SALAM PAPUA (TIMIKA) – Nasib izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) masih menjadi sebuah pertanyaan besar pasca Permendag yang mengatur Izin Ekspor yakni Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang Untuk Diekspor dan Permendag Nomor 23 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor telah ditetapkan dan diundangkan secara bersamaan pada 10 Juli 2023 serta berlaku 7 hari kerja sejak diundangkan, atau sekiranya berlaku pada tanggal 20 Juli 2023.

Pada Permendag Nomor 23 tahun 2023 diatur bahwa produk pertambangan hasil pengolahan dan/atau pemurnian, secara khusus untuk konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari atau sama dengan 15% CU hanya dapat diekspor sampai tanggal 31 Mei 2024. Sedangkan pada kedua Permendag tersebut diatur bahwa barang pertambangan, secara khusus konsentrat tembaga dengan kadar yang sama seperti disebutkan di atas, dilarang untuk diekspor mulai tanggal 1 Juni 2024.

Saat dikonfirmasi salampapua.com terkait telah diterbitkannya izin ekspor berdasarkan 2 Permendag tersebut, VP Corporate Communications PTFI, Katri Krisnati justru mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu surat izin ekspor resmi.

“Kami masih terus berdialog dengan Pemerintah dan menunggu surat izin ekspor resmi dari kementerian terkait,” ujar Katri singkat melalui pesan whatsapp, Rabu (19/7/2023).

Di samping itu, setelah 2 Permendag tersebut ditetapkan, terbit pula Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar yang ditetapkan pada 12 Juli 2023 dan diundangkan pada 14 Juli 2023, serta mulai berlaku 3 hari setelah diundangkan atau sekiranya pada 17 Juli 2023.

Dalam PMK tersebut diatur terkait tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa produk hasil pengolahan mineral logam, salah satunya adalah konsentrat tembaga, didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50% yang terdiri dari 3 tahap.

Tahap I dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 50% sampai dengan kurang dari 70% dari total pembangunan. Tahap II dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 70% sampai dengan kurang dari 90% dari total pembangunan. Tahap III dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 90% sampai dengan 100% dari total pembangunan.

Adapun dalam Lampiran F nomor 1 dan 2 pada PMK tersebut, tarif bea keluar barang ekspor untuk konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari atau sama dengan 15% CU, sejak PMK tersebut berlaku hingga tanggal 31 Desember 2023 ditetapkan Tahap I sebesar 10%, Tahap II sebesar 7,5%, dan Tahap III sebesar 5%. Sedangkan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2024 sampai 31 Mei 2024 ditetapkan Tahap I sebesar 15%, Tahap II sebesar 10%, dan Tahap III sebesar 7,5%.

Ini artinya, PTFI yang pembangunan Smelternya di Kawasan Java Integrated Industrial Estate Gresik Jawa Timur sebagai dasar diizinkannya PTFI mengekspor konsentrat tembaganya, yang saat ini telah mencapai di atas 70%, PTFI akan terkena tarif bea keluar berkisar 5% hingga 7,5% pada tahun 2023 serta 7,5% pada tahun 2024.

Tarif tersebut berubah drastis jika mengacu pada PMK sebelumnya Nomor 39/PMK.010/2022 yang telah diubah dengan PMK terbaru versi tahun 2023 seperti yang disebutkan di atas, dengan ketentuan pada Tahap III jika tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari 50% dari total pembangunan maka ditetapkan tarif bea keluar adalah 0%, sehingga PTFI akan bebas tarif bea keluar untuk ekspor konsentrat tembaganya.

Terkait adanya perubahan tarif bea keluar ini, seperti dilansir dari kontan.co.id, pihak PTFI pun mengaku masih mempelajari aturan tersebut.

“Perihal aturan bea keluar sedang kami pelajari,” ujar VP Corporate Communications PTFI, Katri Krisnati.

Wartawan/Editor: Jimmy