editor: Sianturi