SALAM PAPUA (TAJUK) – Ada hal menarik saat menyaksikan penampilan Band Rock papan atas dan melegenda di Indonesia, Slank, saat berkesempatan menggelar konser musik di area bekas tambang terbuka Grasberg milik PT Freeport Indonesia (PTFI), pada ketinggian 4.285 meter di atas permukaan laut (mdpl), pada Rabu (16/8/2023).

Slank melakukan konser musik yang disebut-sebut sebagai konser musik tertinggi di Indonesia ini untuk memenuhi undangan PTFI sebagai rangkaian perayaan HUT Kemerdekaan ke-78 RI di area operasi PTFI.

Kaka Slank di sela-sela performa epic bersama grup band-nya, menyempatkan diri untuk menyampaikan terima kasihnya kepada PTFI, secara khusus kepada Presiden Direktur (Presdir) PTFI Tony Wenas, karena telah mewujudkan mimpinya mengundang Slank “manggung” di puncak Grasberg. Bahkan dirinya menyebutkan sesuatu yang spesial, dimana Slank diusianya yang ke-40 tahun pada tahun 2023 ini dapat tampil di ketinggian 4.285 meter di atas permukaan laut.

Di sini menariknya….

Saat turut menikmati lagu-lagu Slank yang ditayangkan melalui channel YouTube PTFI, sontak terkejut ketika Slank menyanyikan lagu berjudul “Orkes Sakit Hati.”

Setelah lagu tersebut, Presdir PTFI Tony Wenas pun diajak ke panggung untuk bernyanyi bersama Slank. Semakin terkejut bahkan terkesima, ternyata Tony sambil bermain keyboard dan menyanyikan lagu “We Are The Champions.”

Dan mengakhiri konsernya, Slank kemudian menyanyikan lagu berjudul “Ku tak bisa”. Akhirnya tersentak, karena di sini seakan menunjukkan klimaks pemaknaan terkandung di balik 3 lagu terakhir itu.

Walaupun pastinya, PTFI sendiri dan Slank tidak sedang “janjian” serta secara sengaja dan sadar untuk pemaknaannya, dari tiga lagu terakhir pada konser musik Slank tersebut seperti saling berhubungan secara logis dan memberi konsekuensi makna pada nasib PTFI saat ini terkait bea ekspor konsentrat Tembaganya.

Begini konsekuensi alur logisnya,

Lagu “Orkes Sakit Hati”: Jika melihat Izin Penambangan Khusus PTFI dalam kesepakatan kontrak kerja sama dengan Pemerintah Indonesia (IUPK) tahun 2018, menurut Freeport tidak ada bea ekspor baru yang diterapkan pada IUPK tersebut, dimana setelah pembangunan smelter-nya di Gresik telah mencapai lebih dari 50 persen, maka harusnya Freeport bebas bea ekspor, hal tersebut juga termaktub dalam PMK Nomor 39/PMK.010/2022. Namun aturan bea ekspor tersebut tiba-tiba direvisi dalam PMK Nomor 71/2023, yang mana Freeport harus membayar bea ekspor sebesar 7,5 persen, walaupun saat ini pembangunan Smelternya telah mencapai di atas 70 persen. Melihat fakta ini, Freeport seakan “bernyanyi”: “Semua yang kau inginkan s’lalu kuberi, kulakukan semua walau sampai mati, jangan ingkari janji… Kebebasan yang kau dapatkan, bukan jadi kamu boleh sembarangan, kamu sudah berjanji, jangan ingkari janji…”

Lagu “We Are The Champions”: Akhir-akhir ini walaupun telah mulai mengekspor konsentrat tembaganya, Freeport diketahui hendak mengejar hak hukumnya dengan mengajukan banding atas aturan baru bea ekspor melalui PMK Nomor 71/2023. Mungkin, sekali lagi mungkin, lagu ini menjadi motivasi sekaligus keyakinan kuat Freeport bahwa “We are the champions, my friends… and we’ll keep on fighting till the end…”

Lagu “Ku tak bisa”: Perjuangan tetaplah perjuangan, namun Freeport pada akhirnya seakan hendak menyampaikan: “Sabar, sabar, aku coba sabar.. sadar, sadar, seharusnya kita sadar, kau dan aku tercipta, nggak boleh terpisah… Dan tak bisa, jauh, jauh, darimu…”

Terlepas dari pemaknaan lagu-lagu di atas pada konser musik Slank yang mungkin bernuansa humoris, yang sekali lagi bukan ungkapan langsung dari PTFI, namun pada prinsipnya Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia harus sama-sama fokus pada kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Papua. Mari bersama-sama berkarya bagi kemajuan pembangunan bangsa Indonesia. Salam!

Penulis: Jimmy