SALAM PAPUA (REDAKSIONAL) – Guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, namun tak dapat ditampik julukan ini justru terkadang dijadikan alasan oleh sebagian orang, baik sadar maupun tidak sadar, jika kepahlawanan guru berujung menjadi korban ketidakadilan dengan penuh kepasrahan.

To the point saja, saat membahas tentang upaya meningkatkan kesejahteraan guru, justru ada yang langsung mencurigainya dan bahkan menghakiminya sebagai cara mengikis sifat kepahlawanan guru, yang mana guru tidak lagi fokus kepada ketulusan dalam melaksanakan tugasnya mendidik generasi bangsa tapi akan menjadikan profesi tersebut sebagai mata pencaharian. Sungguh naif pendapat ini.

Semua manusia di bawah kolong langit ini pastinya membutuhkan uang, tapi memang jangan mata duitan. Setiap orang pastinya menginginkan kehidupan yang layak, dan negara menjamin itu bagi warga negaranya sesuai amanat konstitusi.

Sebuah pertanyaan mendasarnya adalah, apakah orang akan proaktif bekerja jika tidak ditunjang dengan pendapatan yang sepantasnya? Bohong jika ada yang menjawab bisa. Jika pun ada, itu hanya bahasa psikologis untuk memotivasi diri di tengah realitas pendapatan dan kesejahteraan hidup yang kurang pantas.

Kembali lagi menyoal tentang kesejahteraan guru. Saat ini pemerintah sudah sangat concern dengan peningkatan kesejahteraan guru negeri, lebih tepatnya guru PNS. Peningkatan 8 persen gaji bagi PNS termasuk guru tahun 2024 ini termasuk tunjangannya membuat guru-guru PNS di sekolah-sekolah negeri begitu bergembira, karena pendapatan ekonominya sudah bisa dikatakan layak. Belum lagi bagi guru yang telah tersertifikasi dengan konsekuensi tambahan gaji sertifikasi tersebut.

Bagaimana dengan guru non-PNS (bukan PPPK) di sekolah-sekolah swasta, yang notabene standar gajinya ditetapkan Yayasan, dan pemerintah tidak dapat sepenuhnya mengintervensi pengelolaan keuangannya? Pastinya begitu miris jika mendengar besaran gajinya dan ini sudah menjadi isu Nasional.

Di Timika, berdasarkan pengakuan dari sumber yang kompeten dan juga berprofesi sebagai guru non-PNS di salah satu sekolah swasta di Timika, mengaku bahwa gaji yang diterimanya setiap bulan sebesar Rp 1 juta lebih dan tidak mencapat Rp 2 juta. Bagaimana bisa hidup di “kota dollar” ini dengan pendapatan sekecil itu?

Padahal sekolah swasta tersebut memiliki jumlah siswa yang begitu banyak dan dengan SPP yang bisa dibilang begitu fantastis, dan bahkan sekolah-sekolah swasta di Kabupaten Mimika juga mendapatkan dana Bopda bersama sekolah-sekolah Negeri. Dan bahkan juga mungkin mendapat bantuan dana pendidikan dari dana Otsus. Pendapatan sekolah sebesar itu mestinya sudah mampu membayar gaji guru-gurunya yang lebih wajar bahkan mungkin bisa setara UMP Papua Tengah yang saat ini sebesar Rp 4.024.270.

Menjadi semakin ironis dan miris, dengan pendapatan sekecil itu, guru-guru di sekolah swasta tersebut dituntut pihak Yayasan untuk mengajar ekstra dan bahkan di luar standar waktu dan beban mengajar. Guru-guru ini juga dituntut berpikir kreatif dalam menjalankan berbagai program di luar pembelajaran. Dan memang sekolah swasta harus berusaha tampil beda dalam sistem pendidikan dan fasilitasnya dibanding sekolah Negeri agar para orang tua/wali siswa dapat menaruh pilihan menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut dengan harapan agar menjadi anak yang memiliki kualitas pendidikan di atas rata-rata. Sungguh realitas guru swasta yang sangat berbeda dengan guru PNS dengan gaji yang cukup menggiurkan saat ini.

Lebih parah lagi, Yayasan menetapkan aturan agar guru-guru di sekolah swasta untuk memiliki loyalitas, yang mana melarang guru mengajar di sekolah lain dan juga melarang guru mendaftarkan diri mengikuti seleksi CASN. Jika ketahuan, guru tersebut akan dipecat, meskipun belum tentu guru tersebut lulus seleksi.

Memang tidak semua sekolah swasta di Kabupaten Mimika yang melakukan realitas seperti di atas. Ada juga sekolah swasta yang semaksimal mungkin memberi gaji yang pantas kepada guru-gurunya di tengah keterbatasan keuangan sekolah dan Yayasannya. Karena memang sekolah-sekolah swasta tertentu di Kabupaten Mimika mengratiskan SPP bagi siswanya dan hanya berusaha bertahan “hidup” dengan dana bantuan Bopda yang diberikan Pemkab Mimika ataupun tambahan bantuan dari sumber lainnya. Mungkin gaji gurunya belum mencapai UMP, tapi pihak sekolah dan Yayasan selalu berpikir keras untuk mencari solusi agar guru-guru yang mengabdi di lembaga pendidikannya memperoleh kesejahteraan yang lebih pantas.

Hai para Yayasan yang menyelenggarakan satuan pendidikan, sejahterakan dan perlakukan dengan adil guru-gurumu, karena mereka menjadi mediamu untuk mendidik generasi penerus di tanah Amungsa bumi Kamoro ini. Ingat, lembaga pendidikan adalah lembaga non-profit sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi negara Indonesia ini. Apapun yang ditabur pasti akan dituai. Jangan terlalu mengejar “kemewahan” fasilitas pendidikanmu tapi akhirnya mengabaikan atau bahkan mengorbankan sosok garis terdepan yang menyukseskan program pendidikanmu. Guru adalah pahlawan tapi bukan untuk dikorbankan demi kemapanan fisik dan lumbung ekonomimu.

Bagi Pemkab Mimika melalui Dinas Pendidikan dan DPRD Mimika melalui Komisi C yang salah satunya membidangi pendidikan, tolong jangan menutup mata dengan realitas mirisnya kesejahteraan guru-guru swasta di tanah ini. Tolong jangan menjadi “Pilatus” dengan alasan pemerintah tidak memiliki tanggungjawab langsung atas sekolah-sekolah swasta ini. Karena guru-guru swasta ini juga adalah warga Kabupaten ini dan juga turut membayar pajak untuk Kabupaten ini. Tolong pikirkan solusi terbaiknya agar guru-guru swasta ini dapat memiliki kehidupan yang layak dan dapat lebih maksimal mendidik generasi bangsa di tanah ini. Tolong jangan juga mengeluarkan statemen yang kurang manusiawi “kalau Yayasan tidak mampu, tutup saja sekolahnya” atau “siapa suruh membuka sekolah kalau yayasannya tidak mampu”. Disebut kurang manusiawi dan bahkan inkonstitusional statement seperti itu, karena Negara pun secara konstitusional memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk masyarakat membuka lembaga pendidikan. Lahirkan kebijakan atau bahkan Perda khusus untuk mengatur besaran gaji/honor termasuk bagi guru-guru yang mengabdikan dirinya di sekolah-sekolah swasta.

Amolongo... Nimaowitimi... Saipa...

Salam,

Redaksi