SALAM PAPUA (NABIRE) – Gubernur Provinsi Papua Tengah, Meki
Frits Nawipa, membuka kegiatan peluncuran Rencana Aksi Percepatan Pembangunan
Papua (RAPPP) Tahun 2025–2029 yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas di
Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Kegiatan ini turut dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito
Karnavian didampingi Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk, para Direktur
Jenderal Kemendagri, jajaran Komite RAPPP, serta Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Prof. Dr. Ir. Rachmat Pambudy, M.S. Hadir
pula seluruh gubernur se-Tanah Papua, yakni Gubernur Papua Mathius D. Fakhiri,
Gubernur Papua Selatan Apolos Safanpo, Gubernur Papua Pegunungan John Tabo,
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, dan Gubernur Papua Barat Daya Elisa
Kambu.
Dalam sambutannya, Meki Nawipa yang juga menjabat Ketua
Asosiasi Gubernur se-Tanah Papua menyampaikan hasil perumusan bersama para
gubernur Papua yang berlangsung di Nabire pada 14–25 April 2025. Kesepakatan
tersebut menegaskan komitmen bersama untuk membawa masyarakat Papua keluar dari
kemiskinan dan ketertinggalan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Namun demikian, Nawipa secara tegas menyoroti ketidakadilan
alokasi dana Otonomi Khusus (Otsus) antara Papua dan Aceh.
“Saya sangat menyayangkan, Aceh mendapat tambahan dana Otsus
sebesar Rp10 triliun, sementara di Tanah Papua justru dikurangi.
Undang-undangnya dilemahkan dan digantikan dengan peraturan pemerintah,”
tegasnya.
Ia menegaskan bahwa pemangkasan dana Otsus akan menghambat
percepatan pembangunan, khususnya di Papua Tengah yang memiliki enam kabupaten
pegunungan dan rawan konflik.
“Kita hidup dalam situasi konflik. Bagaimana percepatan
pembangunan bisa berjalan kalau dana Otsus dipangkas? Inpres Nomor 1 Tahun 2025
perlu direview. Kalau Otsus dipotong, semua yang kita bicarakan hari ini tidak
akan berjalan,” ujarnya.
Nawipa juga menegaskan kesetiaan Papua terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), seraya meminta agar dana Otsus tidak hanya
dikembalikan, tetapi juga ditambah.
“Kita di Papua tetap setia dengan NKRI. Karena itu, jangan
dana Otsus dikurangi. Kami berharap bisa diberi kesempatan bertemu langsung
dengan Presiden untuk membicarakan hal ini,” katanya.
Pada sektor Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Nawipa
mengungkapkan bahwa berdasarkan riset Universitas Papua (UNIPA) dan data DIKTI,
Papua membutuhkan anggaran sebesar Rp9,4 triliun selama 10 tahun untuk
memberantas buta huruf dan memperbaiki sistem pendidikan.
“Freeport saja sudah menyumbang Rp94 triliun. Sepuluh persen
saja dari dana itu dikembalikan ke Papua, pendidikan bisa selesai, buta huruf
bisa diatasi,” ujarnya.
Ia secara khusus meminta agar 10 persen dana Freeport yang
diterima pemerintah pusat dialokasikan bagi sektor pendidikan di Papua.
Di bidang kesehatan, Nawipa menyoroti belum adanya rumah
sakit rujukan di provinsi-provinsi baru di Papua.
“Beberapa minggu lalu ada seorang ibu meninggal di tengah
jalan karena tidak ada rumah sakit rujukan. Negara ini besar dan kaya, masa
kita masih bicara soal orang meninggal karena tidak ada layanan kesehatan,”
katanya.
Sementara pada sektor infrastruktur, Nawipa menekankan
pentingnya pemerataan listrik dan internet hingga ke wilayah pedalaman, serta
penguatan konektivitas transportasi udara.
“Konektivitas dari Sorong sampai Jayapura, dari Nabire ke
Wamena harus diperkuat. Bandara di Sorong, Jayapura, Timika, Merauke, dan
Wamena harus diperkuat agar mobilitas orang dan barang lancar, sehingga harga
kebutuhan bisa ditekan,” jelasnya.
Sebagai penutup, Nawipa menyatakan dukungan penuh seluruh
kepala daerah Papua terhadap program nasional seperti Sekolah Garuda dan
Koperasi Merah Putih, sekaligus meminta penguatan kewenangan gubernur dalam
mengoordinasikan pemerintah kabupaten.
“Presiden satu komando, gubernur satu komando sampai ke
bawah. Kalau satu arah dan satu jalur, negara ini akan maju,” tegasnya.
Peluncuran RAPPP 2025–2029 diharapkan menjadi tonggak
percepatan pembangunan Papua. Namun, tuntutan keadilan dana Otsus serta
permintaan alokasi dana Freeport untuk pendidikan menjadi agenda strategis yang
diharapkan segera direspons oleh Pemerintah Pusat.
Sementara itu Mendagri, Tito Karnavian dalam sambutannya menanggapi
sambutan Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa mengatakan bahwa anggaran Papua
induk sebelum dimekarkan merupakan yang terbesar keenam di Indonesia sebesar Rp14
triliun lebih, di bawah Jakarta Rp80 triliun, Jawa Barat Rp 40-an triliun, Jawa
Timur Rp 40 triliun, Jawa Tengah Rp30-an triliun, Sumut.
“Papua Barat Rp8 triliun sebelum dimekarkan, dan lebih
tinggi dari kampung saya, Sumatera Selatan Rp10 triliun,” ujarnya.
Mendagri juga berharap agar kasus yang menimpa Irene Sokoy
tidak terulang dimana ibu dan anak meninggal karena penanganan yang terlambat.
“Ini bukan menyalahkan rumah sakit yang tidak bagus tapi kenapa
dia tidak bagus padahal uang banyak. Ini soal tata kelola, bukan salah
pemerintah pusat terus mau dibangunkan rumah sakit. Dan sesudah dibangunkan
kalau tidak dikelola dengan bagus percuma juga,” tegasnya.
Acara diakhiri dengan penyerahan dokumen RAPPP dari Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Prof. Dr. Ir. Rachmat Pambudy
kepada 6 gubernur di seluruh Tanah Papua dan ditandai dengan penabuhan tifa
secara serentak dan foto bersama.
Penulis: Elias Douw
Editor: Sianturi

