SALAM PAPUA (TIMIKA) – Tokoh masyarakat Amungme, Sem
Bukaleng, mengingatkan agar penyelesaian persoalan tapal batas antara Kabupaten
Mimika dengan Kabupaten Dogiyai dan Deiyai harus melibatkan lembaga adat
sebagai pemangku kearifan lokal.
Menurut Sem, di Kabupaten Mimika terdapat dua lembaga adat
utama, yaitu Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) dan Lembaga
Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko). Karena itu, setiap urusan yang
menyangkut adat, budaya, lahan, dan batas wilayah wajib melibatkan kedua
lembaga tersebut.
“Saya tidak setuju kalau ada yang sebut persoalan tapal
batas itu urusan pemerintah saja. Lembaga adat yang lebih tahu titik-titik
batas, karena adat sudah terbentuk sejak nenek moyang, jauh sebelum hadirnya
pemerintah,” tegas Sem, Selasa (5/11/2025).
Ia menjelaskan, dalam proses penyelesaian tapal batas,
pemerintah seharusnya hanya berperan sebagai fasilitator, sementara lembaga
adat yang menentukan dasar adat dan sejarah kepemilikan tanah.
“Pemerintah harus libatkan lembaga adat, jangan jalan
sendiri. Lembaga adatlah yang seharusnya menanam papan nama batas, sedangkan
pemerintah cukup memfasilitasi sesuai aturan negara,” ujarnya menambahkan.
Sem menegaskan, pelibatan lembaga adat sangat penting agar
keputusan yang diambil nantinya mendapat pengakuan masyarakat adat dan tidak
menimbulkan konflik baru di kemudian hari.
Penulis: Acik
Edito: Sianturi

