SALAM PAPUA (OPINI) - Dalam hitungan hari,
masyarakat Mimika akan menentukan pemimpin yang diharapkan dapat membawa
perubahan positif bagi daerah ini. Namun, di balik euforia pemilihan, muncul
godaan besar yaitu uang. Pepatah sinis "Ada uang ada
suara" sering terdengar ketika politik uang menjadi senjata untuk menggaet
dukungan. Mungkin terdengar lucu, tapi apakah kita benar-benar siap dan ikhlas
menukar harga diri dan masa depan daerah kita hanya demi sejumlah rupiah?
Menerima
uang dari calon tertentu tampak menggoda dan menguntungkan sesaat, namun
kenyataannya, kita sedang menggadaikan suara, masa depan pembangunan, dan harga
diri kita sebagai masyarakat Mimika.
Politik Uang: Penghinaan terhadap
Integritas Masyarakat
Politik uang bukan sekadar transaksi, melainkan
penghinaan terhadap integritas kita sebagai masyarakat yang berhak memilih
secara bebas dan adil. Dengan menerima uang, kita tidak hanya menggadaikan
suara kita, menjual harga diri kita sebagai manusia bebas tetapi juga
menggadaikan masa depan pembangunan
daerah, kepercayaan anak cucu, dan kebanggaan kita sebagai masyarakat Mimika.
Jangan biarkan calon yang mengandalkan uang membeli mimpi kita untuk melihat
Mimika yang lebih baik.
Aturan Hukum tentang Politik Uang
Untuk mencegah praktik ini, berbagai aturan hukum
telah ditetapkan di Indonesia:
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal
73 ayat :
(1)
Calon
dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan
uang atau materi lainnya
untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih.
(2)
Calon yang
terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi
dapat dikenai sanksi
administrasi pembatalan sebagai
pasangan calon oleh KPU Provinsi
atau KPU Kabupaten/Kota.
(3)
Tim
Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dikenai sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan.
(4)
Selain Calon
atau Pasangan Calon,anggota Partai Politik, tim kampanye,
dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menjanjikan
atau memberikan uang atau
materi lainnya sebagai imbalan
kepada warga negara Indonesia baik
secara langsung ataupun tidak
langsung untuk:
a.
mempengaruhi
Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b.
menggunakan hak
pilih dengan cara
tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c.
mempengaruhi untuk
memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
(5)
Pemberian
sanksi administrasi terhadap pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 tidak menggugurkan sanksi pidana.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu: Pasal
523 ayat (1) mengatur bahwa setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye
yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung atau tidak
langsung dapat dipidana penjara hingga dua tahun dan denda hingga Rp24 juta.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun
2024 tentang Kampanye Pemilihan Umum: Pasal
66 Ayat (1) Calon, dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilihan
dan/atau pemilih
a. Selain Calon atau Pasangan Calon dan/atau Tim
Kampanye, anggota Partai Politik Peserta Pemilu, dan relawan, atau pihak lain
juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara
Indonesia baik secara langsungataupun tidak langsung untuk:
a. mempengaruhi Pemilih untuk tidak
menggunakan hak pilih;
b.menggunakan hak pilih dengan cara tertentu
sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c. mempengaruhi untuk memilih calon tertentu
atau tidak memilih calon tertentu.
Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu)
Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan
Umum: Mengatur mekanisme penanganan pelanggaran, termasuk politik uang, oleh
Bawaslu.
Contoh Kasus Politik Uang di Daerah
Lain
Praktik politik uang bukan hal baru tapi telah terjadi
di berbagai daerah diantaranya sebagai berikut:
Pertama, Lamongan, Jawa Timur (2019): Dalam razia
menjelang Pemilu, polisi menemukan uang tunai Rp1,075 miliar dan atribut partai
politik di dalam mobil. Uang tersebut diduga digunakan untuk politik uang.
Kasus ini menjadi sorotan nasional dan menunjukkan betapa seriusnya masalah
ini. (Sumber: regional.kompas.com)
Kedua, Soppeng, Sulawesi Selatan (2024): Bawaslu
Soppeng memeriksa beberapa orang terkait dugaan politik uang dalam kampanye
pasangan calon. Kasus ini masih dalam proses dan menjadi perhatian masyarakat
setempat. (Sumber: detik.com)
Dampak Negatif Politik Uang
Politik uang bukan hanya merugikan secara jangka
pendek, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang yang serius:
Pertama, Merusak Integritas Demokrasi: Pemimpin yang
terpilih melalui politik uang cenderung tidak memiliki legitimasi dan tidak
benar-benar mewakili aspirasi rakyat.
Kedua, Mendorong
Korupsi: Kandidat yang mengeluarkan biaya besar untuk membeli suara cenderung
mencari cara untuk mengembalikan modal tersebut, sering kali melalui praktik
korupsi.
Ketiga, Menghambat
Pembangunan: Pemimpin yang terpilih melalui politik uang biasanya lebih
mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya daripada pembangunan daerah.
Peran Masyarakat dalam Menolak
Politik Uang
Masyarakat Mimika memiliki peran penting dalam menjaga
integritas Pilkada. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
Pertama, Menolak Pemberian Uang atau Barang: Jangan
tergoda dengan uang atau barang dari calon atau tim sukses.
Kedua, Melaporkan Pelanggaran: Jika mengetahui adanya
praktik politik uang, laporkan kepada Bawaslu/Gakumdu.
Ketiga, Memilih Berdasarkan Integritas dan Program
Kerja: Pilihlah calon dengan rekam jejak yang baik, memiliki program kerja yang
jelas, realistis dan tentunya terukur untuk Kemashalatan bersama Masyarakat
Mimika.
Himbauan
Moral dan Kesimpulan
Menjelang Pilkada, mari kita bersama-sama menjaga
integritas demokrasi dengan menolak politik uang. Masa depan Mimika ada di
tangan kita. Dengan menolak godaan uang, kita tidak hanya mempertahankan harga
diri kita, tetapi juga memastikan Mimika memiliki pemimpin yang benar-benar
peduli dan memiliki komitmen untuk membangun daerah kita.
Sebagai masyarakat Mimika, kita adalah insan-insan
yang hidup dengan aturan hukum positif dan adat istiadat yang telah diwariskan
turun-temurun oleh leluhur. Kita diajarkan untuk hidup bermartabat, menjaga
nilai-nilai kearifan lokal, dan menghormati harga diri kita sebagai manusia
yang mulia.
Bayangkan betapa memalukannya jika nilai-nilai luhur
ini ditukar hanya dengan lembaran rupiah. Menerima politik uang berarti tunduk
pada mereka yang merendahkan harkat dan martabat kita sebagai makhluk Tuhan
yang mulia.
Jangan biarkan diri kita dibeli, jangan biarkan suara
kita diperjualbelikan. Pilihlah dengan hati yang jernih dan teguh, demi Mimika
yang bermartabat dan generasi masa depan yang bisa bangga dengan warisan kita
hari ini.
“Vox Poluli, Vox Dei”
Amolongo, Nimao Witimi, Saipa---Kiranya Tuhan
Menolong
Penulis: Blasius Narwadan, S.H