SALAM PAPUA (TIMIKA) – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten (DPRK) Mimika, Anton Niwilingame Alom, menyoroti maraknya konflik
agraria yang dipicu oleh penerbitan sertifikat ganda serta pengukuran tanah
yang hanya mengandalkan citra peta udara tanpa verifikasi lapangan.
“Banyak permasalahan tanah timbul karena adanya sertifikat
ganda. Ini terjadi karena pengukuran lahan hanya dilakukan melalui peta udara
dan tidak dicek langsung ke lapangan,” ujarnya, Sabtu (2/8/2025).
Anton menegaskan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN)
semestinya melibatkan tokoh dan lembaga adat, seperti Lemasa dan Lemasko, dalam
proses sertifikasi tanah. Hal ini penting agar batas wilayah adat tetap
dihormati.
“Harus ada surat pelepasan hak ulayat yang jelas dan sah,
yang mencantumkan batas wilayah utara, selatan, timur, dan barat,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar praktik monopoli dan perampasan
hak atas tanah—khususnya oleh para makelar tanah yang sering mengklaim lahan
secara sepihak—dihentikan.
Sebagai anggota DPRK dari jalur pengangkatan, Anton turut
menyinggung kawasan transmigrasi SP1 hingga SP13 yang menurutnya sejak awal
dirancang sebagai bagian dari visi menjadikan Mimika sebagai kota metropolitan.
“Kami bisa hidup berdampingan, namun perubahan demografi dan
tata ruang harus tetap menghormati sejarah pembagian wilayah oleh leluhur kami,
suku Amungme dan Kamoro,” tandasnya.
Penulis: Evita
Editor: Sianturi