Oleh Yeremias Isak Imbiri
SALAM PAPUA (TIMIKA)- DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai
lembaga legislatif dibentuk berdasarkan UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (2),
Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 20A. Lembaga ini memiliki tiga fungsi utama:
legislasi, anggaran, dan pengawasan, dengan masa kerja lima tahun.
Menjadi anggota DPR kini dipandang sebagai salah satu
pekerjaan primadona di Tanah Papua. Tak jarang, orang yang sebenarnya tidak
memahami tugas dan tanggung jawab wakil rakyat, termasuk para kepala suku yang
tidak pernah mengecap pendidikan formal, ikut berlomba-lomba mencalonkan diri.
Fenomena ini tidak lepas dari iming-iming fasilitas dan benefit yang mencapai
puluhan bahkan ratusan juta rupiah setiap bulan.
Kekecewaan publik atas perilaku dan kebijakan DPR kembali
mencuat lewat demonstrasi pada 25 Agustus 2025 di Kompleks DPR-MPR RI, Senayan,
Jakarta. Aksi yang awalnya berlangsung tertib berubah ricuh ketika massa dari
berbagai kalangan mendesak wakil rakyat keluar menemui mereka. Pemicu aksi
tersebut adalah kenaikan sejumlah tunjangan DPR. Gelombang protes itu bahkan
merembet ke sejumlah daerah, mulai dari Makassar hingga Papua.
Catatan Kritis terhadap Kinerja DPR/DPRD
Ada beberapa hal yang kerap menjadi sorotan publik terkait
kinerja wakil rakyat yang dianggap kurang, bahkan tidak optimal:
1. Lemahnya fungsi pengawasan. Banyak proyek pembangunan
mangkrak atau tidak sesuai spesifikasi, tetapi jarang ada tindak lanjut serius
dari DPR.
2. Proses legislasi lamban. Pembahasan rancangan peraturan
sering memakan waktu panjang dan tidak tepat sasaran, sehingga kebijakan yang
dibutuhkan masyarakat tertunda.
3. Aspirasi rakyat tidak terserap. Agenda reses seringkali
tidak menghasilkan kebijakan yang berpihak pada konstituen karena aspirasi yang
disampaikan masyarakat tidak ditindaklanjuti.
4. Kasus korupsi. Keterlibatan sejumlah anggota dewan dalam
kasus suap dan korupsi mencoreng citra lembaga ini serta menimbulkan keraguan
publik terhadap integritas wakil rakyat.
5. Kunjungan kerja tidak produktif. Perjalanan dinas, baik
dalam maupun luar negeri, sering dianggap lebih banyak menghabiskan anggaran
daripada memberikan manfaat nyata bagi negara maupun daerah.
Faktor Penyebab
Ada beberapa dugaan penyebab rendahnya kinerja DPR/DPRD:
Kurangnya kapasitas anggota dewan. Banyak anggota tidak
memiliki latar belakang yang relevan sehingga sulit memahami isu-isu kompleks.
Intervensi partai politik. Kebijakan yang diambil lebih
sering mewakili kepentingan partai dibandingkan kepentingan rakyat.
Ketergantungan pada eksekutif. Kedekatan berlebihan dengan
pemerintah membuat fungsi pengawasan tumpul.
Minimnya partisipasi publik. Tidak adanya mekanisme
pengawasan masyarakat yang efektif membuat ruang kritik dan kontrol semakin
sempit.
Penutup
Pandangan publik terhadap DPR saat ini cenderung skeptis dan kritis. Kita tentu berharap, ke depan, DPR benar-benar fokus menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, bukan sekadar menjadi “penjaga” kepentingan politik atau pribadi. Semoga! (*/)