SALAM PAPUA (TIMIKA) - Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cabang Kabupaten Mimika, pada Pengadilan Agama Mimika dan Pengadilan Negeri Mimika, mendukung penuh aksi solidaritas Hakim Indonesia dalam memperjuangkan kesejahteraan Hakim di Jakarta pada 7-11 Oktober 2024.

IKAHI cabang Mimika dengan semboyan “Hakim Bermartabat, Hukum Terjaga, Masyarakat Berdaya” menyampaikan beberapa pernyataan sikap, salah satunya ialah Hakim Indonesia Bertekad Mewujudkan Lembaga Peradilan Yang Independen Sebagai Pilar Utama Keadilan.

Humas Pengadilan Agama Mimika, Ahmad Zubaidi mengatakan, bahwa dengan semangat solidaritas yang tinggi, pihaknya ingin menyampaikan beberapa poin penting terkait Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia. Gerakan ini adalah perwujudan komitmen bersama seluruh hakim untuk memperjuangkan kesejahteraan, independensi, dan kehormatan lembaga peradilan di Indonesia.

“Selama bertahun-tahun, kesejahteraan hakim belum menjadi prioritas pemerintah, padahal hakim merupakan pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan di negara ini,” jelasnya, Selasa (8/10/2024).

Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan jabatan hakim menurut Ahmad, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 hingga saat ini belum pernah mengalami penyesuaian, meskipun inflasi terus berjalan setiap tahunnya. Ketidakmampuan pemerintah menyesuaikan penghasilan hakim ini, jelas merupakan langkah mundur dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan.

“Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim bisa saja rentan terhadap praktik korupsi, karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Apalagi, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim,” tuturnya.

Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP 94/2012 saat ini sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Oleh karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak.

"Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Sebagian dari kami juga akan berangkat ke Jakarta, untuk melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun,” ujarnya.

Sementara itu, para hakim yang berangkat ke Jakarta akan melakukan audiensi, aksi protes, dan silaturrahmi dengan lembaga terkait serta tokoh nasional yang peduli terhadap isu peradilan, sebagai upaya memperjuangkan perubahan nyata bagi profesi hakim dan sistem hukum Indonesia.

 “Gerakan ini bertujuan untuk menyuarakan aspirasi para hakim yang telah lama terabaikan, serta mengingatkan pemerintah bahwa tanpa jaminan kesejahteraan yang layak, penegakan hukum akan kehilangan wibawa dan keadilan yang hakiki,” ucapnya.

Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia telah menjadi denyut nadi perjuangan keadilan, akan memasuki fase kritis melalui aksi cuti bersama pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Sebuah langkah terakhir  diambil dengan tekad bulat dan keberanian tinggi oleh para hakim di seluruh penjuru negeri.

“Aksi cuti bersama ini bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa. Sejak tahun 2019, para hakim melalui organisasi profesinya telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 Tahun 2012. Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut," pungkasnya.

Meski demikian,hingga hari ini, perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah. Oleh karena itu, dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan.

Selain itu, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia ini membawa empat isu penting yang menjadi inti dari perjuangan Hakim, yakni putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2018 terhadap PP 94 Tahun 2012 merupakan sebuah langkah yang selama ini diabaikan oleh pemerintah, padahal memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan hakim. Pengesahan RUU Jabatan Hakim merupakan sebuah undang-undang yang akan menjamin kemandirian dan martabat hakim sebagai pilar utama peradilan. Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi Hakim yang menjalankan tugas negara berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan agar dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut atau ancaman. Pengesahan RUU Contempt of Court, merupakan sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan penghinaan.

Adapun tiga skema aksi cuti bersama diantaranya, pertama, hakim yang mengambil cuti lalu berangkat ke Jakarta untuk bergabung dalam barisan hakim yang melakukan aksi solidaritas. Kedua, Hakim yang mengambil cuti dan berdiam diri di rumah sebagai bentuk dukungan kepada rekan-rekannya yang berjuang di Jakarta. Ketiga, bagi hakim yang hak cuti tahunannya sudah habis, akan didorong untuk mengosongkan jadwal sidang selama tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024, namun tetap menjaga agar hak-hak masyarakat pencari keadilan tidak dirugikan.

"Yah kami di Timika juga dukung dengan aksi ini, kami ikut bersama hakim lainnya se-Indonesia," tutupnya.

Penulis: Acik

Editor: Sianturi