SALAM PAPUA (TIMIKA)- Sudah pernah mendengar tentang suku Awyu? Bagi yang belum pernah mendengar, mari simak lebih dalam mengenai suku tersebut. Suku Awyu adalah salah satu suku yang berasal dari saudara-saudara kita di Papua. Berikut beberapa informasi mengenai suku Awyu dan juga budaya-budaya yang dimiliki.

Suku Awyu yang disebut juga sebagai Awyu atau Awya adalah kelompok etnis yang mendiami daerah aliran Sungai Digul di Pesisir Papua Selatan, Indonesia. Daerah tersebut masuk dalam wilayah Kabupaten Mappi yang juga didiami oleh orang Yahraim (Yaghai) dan orang Muyu pada bagian Barat. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2017, jumlah populasi suku ini berkisar 27.300 jiwa.

Berdasarkan Joshua Project, Suku Awyu terbagi menjadi beberapa sub-suku yakni Aghu, Nohon (Awyu Tengah), Pisa (Asue), Jair, dan Awyu Selatan. Di bagian Awyu Selatan terdapat juga beberapa suku besar yaitu, Malind, Mandobo, dan Asmat. Suku Awyu termasuk dalam suku Mappi yang terbagi menjadi 2 Suku Besar yaitu Awyu Darat dan Awyu Laut.

Mata pencaharian suku ini sebagian besar adalah sebagai peramu dan pemburu. Makanan utama masyarakat Awyu adalah sagu, ikan, dan udang yang ditangkap di sungai atau rawa. Bahasa yang digunakan oleh suku Awyu merupakan Bahasa Awyu yang termasuk ke dalam rumpun Bahasa Papua yang terbagi atas 5 hingga 11 dialek, beberapa diantaranya yaitu, Asue, Pisa, Pasue, Aghu, Jair (Sungai Edera, Kia Atas, dan Kia Bawah), Yenimu (Oser), serta Siaxa (Siagha).

Suku ini memiliki adat istiadat atau budaya yang masih begitu melekat dalam kehidupan sehari-hari. Penulis mengambil 3 poin penting terkait budaya atau adat istiadat Suku Awyu untuk dibahas yaitu 1) budaya berbahasa, 2) budaya tari-tarian adat, 3) budaya mencari makan dalam kehidupan sehari-hari.

Budaya Berbahasa

Bahasa adalah salah satu sistem komunikasi yang digunakan manusia dan memiliki fungsi penting dalam kehidupan bermasyarakat sebagai sarana berkomunikasi, penanda identitas dan lainnya.

Begitu pun bagi masyarakat suku Awyu dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan Bahasa Awyu; sebagai contoh panggilan untuk ayah adalah Kiti atau Aye, panggilan untuk ibu adalah Uni, dan panggilan untuk kakek adalah Tete. Sayangnya, seiring perkembangan jaman dan teknologi, budaya berbahasa suku Awyu ini sudah mulai memudar. Selain itu, terdapat beberapa faktor eksternal maupun internal yang membuat budaya berbahasa suku Awyu memudar.


Faktor eksternal yaitu dengan adanya perkawinan campur antara suku Awyu dan suku lainnya sebagai contoh perkawinan campur suku asli Awyu dan suku Jawa, sehingga penggunaan Bahasa suku Awyu dalam kehidupan sehari-hari mulai memudar sedikit demi sedikit karena terjadi percampuran bahasa dari kedua orang tua.

Faktor internal yaitu adanya sikap acuh tak acuh dan menganggap budaya sendiri adalah hal yang biasa, sehingga mudah melupakan nilai-nilai dari budaya suku sendiri.

Tarian Adat Suku Awyu

Tarian Adat adalah tarian yang berkembang dan dilestarikan secara turun-temurun di suatu daerah tertentu khususnya daerah Awyu. Biasanya, tarian Awyu memiliki berbagai ciri khas yang menonjolkan falsafah atau nilai budaya suku Awyu.

Salah satu tarian dalam suku Awyu yaitu tarian peperangan antar suku yang memiliki nilai-nilai budaya dalam menentukan anggota terkuat dari suku Awyu. Tarian adat peperangan antar suku Awyu memiliki lagu-lagu pengiring yang menceritakan tentang kesedihan hati seseorang yang selamat dari peperangan yakni ketika ia pulang dari mencari makan di hutan dan melihat saudara-saudaranya serta penduduk seisi dusun tempat tinggalnya telah meninggal dunia akibat perang.

Hingga saat ini, tarian perang tersebut masih diwariskan turun temurun oleh suku Awyu untuk diceritakan pada anak cucu mereka kelak lewat serangkaian ritual yang diajarkan dan dipertunjukkan ketika festival budaya atau acara-acara besar lainnya.

Budaya Mencari Makan

Du dalam bahasa Awyu berarti sagu yang merupakan simbol kehidupan bagi masyarakat Papua tak terkecuali bagi masyarakat suku Awyu. Alat yang digunakan untuk proses memangkur sagu masih berupa alat tradisional seperti kapak, parang, penumbuk sagu, pelepah sagu, dan pelepah kelapa.

Pohon sagu ditebang menggunakan kapak. Setelah tumbang, batang sagu segera dibersihkan dari pelepahnya. Kemudian batang sagu disayat dan dikuliti agar mudah untuk dipangkur.

Cara memangkur batang sagu yaitu ditumbuk dengan alat kayu yang ujungnya disambung dengan besi agar lebih tajam untuk menumbuk. Batang sagu yang sudah ditumbuk akan berubah menjadi serpihan-serpihan kecil. (goodnewsfromindonesia.id)

Editor: Sianturi