SALAM PAPUA (TIMIKA) – Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika melalui Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular (P2M), Kamaludin mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pemetaan ada 15 kampung di Kabupaten Mimika dengan jumlah kasus malaria tertinggi.

Kamaludin mengatakan, kampung-kampung dengan temuan kasus malaria tertinggi tersebut berada di wilayah kota di antaranya kampung Wonosari Jaya, Kamoro Jaya, Nawaripi, Kadun Jaya, Kebun Sirih, Wanagon, Pasar Sentral, Bhintuka dan beberapa kampung lainnya. Sedangkan untuk di wilayah pedalaman ada di Kampung Manasari Distrik Mimika Timur Jauh.

“Intinya ada 15 kampung yang jumlah kasus malarianya tertinggi. Mayoritas di wilayah dalam kota,” ungkap Kamaludin, Rabu (24/5/2023).

Menurut dia, tingginya angka kasus malaria tersebut karena masyarakat makin padat di wilayah kota, tapi tidak sadar diri untuk membersihkan lingkungan. Selain itu, masih banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah saat malam hari serta banyak masyarakat yang tidak memakai kelambu saat tidur meski telah mendapat kelambu.

“Kita lihat sendiri genangan air di kota masih banyak, sehingga nyamuk pun bersarang. Semua itu kembali ke kesadaran diri atau perilaku masyarakat,” katanya.

Selain malaria, hingga saat ini masih ada temuan kasus demam berdarah (DBD), dimana sejak Januari hingga saat ini terdata sebanyak 313 kasus.

“Beberapa hari terakhir ada empat kasus yang ditemukan. Mayoritas usia produktif yang terkena DBD, yang meninggal dunia ada satu orang,” ujarnya.

Diharapkan masyarakat rutin menguras tempat penampungan air, menutup penampungan air, dan  mengubur barang bekas (3M), tidur siang juga harus tetap memakai kelambu. Untuk anak sekolah diharapkan dibekali lotion anti nyamuk, sehingga tidak digigit nyamuk DBD di lingkungan sekolah.

Untuk menekan kasus tersebut, Dinkes Mimika menggelar Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pemetaan Daerah Reseptif Malaria kepada tenaga Sanitarian dan PJ Malaria.

Kegiatan ini untuk peningkatan kapasitas tenaga sanitarian dan PJ Malaria untuk mereka dapat memetakan daerah-daerah yang rentan malaria. Tujuannya untuk menambah pengetahuan agar mengetahui proses identifikasi jentik, tipe genangan air serta intervensi yang tepat terhadap genangan yang ditemukan di wilayah kerjanya masing-masing.

“Setelah mendapat materi, peserta pelatihan juga akan praktik lapangan untuk melihat jentik, praktik membedakan jentik malaria melalui mikroskop. Ada juga praktik mengintervensi genangan air yang terindikasi berkembangbiaknya jentik nyamuk malaria ataupun tidak. Kegiatan pelatihan ini ada 60 peserta dari 26 Puskesmas dan juga dari Malcon PTFI. Pembekalan materinya selama dua hari dan berikutnya akan praktik lapangan di kampung Kamoro Jaya, Distrik Wania,” ungkap.

Melalui materi dan praktik yang dilakukan, semua Puskesmas dapat mempunyai peta terkait tempat yang berpotensi perkembangbiakan nyamuk malaria (Anopheles). Juga harus ada peta genangan-genangan yang selanjutnya bisa ditimbun ataupun disirami abate. Selanjutnya setelah dipetakan, petugas juga harus intervensi dengan menjalin kerjasama pemerintah kampung.

“Itu yang harus dilakukan tim ini supaya jentiknya habis, maka angka malaria bisa turun,” tuturnya.

Wartawan : Acik

Editor : Jimmy