SALAM PAPUA (TIMIKA) - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Mimika menggandeng Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham), Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Kesbangpol Provinsi Papua, memberikan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang lembaga adat dan Ormas yang dilaksanakan di Hotel Horison Ultima.
Sosialisasi berlangsung selama dua hari sejak 12-13 Maret 2025, guna menyatukan dualisme kelembagaan Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) dan Lembaga Musyawarah Suku Kamoro (Lemasko).
Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Mimika, Yan Selamat Purba mengatakan, hari pertama dilakukan sosialisasi untuk Lemasa dan hari kedua sosialisasi untuk Lemasko. Tujuan dari sosialisasi ini untuk menyatuhkan dualisme kedua lembaga adat, dan mendatangkan langsung narasumber dari Kemenkumham dan juga MRP.
“Lembaga adat merupakan mitra pemerintah salah satunya dalam menentukan tapal batas wilayah maupun adat dengan menentukan sikap berdirinya lembaga hukum adat. Dengan sosialisasi ini, para lembaga adat ini bisa menentukan sikapnya siapa ketua lembaga hukum adat,” ujar Yan, Kamis (13/5/2025).
Karena pastinya sambung Yan, pemerintah sebagai pembina tetap menginginkan yang terbaik, terutama masyarakat adat, karena dengan adanya banyak versi akan membingungkan.
“Tentu saja kami berharap jangan ada banyak versi. Mengapa saya katakan itu, karena pada saat ada masalah contohnya soal masalah pembebasan tanah, masyarakat bingung mau ke lembaga yang mana,” jelasnya.
Sementara itu Ketua MRP Papua Tengah, Agustinus Anggaibak mengatakan bahwa terlalu banyak ketua akan membingungkan masyarakat. Padahal Amungme dan Kamoro itu hanya satu, namun disayangkan karena harus terpecah dalam satu honai padahal tidak boleh demikian.
Padahal semua pihak baik dari Pemkab dan PTFI dan juga masyarakat menginginkan agar lembaga harus satu, sehingga jangan ada Lemasa dan Lemasko versi tandingan.
“Bagaimana Pemkab akan bantu lembaga kalau banyak lembaga tandingan. Nanti bantuan diberikan satu lembaga, lembaga lain ngamuk padahal Pemkab ini sebagai pembina. Untuk itu mari sama-sama kita berfikir agar tidak ada dualisme, dan jika demikian maka lembaga kita tidak jelas,” tegas Agus.
Lanjutnya Pemkab sudah berniat baik memfasilitasi, oleh karena itu diharuskan semua pimpinan lembaga baik Lemasa dan Lemasko bisa legowo.
“Karena mereka harus bersatu untuk melakukan Musdat. Lembaga adat untuk berbicara soal wilayah adat. Maka kita harus bentuk lembaga hukum adat dan dibentuk melalui keputusan tertinggi dalam musyawarah yang dihadiri oleh perwakilan dari setiap distrik, dan melakukan Musda. Hasil putusan itu disampaikan ke MRP dan seterusnya akan disampaikan ke Pemkab Mimika, untuk dikeluarkan SK Bupati soal pengakuan lembaga adat tersebut,” pungkasnya.
Penulis: Evita
Editor: Sianturi