SALAM PAPUA (TIMIKA) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika, Papua Tengah, Anton Niwilingame mengatakan PT Honay Ajkwa Lorenz (PT HAL) yang rencananya akan beroperasi mengelola tailing (limbah tambang) menjadi semen, paving blok dan keramik di Mimika belum jelas izinnya.

“PT HAL itu izinnya saja tidak jelas itu kenapa sudah rekrut karyawan? Bahkan sekarang sesuai dengan informasi yang saya dapat ada 65 anak-anak Papua yang mereka kirim ke Surabaya (untuk mengikuti pelatihan),” ujarnya kepada salampapua.com, Sabtu (5/4/2025).

Dia dengan tegas meminta 65 orang Papua yang mengikuti pelatihan soft skill oleh Pusat Bantuan Mediasi Gereja Kristen Injili (PBM GKI) di Surabaya agar segera dipulangkan kembali ke Timika.

“Saya minta PT HAL pulangkan saja mereka. PT HAL juga berdasarkan informasi sudah terima 6.000 karyawan tapi kami Dewan bahkan Pemkab Mimika tidak dilibatkan, berarti ini jelas izinnya tidak ada,” tegas Anton.

Bahkan Anton menjelaskan bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) sebagai pemilik tailing tidak mengetahui proses perekrutan karyawan, begitu juga dengan Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) serta Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) yang tidak dilibatkan.

“Inikan aneh sekali, PTFI juga tidak memberikan izinnya, Lemasa dan Lemasko juga tidak dilibatkan. Lalu apa yang akan mereka kelola? Ini pertanyaan besar,” ungkapnya.

Sama halnya dengan Anton, Anggota DPR Provinsi (DPRP) Papua Tengah, Araminus Omaleng juga meminta 65 Orang Asli Papua yang diberangkatkan ke Jawa untuk segera dipulangkan.

Perbuatan yang dilakukan PT HAL dirasa telah mengeksploitasi anak-anak asli Papua asal Timika dalam proses rekrutmen yang tidak transparan.

“Saya rasa perusahaan ini hanya main-main, saya dengar anak-anak di sana ditelantarkan dan ini tidak bisa dibiarkan. Mereka mendaftar kerja dengan harapan mendapatkan kesempatan pengembangan diri, namun justru menjadi korban pencatatan data tanpa kepastian pekerjaan yang jelas. Pulangkan mereka segera,” tegasnya.

Bahkan ia heran terkait izin operasional PT HAL tidak dicantumkan, dan tidak melibatkan sejumlah pihak terkait. Terkesan sembunyi-sembunyi dan menggunakan rekomendasi Gereja.

“Saya minta satu minggu ini mereka sudah pulang. Kalau tidak, kita tempuh jalur hukum saja, heran sekali tidak memiliki izin dari manapun tiba-tiba sudah rekrut karyawan,” tuturnya.

Dia menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan PT HAL ini, sehingga apabila hal ini terus berlanjut, dirinya sebagai anak negeri akan menutup aktivitas perusahaan tersebut dan akan menuntut PT HAL.

“Ini seperti menginjak-injak harga diri dan martabat masyarakat Papua, ini sangat merugikan kami. Pemerintah pusat dan daerah segera menginvestigasi kasus ini guna mencegah eksploitasi serupa,” tutupnya.

Hingga berita ini dinaikan, pihak PT HAL tidak dapat dihubungi bahkan terkesan menghindar saat dihubungi salampapua.com.

Penulis: Evita

Editor: Jimmy