SALAM PAPUA (NABIRE) – Lima organisasi masyarakat menggelar
aksi demo damai di halaman Kantor DPR Papua Tengah (DPRPT), Selasa
(25/11/2025). Kelima organisasi tersebut yakni Barisan Merah Putih Papua, Forum
Kader Bela Negara (FKBN) Provinsi Papua Tengah, Barisan Muda Merah Putih
Provinsi Papua, Forum Masyarakat Peduli Afat Papua, serta Aliansi Pemuda Papua.
Selain itu, massa dari Organisasi Helm Biru Nabire Baru yang
dipimpin Malik Jumati juga ikut hadir dalam aksi tersebut. Para peserta aksi
kemudian diterima oleh Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, John NR Gobai, di ruang
kerjanya.
Koordinator lapangan aksi, Samuel Sauwyar, menyampaikan
empat tuntutan utama di hadapan pimpinan dewan. Tuntutan tersebut meliputi:
Mendukung TNI–Polri dalam penegakan hukum terhadap
kelompok-kelompok separatis di Papua Tengah dan seluruh Tanah Papua. Mendukung
proses hukum terhadap empat tahanan politik Negara Republik Federasi Papua
Barat (NRFPB).
Mendukung investasi di Papua Tengah dengan tetap menghargai
dan melindungi hak hidup masyarakat adat. Meminta Komnas HAM RI dan Menteri
Hukum dan HAM bersikap netral dalam menangani dugaan pelanggaran HAM di Papua,
khususnya Papua Tengah.
Menanggapi aspirasi tersebut, Wakil Ketua IV DPR Papua
Tengah, John NR Gobai, menegaskan bahwa kekerasan tidak boleh terus dibiarkan
menjadi pola penyelesaian masalah di Papua.
“Pengalaman panjang menunjukkan bahwa kekerasan hanya
melahirkan penderitaan baru dan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan,”
ujarnya.
Mantan Anggota DPR Papua dua periode ini menekankan bahwa
setiap tindakan kekerasan, baik oleh oknum aparat maupun kelompok tertentu,
harus dihentikan.
“Rakyat Papua Tengah berhak atas kedamaian dan rasa aman di
tanahnya sendiri,” tegasnya.
Gobai juga menyoroti tanggung jawab pemerintah dalam
menghadirkan pembangunan yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, mulai dari
pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, hingga peningkatan produktivitas ekonomi
di kampung-kampung asli.
“Daerah ini membutuhkan infrastruktur, tetapi juga
membutuhkan kehadiran negara yang adil, yang mau mendengar, dan menghormati
martabat manusia,” katanya.
Terkait investasi, John NR Gobai menegaskan bahwa investasi
hanya dapat diterima jika tidak mengancam hak-hak masyarakat adat.
“Investasi harus menjadi kekuatan yang menumbuhkan, bukan
yang menggusur ataupun merusak tatanan sosial budaya,” ucapnya.
Untuk itu, Gobai menekankan pentingnya penerapan mekanisme
Free, Prior and Informed Consent (FPIC) sebagai standar utama dalam setiap
rencana investasi di Papua Tengah.
“Peraturan daerah yang sedang disusun harus memberikan
jaminan perlindungan terhadap hak masyarakat adat dalam menentukan nasibnya
sendiri,” pungkasnya.
Penulis: Elias Douw
Editor: Sianturi

