SALAM PAPUA (TIMIKA) – Mahasiswa asal Kabupaten Intan Jaya
yang menempuh studi di Timika mendesak Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi
Papua Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Intan Jaya agar tidak bungkam terhadap
persoalan kemanusiaan yang terus terjadi di wilayah Intan Jaya.
Dalam pernyataan sikap yang disampaikan, mereka menilai
situasi keamanan di Intan Jaya semakin memprihatinkan akibat meningkatnya
aktivitas militer non-organik yang kerap menimbulkan kontak senjata antara
aparat dan kelompok bersenjata. Kondisi ini disebut telah menelan korban jiwa,
baik dari warga sipil maupun aparat keamanan.
“Kami, Solidaritas Mahasiswa Intan Jaya, memandang perlu
adanya langkah-langkah strategis dari negara baik di tingkat pusat, provinsi,
maupun kabupaten untuk menyikapi konflik bersenjata yang telah mengorbankan
banyak nyawa. Pemerintah jangan bungkam,” tegas Koordinator Mahasiswa Intan
Jaya di Timika, Yoki Sondegau, Senin (20/10/2025).
Ia menambahkan, konflik di Intan Jaya bukan hal baru. Sejak
tahun 2020, kekerasan terus berulang, termasuk kasus penembakan terhadap Pdt
Yeremias Zanambani di Hitadipa. Terbaru, operasi militer pada 15 Oktober 2025
di Kampung Soanggama, Distrik Hitadipa, menyebabkan 15 orang tewas dan ratusan
warga mengungsi.
“Akibat peristiwa itu, sebanyak 145 warga dari Kampung
Soanggama, Kulapa, dan Janamaba terpaksa mengungsi ke Hitadipa. Mereka terdiri
dari 68 perempuan, 38 laki-laki dan pemuda, serta 39 anak-anak,” jelas Yoki.
Menurutnya, rentetan kekerasan terhadap warga sipil
menandakan negara gagal melindungi rakyatnya. Ia menduga operasi militer yang
berlangsung berkepanjangan tidak lepas dari kepentingan ekonomi-politik,
terutama terkait Blok B Wabu, kawasan tambang emas yang menjadi sorotan banyak
pihak.
“Blok B Wabu sudah lama menjadi isu yang dibicarakan banyak
penggiat HAM. Kami melihat operasi militer di Intan Jaya lebih condong pada
kepentingan ekonomi dan politik, bukan kemanusiaan,” ujarnya.
Mahasiswa Intan Jaya se-Indonesia pun menyatakan lima sikap,
di antaranya:
Pertama, memberikan peringatan keras kepada Bupati Intan
Jaya Aner Maiseni dan Gubernur Papua Tengah Meki Fritz Nawipa. Kedua, mendesak
pemerintah daerah menghentikan pembangunan infrastruktur dan lebih
memprioritaskan peningkatan kualitas SDM, khususnya pendidikan dan kesehatan.
Ketiga, menyatakan tidak percaya kepada pemerintah daerah
dan provinsi karena dianggap gagal menyelesaikan konflik. Keempat, meminta
pemerintah pusat menarik seluruh pasukan militer non-organik dari Intan Jaya
dan Tanah Papua.
Dan kelima, mendesak negara membuka akses bagi jurnalis
asing dan jurnalis independen untuk melakukan investigasi kemanusiaan secara
langsung di Intan Jaya.
“Siapa lagi yang akan menyuarakan kondisi ini kalau bukan
kami, mahasiswa. Kami harap pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten
benar-benar mendengar jeritan rakyat Intan Jaya,” tutup Yoki.
Penulis: Acik
Editor: Sianturi