SALAM PAPUA (TIMIKA) - Honai Adat Pengusaha
Amungme dan Kamoro (HAPAK) menolak pembangunan pabrik keramik dan semen di
wilayah Kabupaten Mimika, Papua Tengah, oleh PT Honai Ajkwa Lorentz dan PT
Tambang Mineral (PMT) yang berbahan baku utama tailing PT Freeport Indonesia
(PTFI).
Pernyataan sikap penolakan ini disampaikan dalam rapat
dengar pendapat (RDP) bersama anggota DPRD Mimika, Senin (20/1/2025).
Dalam pernyataan sikap HAPAK yang dibacakan Ketua Tim RDP,
Tenius Kum menyampaikan bahwa sebagai organisasi yang mewakili kepentingan
masyarakat adat Amungme dan Kamoro, pihaknya merasa perlu untuk mengambil sikap
terhadap rencana ini yang berpotensi memberikan dampak negatif yang sangat
besar terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, dan keberlanjutan ekonomi
masyarakat adat.
Rencana pembangunan pabrik keramik dan semen berbahan baku
utama tailing PTFI yang dikelola oleh PT Honay Ajkwa Lorentz dan PT
Tambang Mineral Papua (TMP) di Kabupaten Mimika sangat mengkhawatirkan. Tailing
merupakan limbah hasil dari kegiatan penambangan yang sudah diketahui memiliki
potensi bahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat apabila tidak dikelola
dengan benar.
Penggunaan tailing sebagai bahan baku utama dalam industri
keramik dan semen tanpa adanya jaminan transparansi, pengawasan yang ketat,
serta partisipasi aktif masyarakat adat, dapat membawa dampak yang merugikan.
Kami percaya bahwa setiap kebijakan atau kegiatan yang
melibatkan sumber daya alam di wilayah adat harus melibatkan masyarakat setempat
dan mempertimbangkan kepentingan serta kesejahteraan masyarakat adat. Dalam hal
ini kami menilai bahwa rencana ini tidak hanya berpotensi merusak lingkungan,
tetapi juga bertentangan dengan hak-hak masyarakat adat Amungme dan Kamoro atas
pengelolaan sumber daya alam yang ada di tanah leluhur.
HAPAK menganggap bahwa proyek ini tidak memberikan
manfaat yang nyata bagi masyarakat adat Amungme dan Kamoro, dan justru
berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat. Mengutamakan
Keterlibatan Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Kami menuntut agar setiap proyek yang melibatkan pengelolaan
sumber daya alam di wilayah kami harus melibatkan masyarakat adat secara aktif,
baik dalam proses perencanaan, pengawasan, maupun dalam pembagian manfaat
ekonomi Masyarakat. Masyarakat lokal harus diberdayakan untuk menjadi bagian
dari solusi, bukan sekedar menjadi penonton dari kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan luar.
Setiap kegiatan industri yang berpotensi mencemari lingkungan,
seperti pengelolaan tailing, harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan
keberlanjutan. Kami menolak segala bentuk aktivitas yang dapat merusak
lingkungan hidup, merusak ekosistem, dan mengancam kesehatan masyarakat,
terutama di sekitar daerah yang menjadi tempat tinggal masyarakat adat kami.
Seluruh proses pembangunan dan operasional pabrik ini dilakukan secara
transparan, dengan melibatkan pengawasan independen yang melibatkan masyarakat
adat, lembaga lingkungan, serta pihak berwenang yang bertanggung jawab.
Pengawasan yang ketat harus dilakukan untuk memastikan bahwa
limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan dan merugikan masyarakat
sekitar. Semua pihak bahwa hak-hak masyarakat adat Amungme dan Kamoro harus
dihormati dan dilindungi, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, serta konvensi internasional mengenai hak-hak masyarakat adat.
Kami menuntut agar hak-hak kami atas tanah dan sumber daya
alam tidak diabaikan dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait proyek
ini.
Pernyataan sikap ini sebagai bentuk keprihatinan dan
komitmen kami untuk menjaga kelestarian lingkungan, kesejahteraan sosial, dan
hak-hak masyarakat adat Amungme dan Kamoro.
Kami berharap agar pihak-pihak terkait, baik pemerintah,
perusahaan, maupun lembaga lainnya, dapat mendengarkan suara masyarakat adat
yang merupakan pemilik sah dari tanah dan sumber daya alam di wilayah kami.
Kami menegaskan bahwa kami akan terus berjuang untuk
mempertahankan hak-hak kami dan memastikan bahwa setiap kegiatan yang
berpotensi merugikan masyarakat adat tidak akan diterima tanpa adanya dialog
dan persetujuan yang melibatkan kami sebagai pihak yang paling terdampak.
HAPAK juga berharap agar DPRD berkoordinasi dengan Pemkab
Mimika guna mengetahui tujuan dan dasar hukum perusahaan yang akan membangun
pabrik keramik dan semen dimaksud.
Kami sangat berharap agar penolakan kami ini didiskusikan
bersama Pemkab Mimika.
Menanggapi hal itu, Ketua Sementara DPRD Mimika, H. Iwan
Anwar mengatakan bahwa dengan jabatannya sebagai Ketua sementara, maka
kewenangan juga terbatas, dan tidak dapat memberi keputusan pasti. Namun dalam
waktu dekat DPRD Mimika akan melakukan pertemuan dengan Pemkab Mimika termasuk
dua perusahaan dimaksud guna mempresentasikan tujuan pembangunan pabrik
tersebut.
"Dalam waktu dekat kita akan RDP bersama seluruh
stakeholder terkait, termasuk perusahaan yang akan membangun pabrik
dimaksud," kata Iwan.
Penulis: Acik
Editor: Jimmy