SALAM PAPUA (TIMIKA)- Sejak 2 minggu terakhir, cuaca
di Mimika yang tadinya matahari masih bersinar sesekali di tengah musim hujan
yang deras, berubah menjadi hanya hujan gerimis namun intens. Yang ekstrim
adalah cuaca yang tiba-tiba dingin menusuk, hingga ke tulang-tulang. Matahari di
pagi hari seperti malas bersinar. Kalau biasanya matahari pada pukul 05.00 WIT
sudah muncul di ufuk timur, saat ini bahkan pada pukul 06.00 WIT masih terlihat
remang-remang.
Ilmuwan memang sudah memperkirakan fenomena aphelion terjadi
pada 5 Juli 2024. Aphelion merupakan kejadian astronomi tahunan yang akan
muncul setiap awal Juli. Apa itu fenomena aphelion menurut BMKG-BRIN dan
dampaknya?
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
aphelion adalah kondisi ketika Bumi berada di titik jarak terjauh dari
Matahari. Faktanya, fenomena aphelion tak hanya terjadi antara Bumi dengan
Matahari, tetapi benda-benda langit lain yang mengorbit Matahari dalam sistem
tata surya. Bumi biasanya mendapati titik aphelion pada setiap awal Juli.
Kebalikan dari aphelion yaitu perihelion. Kejadian ini
menunjukkan benda langit yang mengorbit Matahari berada di titik terdekat.
Titik perihelion Bumi terhadap Matahari akan terjadi pada awal Januari.
Penjelasan Fenomena Aphelion Menurut BMKG dan BRIN
Fenomena aphelion tahun ini akan terjadi pada 5 juli 2024,
sekitar pukul 12.06 WIB. Bumi dengan Matahari berada di jarak sekitar
152.099.969 kilometer.
Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), aphelion
terjadi karena orbit Bumi tidak sepenuhnya berbentuk lingkaran sempurna.
Melalui akun X @brin_indonesia, lembaga riset itu menjelaskan bahwa bentuk
orbit ini adalah elips dengan kelonjongan sekitar 1/60.
Lebih lanjut, BMKG menjelaskan efek langsung dari adanya
aphelion yang bisa dikenali, yaitu diameter Matahari menjadi tampak lebih
kecil. Ukuran Matahari seakan menyusut sekira 1,68 persen atau kurang lebih
15,73 menit busur.
Meski begitu, aphelion tidak memberikan dampak signifikan
pada Bumi secara luas. Keadaan tersebut tidak memunculkan pengaruh pada
fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan Bumi.
Apa Saja Dampak Fenomena Aphelion?
Dampak fenomena aphelion terhadap Bumi tidak banyak. Bahkan
beberapa ilmuwan menyebut fenomena ini nyaris tak berdampak apapun pada Bumi,
selain kenampakan Matahari yang seakan lebih kecil dari pada saat perihelion.
Banyak orang percaya bahwa dampak fenomena aphelion adalah
menyebabkan suhu di permukaan bumi menjadi lebih dingin. Anggapan ini hampir
selalu muncul di berbagai platform media sosial jelang fenomena aphelion
terjadi
Menurut kabar tersebut, suhu Bumi menurun karena paparan
sinar Matahari berkurang karena Bumi sedang berada di titik terjauhnya. Kabar
tersebut seakan masuk akal, namun sebenarnya salah kaprah.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), menyebut
bahwa fenomena aphelion tidak memberikan dampak yang berarti bagi Bumi. Asumsi
Bumi menjadi sangat dingin karena panas Matahari lebih sedikit juga merupakan
pendapat salah.
Faktanya, paparan cahaya Matahari yang sampai ke Bumi tidak
menimbulkan dampak krusial. Jika dilihat dari letak kedua benda angkasa
tersebut, Bumi dan Matahari memiliki jarak rata-rata 149,6 juta kilometer.
Saat terjadi perihelion, jarak Bumi - Matahari sekira 147,1
juta kilometer. Sebaliknya, sewaktu kejadian aphelion maka jarak Bumi -
Matahari rata-rata 152,1 kilometer. Selisih jarak perihelion dan aphelion ini
tidak terlalu berdampak pada banyaknya sinar Matahari yang diterima Bumi.
Lantas, bagaimana dengan fenomena sebagian wilayah Indonesia
mengalami cuaca dingin pada bulan Juli? Hal ini tidak ada kaitannya dengan
peristiwa aphelion. Fenomena suhu udara dingin saat Juli adalah sesuatu yang
lumrah. Juli merupakan bulan-bulan yang berada di puncak musim kemarau pada
periode Juli-September.
Saat periode tersebut tiba, terjadi pergerakan angin yang
berasal dari arah timur-tenggara Benua Australia. Sementara itu, wilayah
Australia sedang mengalami musim dingin pada bulan Juli, sehingga turut terbawa
dinginnya sampai di sebagian wilayah Indonesia.
Pola pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia
dikenal dengan Monsoon Dingin Australia. Udara bergerak dari Australia menuju
wilayah Indonesia lewat perairan Samudra Indonesia yang mempunyai suhu
permukaan laut juga relatif dingin.
Hal inilah yang akhirnya membuat suhu di wilayah Indonesia
bagian selatan khatulistiwa ikut lebih dingin, seperti di Pulau Jawa, Bali, dan
Nusa Tenggara. (tirto.id)
Editor: Sianturi