SALAM
PAPUA (TIMIKA) - Fransiskus Wayawiuta yang merupakan
warga jalur 5, Kampung Naena Muktipura, SP6, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika,
Provinsi Papua Tengah, menyebutkan bahwa saat ini jumlah orang Kamoro yang bekerja
pangkur sagu semakin berkurang.
Menurut Fransiskus, hal tersebut karena
terkendala pemasaran, dimana pihaknya hanya bisa menjual di pasar -pasar di
Timika dan bersaing bersama jutaan penjual sagu lainnya.
Ia mengaku, sagu merupakan makanan pokok suku
Kamoro, tapi sagu juga bisa dijual untuk menopang perekonomian keluarga.
"Sekarang makin berkurang yang mau
pangkur sagu karena kendala kita dipemasarannya. Bawa jauh-jauh ke pasar hanya
dapat Rp 60.000 per-tumang, itu hanya habis dibiaya transportasi dan
makan," ungkapnya saat menerima kunjungan puluhan siswa SMP Yayasan
Pendidikan Jayawijaya (YPJ) Kuala Kencana, Kamis (18/4/2024).
Dia mengungkapkan, mencari pohon sagu bukan
hal yang mudah, harus menyeberangi sungai, masuk ke dalam hutan dan rawah serta
membutuhkan tenaga ekstra.
"Ada dua jenis pohon sagu yaitu yang
tidak berduri (Amta Tetemena) dan yang
berduri (Amta Tetepuka). Kita pergi cari jauh dan jual juga ke Pasar Sentral
(Timika) itu sangat jauh, tapi sampai di pasar harganya sangat murah,"
ujarnya.
Ia pun berharap adanya upaya Pemkab Mimika
untuk memperluas wilayah pemasaran sagu asal Timika.
"Kita hanya bisa berharap supaya ada
solusi dari Pemkab supaya sagu ini bisa dijualkan lebih luas lagi,"
tutupnya.
Penulis: Acik
Editor: Jimmy