SALAM PAPUA (TIMIKA)- Papua merupakan salah satu
wilayah di Nusantara yang kaya akan budaya dan warisan leluhurnya. Salah
satunya adalah tari tradisional khas Papua yang sering kali digunakan dalam
upacara adat. Tarian daerah Papua adalah salah satu aset bangsa pada bidang kesenian
di Nusantara. Apabila dibandingkan dengan tari tradisional dari daerah lainnya,
tarian daerah Papua memiliki ciri khas yang membuat tari tradisional Papua
unik.
Selain itu, tarian daerah Papua memiliki makna di baliknya
yang berkaitan erat dengan kehidupan sehar-hari dari masyarakatnya yaitu dengan
mengekspresikan emosi serta kebudayaan lokal. Tari tradisional Papua tidak
hanya tarian belaka, akan tetapi juga dapat dikatakan sebagai jati diri
masyarakat yang harus dipahami. Agar Grameds bisa ikut menghargai dan tentu
menambah wawasan mengenai tarian daerah Papua, berikut beberapa tari
tradisional Papua yang bisa Grameds pelajari.
1. Tari Soanggi
Tarian daerah Papua yang pertama ialah Tari Soanggi. Tarian
ini merupakan tarian adat yang berasal dari daerah pantai Teluk Cendrawasih,
Kabupaten Waropen, Provinsi Papua Barat. +Eksistensi awal dari tari Soanggi
tidak ditemukan secara jelas hingga sekarang, namun tari Soanggi adalah salah
satu bentuk dari ekspresi masyarakat Papua Barat yang masih kental dengan
nuansa-nuansa magis.
Tari Soanggi disebutkan berawal dari sebuah kisah seorang
suami yang ditinggal mati oleh sang istri karena diserang oleh makhluk dengan
nama anggi-anggi atau soanggi (jadi-jadian). Di Jawa, makhluk soanggi ini
disebut sebagai memedi.
Menurut kepercayaan dari warga sekitar, soanggai adalah roh
jahat yang belum mendapatkan rasa nyaman di alam baka, tempat ia seharusnya
berada. Roh jahat tersebut pada umumnya akan datang serta merasuki tubuh dari
seorang perempuan.
Lalu, apabila korbannya telah diserang, para kepala suku
akan segera mencari tahu soanggi yang telah mencelakai korban sebagai suatu
upaya dari pencegahan agar tidak muncul korban lainnya.
Kentalnya nuansa magis tersebut, lalu direalisasikan menjadi
tarian Soanggi yang kemudian dikenal sebagai pimpinan dengan senjata perisai
serta parang. Mereka akan mengenakan pakaian rumbai sebagai penutup badan
bagian bawahnya.
Tarian ini menggambarkan mengenai perang yang terjadi di
antara para penduduk yang bersenjatakan busur serta anak panah dengan seekor
soanggi. Dalam perang tersebut, soanggi dapat menjadi pihak yang memenangkan
pertarungan.
Gerakan dari tari Soanggi berfungsi untuk dapat mengusir roh
jahat yang masih terikat janji dan janjinya belum dipenuhi. Setiap gerakan dari
tarian ini dilakukan lebih menyerupai aktivitas dari seorang dukun atau
seseorang dengan kekuatan magis yang dapat menyembuhkan suatu penyakit.
Busana dari para penari Soanggi adalah pakaian tradisional
Papua Barat. Ada pula iringan dari tari Soanggi adalah menggunakan alat musik
tifa serta terompet kerang. Selain iringan dengan alat musik, tarian
tradisional juga diiringi dengan nyanyian oleh para penarinya. Tari Soanggi ini
hanyalah dipentaskan ketika ada seorang warga yang meninggal dunia, dan bukan
sebagai tari pertunjukan umum atau sebagai tari pentas seni.
2. Tari Awaijale Rilejale
Tari Awaijale Rilejale merupakan tarian daerah Papua yang
berasal dari masyarakat suku Sentani yang tinggal di sekitar daerah Distrik
Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Tarian daerah Papua satu ini
menggambarkan mengenai keindahan dari alam Danau Sentani ketika memasuki waktu
senja, ketika warga lokal pulang dari bekerja dengan menaiki perahu.
Tari Awaijale Rilejale ditarikan oleh sekelompok penari
laki-laki serta perempuan. Ketika membawakan tari Awaijale Rilejale, para
penari akan mengenakan pakaian adat yang disebut sebagai Pea Malo. Pakaian adat
tersebut terbuat dari serat pohon genemo, daun sagu, kulit kayu dan dilengkapi
pula dengan perhiasan hamboni atau kalung manik-manik.
3. Tari Sajojo
Tari Sajojo adalah salah satu tarian daerah Papua yang sudah
cukup terkenal. Tari Sajojo sering ditampilkan di berbagai kesempatan dan
acara, baik itu acara hiburan, adat maupun budaya.
Para penari Sajojo biasanya akan menampilkan tarian Sajojo
dengan diiringi oleh lagu dengan judul Sajojo. Lagu tersebut adalah lagu daerah
Papua yang menceritakan mengenai kisah dari seorang gadis yang diidolakan serta
dicintai di kampung tempat tinggalnya.
Gerakan dalam Tari Sajojo sangatlah khas serta enerjik,
sehingga tari ini menggambarkan mengenai perasaan ceria dari para penarinya.
Gerakan tersebut pada umumnya didominasi oleh gerakan kaki serta tangan yang
dimainkan sesuai dengan ritme serta irama lagu.
Tarian Sajojo pada umumnya dimulai dari kaki kiri dengan
iringan musik serta memiliki irama yang khas, menghentak dan memiliki nuansa
gembira.
4. Tari Aluyen
Tari Aluyen merupakan tarian daerah Papua yang berasal dari
daerah Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Penyebutan
istilah tari Aluyen berasal dari dua suku kata yaitu kata alu yang artinya
adalah lagu serta yen yang artinya adalah dinyanyikan.
Secara keseluruhan, tari Aluyen ini memiliki arti lagu yang
dinyanyikan. Eksistensi awal dari tari Aluyen telah ada sejak Indonesia masih
dalam masa penjajahan dan belum merdekan. Tari Aluyen adalah tari tradisional
yang umumnya dipentaskan sebagai bagian dari upacara adat yaitu ketika ada
seorang warga yang membangun rumah baru atau membuka kebun baru.
Tarian ini dapat dipentaskan pada malam atau siang hari.
Akan tetapi, apabila diadakan di dalam rumah adat, maka pertunjukannya dapat
berlangsung selama 1 atau bahkan 2 bulan lamanya.
Tari tradisional satu ini dipentaskan oleh para penari
laki-laki serta perempuan dan ada satu penari yang bertindak sebagai pimpinan.
Pemimpin dari tari Aluyen akan berdiri di depan para penari yang lain, lalu di
belakangnya diikuti oleh para penari perempuan serta laki-laki dengan dua baris
memanjang ke arah belakang.
Busana yang dikenakan oleh para penari Aluyen dinamakan
dengan kamlanan yaitu busana dari sejenis kain khas dari daerah setempat.
Hingga saat ini, ragam busana tari Aluyen serta aksesorisnya tidak banyak
berubah, baik busan penari laki-laki atau perempuan.
Aksesoris yang digunakan oleh para penari meliputi gelang
yang terbuat dari manik-manik atau li, saika atau gelang perak, medik atau
gelang yang terbuat dari jenis tali tertentu serta eme yaitu sebuah perhiasan
dari daun pandang dengan warna kuning atau merah.
5. Tari Det Pok Mbui
Tarian daerah Papua selanjutnya adalah tari Det Pok Mbui
yaitu tarian tradisional yang berasal dari tiga kecamatan di Kabupaten Merauke,
Provinsi Papua yaitu Agats, Sauwa Ema serta Pirimapun.
Kemunculan awal dari tari Det Pok Mbui telah ada sejak
Indonesia belum merdeka. Penyebutan tari tradisional yaitu Det Pok Mbui berasal
dari dua suku kata yaitu kata det yang artinya adalah topeng yang mirip setan
dan pok mbui yang artinya adalah pesta atau sebuah upacara. Maka arti kata dari
Det Pok Mbui adalah upacara topeng setan.
Tarian tradisional ini dipentaskan oleh sekelompok penari
laki-laki serta penari perempuan dan dipentaskan pada siang ataupun sore hari
setelah melakukan panen mencari sagu. Pentas tari Det Pok Mbui dilakukan selama
kurang lebih 2 hingga 4 jam.
Pada umumnya, tari Det Pok Mbui ini dipentaskan di tepi
sungai dikarenakan ada adegan menaiki perahu. Susunan dari tari Det Pok Mbui
adalah ketua adat ataupun pimpinan upacara yang berdiri di tengah arena, lalu
ketua adat tersebut memanggil para penari dengan menggunakan fu ataupun tifa
sebagai suatu penanda bahwa tarian akan segera dimulai. Para penari atau
peserta upacara adat kemudian akan berkumpul di dalam pentas.
Iringan dari tari Det Pok Mbui menggunakan alat musik berupa
tifa dan gu, sementara itu lagu pengiring yang digunakan adalah jipai so atau
setan atau roh halus, untuk gerakan dari tari ini meliputi jiwi ndil atau gerak
pinggul, a ndi atau gerak pantat dan terakhir gerak ban ndi atau gerak anggota
tubuh.
Ketika mementaskan tari Det Pok Mbui, para penari akan
menghias wajah serta tubuhnya dengan menggunakan arang serta kapur. Busana yang
dikenakan oleh para penari laki-laki adalah berupa rok yang terbuat dari bulu
burung kasuari, sementara itu para penari perempuan menggunakan busana dari rok
rumput dengan nama awer.
Aksesoris yang digunakan oleh para penari meliputi gelang
kaki, gelang tangan serta gelang lengan. Sementara itu, bagian leher para
penari akan dihiasi oleh kalung yang terbuat dari gigi anjing, taring babi
ataupun manik-manik.
6. Tari Afaitaneng
Tari Afaitaneng merupakan sebuah tarian daerah tradisional
yang berasal dari daerah di Distrik Kepulauan Ambai, Kabupaten Kepulauan Yapen,
Provinsi Papua Barat. Eksistensi dari awal tarian ini telah ada sejak Indonesia
belum merdeka, sama seperti kebanyakan dari tarian daerah Papua yang lainnya.
Tarian Afaitaneng satu ini termasuk dalam tarian tradisional yang berkaitan dengan sikap kepahlawanan. Penyebutan dari nama tari Afaitaneng berasal dari dua suku kata yaitu afai yang artinya adalah panah serta kata taneng yang artinya adalah milik. Maka secara keseluruhan, tari Afaitaneng dapat diartikan sebagai anak panah milik kami.
Pada umumnya, tari Afaitaneng dipentaskan selama satu malam
penuh ketika sore hari atau pada malam hari setelah peperangan. Tarian ini
menggambarkan mengenai kehebatan, kemenangan serta kekuatan dari rombongan
perang yang melawan musuh dengan senjata berupa busur serta panah.
Seperti kebanyak tarian daerah Papua yang lain, tari
Afaitaneng dipentaskan secara berkelompok oleh para penari laki-laki dan
perempuan dengan membentuk sebuah formasi lingkaran ataupun barisan.
Susunan dari tari Afaitaneng adalah dibagi menjadi tiga
bagian yaitu sekelompok para penari perempuan yang sedang meratapi mayat
seorang budak pada permulaan tari, sekelompok penari laki-laki yang menunjukan
kehebatannya dalam memanah di bagian kedua pementasan dan sekelompok penari
laki-laki serta perempuan yang sedang merayakan kemenangan usai menang melawan
musuh di bagian ketiga.
Busana yang dikenakan oleh para penari Afaitaneng adalah
busana tradisional yang disebut sebagai kuwai atau cawat. Busana tersebut
dihiasi oleh manik-manik serta perhiasan gelang tangan.
Para penari juga akan membawa sebuah aksesoris tambahan
berupa afai atau panah serta umbee atau parang. Ada pula iringan dari tari
Afaitaneng adalah dengan menggunakan alat musik tifa atau fikinotu, tibura atau
triton. Sementara itu, lagu pengiring yang dinyanyikan adalah nimasae.
7. Tari Aniri
Tarian daerah Papua selanjutnya adalah tari Aniri yang
berasal dari daerah Kokas, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Eksistensi
atau kemunculan awal dari tari aniri telah ada sejak zaman Indonesia belum
merdeka. Tarian Aniri ini diciptakan oleh Imayu dan memiliki sifat sakral atau
magis, sehingga tari Aniri tidak dapat ditarikan atau dipentaskan oleh
sembarang orang.
Aniri menggambarkan kisah pembebasan dari seorang anak yang
mengalami gangguan setan usai ditelantarkan oleh kedua orang tuanya yang pergi
meninggalkannya ke dusun.
Tarian ini ditarikan secara berkelompok oleh para penari
laki-laki serta perempuan dan ditarikan pada sore atau pada malam hari. Susunan
dari tari Aniri dibagi menjadi empat bagian, di antaranya adalah orang tua pada
bagian pertama, anak kecil yang tinggal sendiri di rumah sebagai bagian kedua,
setang datang ke rumah anak kecil dan anak tersebut dijadikan anaknya pada
bagian ketiga dan orang yang datang mencari sang anak pada bagian terakhir.
Usai kedua orang tua dan sang anak bertemu, akhirnya sang
anak pun berhasil terbebas dari kuasa setan. Mereka kemudian mengikuti para
pembebas. Dalam pementasan tari Aniri ini, setidaknya ada gerakan khusus yang
menjadi pembeda dari tarian adat dari Papua yang lain.
Busana yang dikenakan oleh para penari disebut sebagai tauri
serta rogoi yang terbuat dari daun sagu dan dihiasi oleh bulu burung kasuari,
cendrawasih dan kakak tua putih.
Ada pula tata rias yang bisa digunakan adalah kapur dan
tanah yang memiliki warna merah. Tarian ini umumnya menggunakan iringan alat
musik tifa dengan nyanyian pengiring lagu yang dinyanyikan berupa awito tuo. Dikarenakan
tari Aniri merupakan tari daerah Papua yang memiliki nilai magis, maka tarian
ini biasanya tidak dipentaskan sebagai tari hiburan.
Meskipun begitu, masih ada banyak tarian daerah Papua yang
kini mulai mengalami pergeseran fungsi. Dari yang dahulu berfungsi sebagai tari
pelengkap upacara adat, kemudian menjadi tari sambutan dan hiburan. Oleh sebab
itu, para wisatawan yang datang dapat menyaksikan tarian daerah Papua tersebut
tanpa perlu menunggu momen-momen khusus. Salah satu contohnya adalah tari
Sajojo yang cukup terkenal dan kini berfungsi sebagai tarian sambutan untuk
menyambut tamu yang datang ke Papua.
Demikianlah penjelasan mengenai tarian daerah Papua yang
harus Grameds pelajari untuk menambah wawasan dan tentunya ikut berperan dalam
pelestarian budaya Nusantara. (Gramedia)
Editor: Sianturi