SALAM PAPUA (BANGLI) – Dalam rangka mempersiapkan diri
meraih Harmony Award 2025 dari pemerintah pusat, Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) Kabupaten Mimika melakukan kunjungan studi ke Desa Penglipuran,
Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Rabu (24/06/2025).
Kunjungan ini bertujuan untuk mempelajari langsung konsep
penataan ruang, pelestarian budaya, serta penerapan nilai-nilai kebersihan dan
kerukunan yang telah menjadikan Desa Penglipuran diakui dunia sebagai salah
satu desa terbersih versi UNESCO.
Rombongan dipimpin langsung oleh Ketua FKUB Mimika, Dr.
Jeffrey C. Hutagalung, MPhil, didampingi para pengurus dan anggota, Kepala
Kantor Kementerian Agama Mimika Gabriel Rettobyaan, Sekretaris Kesbangpol
Mimika Alfasiah, serta unsur media dari Mimika.
Desa Penglipuran saat ini dihuni oleh sekitar 200 kepala
keluarga atau kurang lebih 1.000 jiwa, dan telah dikenal sebagai desa adat,
desa budaya, sekaligus desa wisata yang mampu menjaga tatanan kehidupan
masyarakatnya secara lestari.
Setibanya di lokasi, rombongan FKUB Mimika berkeliling
menyusuri area desa yang tertata rapi dan bersih, sambil menyaksikan langsung
interaksi sosial serta kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara.
“Kita sudah melihat langsung bagaimana penataan ruang, tata
kebersihan, dan harmoni sosial dijalankan di Desa Penglipuran. Tidak heran jika
desa ini mendapat pengakuan sebagai Kampung Toleransi dan Desa Terbersih. Ini
bisa menjadi contoh nyata bagi Mimika,” ujar Dr. Jeffrey.
Ia menambahkan, dalam mewujudkan kampung kerukunan di
Mimika, aspek kebersihan lingkungan tidak bisa diabaikan karena sangat erat
kaitannya dengan nilai-nilai keagamaan dan kehidupan spiritual.
“Kita sering bicara soal damai dan aman, tetapi melupakan
unsur kebersihan. Padahal, agama tidak hanya bicara relasi manusia dengan
Tuhan, tetapi juga relasi manusia dengan alam dan lingkungan. Kebersihan adalah
bagian dari iman dan harmoni,” tambahnya.
Kunjungan ini menjadi bagian penting dari refleksi dan
penyusunan strategi FKUB Mimika dalam mendukung pembangunan berbasis kerukunan,
ketertiban sosial, dan pelestarian nilai lokal menuju penilaian Harmony Award
2025.
Desa Penglipuran terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan
Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Selama ini, Desa Penglipuran dikenal
sebagai salah satu desa wisata yang terkenal di Bali dengan beberapa julukan,
seperti Desa Adat, Desa Wisata, Desa Budaya.
Menariknya, Penglipuran tak hanya mendapatkan penghargaan
sebagai desa terbersih di dunia, melainkan pernah mendapatkan penghargaan lain
seperti Kalpataru, Indonesia Sustainable Tourism Award, dan Top 100 Sustainable
Destination, demikian keterangan di situs UKM Indonesia.
Secara etimologis, nama Desa Penglipuran diambil dari kata
pengeling atau eling yang artinya ingat atau mengingat, dan kata 'pura' yang
artinya tempat/benteng/tanah leluhur. Kata penglipuran berarti 'ingat kepada
tanah leluhur/tempat asal mulanya'.
Secara geografis, Desa Penglipuran terletak di daerah
dataran tinggi yakni berada di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut.
Desa ini membentang kurang lebih 1 km dengan jalan menurun selebar 4 meter.
Desa ini memiliki batas utara yaitu Desa Adat Kayang, batas
selatan Desa Adat Cempaga, batas timur Desa Adat Kubu, dan batas barat Desa
Adat Cekeng.
Bagian utara dan barat desa terdapat hutan bambu, ladang dan
Sungai Sangsang. Di sebelah selatan terdapat kuburan dan perkebunan atau
ladang. Sementara di sebelah timur merupakan perkebunan atau ladang masyarakat
setempat.
Secara astronomis, Desa Penglipuran terletak pada 8,46
derajat Lintang Selatan dan 115,35 derajat Bujur Timur.
Menurut UNESCO, Desa Penglipuran adalah desa adat terbersih
nomor 3 di dunia. Salah satu wujud kebersihannya bisa dilihat di sepanjang
jalan yang terdapat parit saluran air di kanan kiri selebar 50 cm dengan
sanitasi yang sangat lancar.
Selain itu, desa ini juga dikenal memiliki tata ruang yang
disebut "Tri Mandala". Desa dibagi menjadi tiga wilayah yaitu Utama
Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala.
Utama Mandala sebagai wilayah suci untuk para dewa dan
peribadatan. Madya Mandala digunakan sebagai tempat tinggal para penduduk.
Sementara, Nista Mandala menjadi area khusus pemakaman penduduk.
Dikutip dari buku "Desa Swabudaya Penglipuran"
oleh Nata Citta Desa Swabudaya, Desa Penglipuran dikatakan desa adat karena
aktivitas adat dan agama yang beragam dan rutin dilaksanakan enam bulan maupun
setahun sekali.
Seperti Upacara Ngusaba Paruman, yaitu upacara khusus
masyarakat Penglipuran yang dilakukan setiap purnama kapat (hari baik untuk
bersedekah) sebagai persembahan pada Dewa Brahma dan Dewa Wisnu.
Desa Penglipuran juga memenuhi konsep atau filosofi Tri Hita
Karana. Dikutip dari penelitian Made Agus dan rekan-rekannya yang diterbitkan
oleh Indonesian Values and Character Education Journal (IVCEJ), Tri Hita Karana
adalah tiga penyebab terciptanya kebahagiaan.
Tiga penyebab tersebut adalah Parahyangan, Pawongan, dan
Palemahan. Parahyangan adalah hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan
yang Maha Esa. Pawongan adalah hubungan harmonis sesama umat manusia.
Sementara itu, Palemahan adalah hubungan harmonis antara
umat manusia dengan lingkungan alamnya.
Sebagai desa adat wisata, Penglipuran kental dengan adat dan
keseniannya. Sejumlah seni sakral dalam seni pertunjukannya adalah Tari Baris
Jojor, Tari Baris Bedil, Tari Baris Presi, Tari Seni Arja, Joged Bumbung, dan
Drama Gong.
Menariknya, ada tari adat yang relevan dengan para remaja.
Seperti Tari sekaa janger penglipuran, yaitu tarian pergaulan muda-mudi yang
lincah yang diadakan tahun 1969.
Nama 'sekaa' diambil dari nama tokoh pahlawan yang dikubur
di Desa Penglipuran, yaitu Anak Agung Anom Mudita. Tarian tersebut berfungsi
sebagai hiburan dan telah menjamur di sejumlah desa di Bali.
Ada pula karya topeng yang diciptakan untuk dinikmati
sendiri. Beberapa bentuk Topeng Barong yang ada di Desa Penglipuran di
antaranya adalah Barong Ket, Barong Macan, Topeng Sidakarya, dan Topeng
Serengeti.
Penulis/Editor: Sianturi