SALAM PAPUA (TIMIKA) – Menekuni bakat di bidang
olahraga seperti sepak bola hingga menjadi pemain profesional sembari tetap
konsisten menjalani proses pendidikan hingga ke tingkat Perguruan Tinggi sampai
menempuh gelar Sarjana bahkan Master (Magister), tentu bukan hal yang mudah.
Namun tidak menjadi kendala bagi Rudolof Yanto Basna atau
biasa dipanggil Yanto Basna, salah satu putra terbaik Papua kelahiran Sorong,
12 Maret 1995, anak dari Almarhum Ottys Basna dan Jekelina Yumame ini.
Secara eksklusif kepada salampapua.com, pemain sepak bola dengan
posisi andalannya sebagai Bek Tengah ini mengaku bahwa kecintaannya kepada
dunia sepak bola sudah ada sejak SD, tapi di saat itu orang tuanya kurang
mendukung dan memintanya untuk lebih fokus kepada proses pendidikan.
Namun pada tahun 2009, melalui program dari PSSI, empat
orang dari Papua termasuk Yanto terpilih sebagai peserta di akademi SAD
Uruguay. Di sinilah awal mulanya Yanto mengukir kiprah di dunia sepak bola.
“Saat saya terpilih dalam program SAD Uruguay, orang tua
saya, khususnya almarhum Ayah saya, menegaskan agar dapat membagi waktu, dimana
sepak bola 60 persen dan 40 persen sekolah, jadi dua-duanya harus jalan. Ayah saya
berpesan saat itu, menekuni bakat di bidang sepak bola itu baik tapi tidak mengesampingkan
hal penting lainnya yakni pendidikan,” kisahnya.
Setelah 3 tahun di Uruguay, Yanto kembali ke Indonesia dan
mengikuti seleksi Timnas U-16 bersama Evan Dimas di Sidoarjo, Jawa Timur. Bersamaan
dengan itu, dirinya mendapat beasiswa dari PSSI pimpinan Johar Arifin dan
melanjutkan pendidikan S1 bidang Ilmu Pendidikan dan Kepelatihan Olahraga di
Universitas Yogyakarta (UNY).
Namun hanya berjalan 1 semester saja, beasiswa itu terputus
dan Yanto memutuskan tetap melanjutkan studi S1-nya dan bahkan hingga ke
jenjang S2 (Magister) bidang ilmu pendidikan dan kepelatihan olahraga di kampus
yang sama dengan biaya sendiri.
“Karena memang sudah menjadi pesan orang tua, maka saya
tetap berkomitmen untuk menyelesaikan studi S1 saya. Saya diwisuda pada tahun
2020 secara online, pada masa Covid-19, dan waktu itu saya berada di Thailand
sebagai pemain di salah satu tim di sana. Kebetulan saat itu, saya meraih cum
laude untuk S1. Di tahun yang sama juga saya melanjutkan studi ke jenjang S2
dengan jurusan yang sama, di kampus yang sama dan lulus pada tahun 2023. Saat wisuda
S2 itu saya sudah di Indonesia, sehingga saya dapat mengikuti wisuda di Yogyakarta.
Semua menggunakan biaya sendiri,” tuturnya.
Yanto melanjutkan, setelah lulus S2, dia pun melanjutkan ke
jenjang S3 dengan jurusan yang sama dan juga di kampus yang sama. Karena bagi
dirinya, capaian pendidikan ini akan sangat berguna baginya suatu saat nanti.
Dan yang menjadi hal yang menarik, dari semua proses
pendidikan yang dia geluti, dia tetap menjadi pemain sepak bola profesional di
club-club terkemuka baik di tanah air bahkan di luar negeri.
“Tantangannya memang di situ, harus mampu membagi waktu,
tetap menjadi pemain sepak bola tapi tidak juga meninggalkan proses pendidikan,”
ungkapnya.
Dia mengungkapkan, semua ini bisa dicapai karena motivasi
dari orang tua dan juga hal yang tidak kalah penting adalah komitmen diri
sendiri untuk tetap berjuang menyelesaikan pendidikan sembari menekuni bakat di
dunia sepak bola. Serta tentunya tidak meninggalkan Tuhan dalam menjalani
setiap proses kehidupan.
Dia pun di tahun 2025 ini diterima sebagai Dosen PNS di
Fakultas Olahraga di Universitas Cenderawasih, Jayapura. Dan tetap menggeluti
sebagai pemain sepak bola profesional.
Kemudian yang paling menarik dan membanggakan bagi khususnya
masyarakat Kabupaten Mimika, Yanto Basna saat ini telah menjadi salah satu
punggawa di tim sepak bola kesayangan masyarakat Kabupaten Mimika, Waanal
Brothers FC (WBFC) Timika, yang akan berlaga di Liga Nusantara musim 2025-2026.
Menurut Yanto, dirinya memilih bergabung dengan WBFC Timika,
bukan karna turun kasta atau tidak ada lagi tawaran dari club-club nusantara
terbaik lainnya, tapi dia melihat WBFC Timika memiliki karakter tersendiri dan tim
manajemen yang sangat concern terhadap bakat-bakat muda asal Papua yang di bina
sejak dini sampai kemudian dapat terjun ke liga sepak bola Indonesia.
“Waktu saya masih di Thailand, kalau libur saya beberapa
kali pulang ke Papua, dan memotivasi kepada adik-adik Papua agar memiliki cita-cita
dan mimpi yang tinggi. Kemudian kenal dengan abang-abang yang empat bersaudara
(Four Brothers, Red) ini, saya melihat mereka punya komitmen dan saya
angkat jempol untuk mereka. Saya sudah keliling bermain bola di beberapa
tempat, namun saya baru melihat mereka (Four Brothers, Red) memiliki
hati dan niat yang sangat baik untuk membangun generasi Papua khususnya. Kalau saya
mau berbicara jujur, ada orang-orang seperti mereka yang mau bakar uang
bertahun-tahun sekolahkan anak-anak yang bukan darah mereka, bukan keluarga
mereka, tapi mereka mau sekolahkan, tinggal, makan, minum, biayai pendidikan
sampai kuliah, hanya “orang gila” yang bisa lakukan itu. Jadi saya sebenarnya
ada tawaran juga dari tim-tim lain, tapi saya memilih datang ke sini (WBFC
Timika, Red), untuk bantu tim ini, apalagi adik-adik di sini banyak
potensi, anak-anak Papua banyak di sini, jadi bagaimana kita bisa sama-sama
untuk mengangkat tim ini. Dan kalau Tuhan sayang, kita bisa ke Liga 2 tahun
depan,” tutupnya.
Penulis/Editor: Jimmy