SALAM PAPUA (NABIRE) – Bertepatan dengan peringatan Hari
Noken Sedunia, Rabu (4/12/2025), Solidaritas Pemuda Adat Papua menggelar aksi
bisu di kawasan Pasar Karang, Nabire, Papua Tengah. Aksi tersebut menarik
perhatian publik karena memadukan ekspresi budaya dengan pesan politik yang
kuat.
Dalam aksi itu, para pemudi mengenakan noken tas rajutan
tradisional Papua yang telah diakui UNESCO sementara para pemuda memakai
koteka. Penggunaan simbol-simbol adat tersebut menjadi penegasan bahwa
perjuangan mereka berkaitan langsung dengan kelestarian hutan, identitas
budaya, serta masa depan masyarakat adat.
Penanggung jawab aksi, Ando Douw, mengatakan aksi bisu
dipilih sebagai bentuk protes damai sekaligus simbol sulitnya masyarakat adat
menyuarakan keresahan mereka.
“Hari Noken bukan hanya perayaan budaya. Ini juga momentum
untuk mengingatkan bahwa hutan adalah sumber bahan baku noken dan sumber
kehidupan masyarakat adat. Jika hutan rusak oleh investasi dan proyek besar,
noken sebagai simbol budaya juga terancam,” ujarnya di Nabire.
Ando mengingatkan bahwa noken telah ditetapkan sebagai
Warisan Budaya Takbenda UNESCO sejak 4 Desember 2012, sehingga keberlanjutannya
sangat bergantung pada perlindungan hutan dan wilayah adat.
“Bahan untuk membuat noken semuanya dari hutan. Kalau hutan
habis, bagaimana noken bisa lestari?” katanya.
Melalui aksi bisu tersebut, Solidaritas Pemuda Adat Papua
menyampaikan empat poin sikap yang menyoroti isu lingkungan, pembangunan, dan
situasi kemanan di Tanah Papua, yakni: Menolak Proyek Strategis Nasional (PSN)
di Merauke, Sorong, dan seluruh Tanah Papua, menghentikan seluruh investasi
yang berpotensi merusak hutan sebagai sumber penghidupan masyarakat adat, menolak
pendropan militer di seluruh Tanah Papua dan memberikan hak menentukan nasib
sendiri bagi bangsa Papua Barat sebagai solusi demokratis.
“Pelestarian budaya dan lingkungan adalah satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari perjuangan hak-hak masyarakat adat,” tegas Ando.
Aksi yang berlangsung secara damai dan teratur itu ditutup
dengan seruan bersama: “Selamatkan tanah air dan bebaskan rakyat dari ancaman
imperialisme, kolonialisme, dan militerisme.”
Penulis: Elias Douw
Editor: Sianturi

