SALAM PAPUA (TIMIKA)- Raja Ampat, yang terletak di ujung barat laut Papua, Indonesia, memiliki sejarah yang kaya dan menarik. Nama "Raja Ampat" berasal dari legenda lokal tentang empat raja yang muncul dari telur dan memerintah empat pulau utama: Waigeo, Salawati, Misool, dan Batanta. Legenda ini mencerminkan struktur sosial dan politik masyarakat adat setempat.

Secara administratif, Kabupaten Raja Ampat dibentuk pada 3 Mei 2002 melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong. Pemerintahan kabupaten ini mulai efektif pada 9 Mei 2003 dengan pusat pemerintahan di Waisai, Distrik Waigeo Selatan. Kabupaten ini terdiri dari 610 pulau, dengan hanya 35 pulau yang berpenghuni, dan memiliki luas wilayah sekitar 67.379,60 km², yang mencakup daratan seluas 7.559,60 km² dan lautan seluas 59.820,00 km².

Raja Ampat terus mendapatkan pengakuan global atas keindahan alam dan keberhasilan konservasinya. National Geographic memasukkan Raja Ampat dalam daftar "25 Tempat Terbaik yang Harus Dikunjungi 2025", menyoroti keanekaragaman hayati lautnya yang luar biasa, termasuk sekitar 500 jenis karang dan lebih dari 1.000 spesies ikan karang.

Selain itu, The New York Times juga menobatkan Raja Ampat sebagai salah satu destinasi wajib dikunjungi pada tahun 2025 dalam daftar "52 Places to Go in 2025". Media tersebut menyoroti ekosistem laut yang kaya dan upaya konservasi yang berhasil meningkatkan populasi ikan pari manta karang.

Meskipun mendapatkan pengakuan internasional, Raja Ampat menghadapi tantangan serius terkait eksploitasi sumber daya alam. Belakangan ini, muncul kekhawatiran mengenai aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut, yang memicu gerakan #SaveRajaAmpat di media sosial. Sebagai respons, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menutup sementara operasional tambang nikel di Raja Ampat untuk mengevaluasi dampaknya terhadap lingkungan.

Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti dugaan korupsi dan pungutan liar yang merugikan pendapatan asli daerah (PAD) Raja Ampat. Langkah ini bertujuan untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam yang transparan dan berkelanjutan.

Akses ke Raja Ampat semakin mudah dengan adanya penerbangan langsung dari Bali ke Sorong, yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan laut ke Waisai. Penginapan berbasis komunitas, seperti homestay yang dikelola oleh Asosiasi Homestay Raja Ampat, menawarkan pengalaman autentik bagi wisatawan sekaligus mendukung ekonomi lokal.

Raja Ampat adalah permata Indonesia yang memadukan keindahan alam, kekayaan budaya, dan tantangan konservasi. Dengan pengakuan internasional dan upaya pelestarian yang berkelanjutan, Raja Ampat memiliki potensi besar untuk menjadi contoh sukses dalam pengelolaan destinasi wisata berbasis komunitas dan lingkungan. (Dari berbagai sumber)

Editor: Sianturi