SALAM PAPUA (TIMIKA) - Kelapa Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mimika, Roberth Mayaut mengatakan bahwa
proyek Air Bersih di Mimika yang telah dikerjakan sejak tahun 2012 hingga tahun
2022 telah menelan anggaran sebesar Rp 111 Miliar dengan progres pekerjaan
mencapai 34 persen.
“Proyek ini sudah dijalankan dari 10 tahun yang lalu, sudah
mengeluarkan anggaran Rp 111 Miliar, itu pun baru 34 persen pengerjaannya,”
ujarnya, Jumat (4/8/2023).
Roberth menjelaskan, awal perencanaan proyek air bersih pada
tahun 2012 ditetapkan anggaran sebesar Rp 400 Miliar lebih, namun dengan berjalannya
waktu, ada penyesuaian harga pada tahun 2022 dilakukan review kembali, sehingga
untuk 50 ribu sambungan rumah (SR) membutuhkan anggaran kurang lebih Rp 511
miliar.
“Berarti masih butuh Rp 400 miliar lebih untuk bisa
menyelesaikan 50 ribu SR,” jelasnya.
Sehingga bila ada yang bertanya mengapa sudah kucurkan anggaran
Rp 111 Miliar tapi air belum bisa berjalan? Robert pun mengungkapkan bahwa bila
dipaksakan maka pastinya akan ada beban anggaran yang Pemda keluarkan untuk
subsidi.
Untuk mengairi air dari Check Poin Kuala Kencana menuju
Ground Water Tank (GWT) / Tangki Air Tanam di Sp 2 dan Sp 5 membutuhkan BBM
yang sangat banyak, sebab air dari GWT akan didorong menggunakan Booster agar
bisa masuk ke setiap SR.
Sedangkan untuk menarik retribusi perlu ada Peraturan Bupati
(Perbup) dan itu sudah dilakukan oleh PUPR.
“Untuk menggerakan empat mesin, Pemda harus menggelontorkan
uang sebesar Rp 2 miliar tiap bulannya hanya untuk membeli BBM, itu di luar
perhitungan biaya tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan mengelola air. Saya
beri Perumpamaan, bila 1000 SR yang terpasang dan satu rumah membayar Rp 300
ribu, maka totalnya yang diterima Pemda
perbulannya hanya sebesar Rp 300 juta, sedangkan Pemda sebulan harus
mengeluarkan anggaran sebesar Rp 2 Miliar, berarti kekurangan Rp 1,7 Miliar,
kira-kira siapa yang tanggung? Karena setiap meter kubik harus ada hitungannya,
tapi soal harga Rp 300 ribu itu, saya hanya ambil perumpamaan saja, bukan harga
paten yang akan kami tetapkan. Itu baru kita bicara soal subsidi BBM, belum SDM
yang akan bekerja mengelola air.," jelasnya.
Jika dilihat dari kondisi yang dialami PUPR, maka dapat
dikatakan bahwa tidak ada keberpihakan anggaran untuk air bersih walaupun
diketahui bahwa air bersih sangat berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Sementara
pada tahun 2023, anggaran yang diakomodir dalam APBD sebesar Rp 69 Miliar,
namun kembali Robert tekankan jika progres air bersih masih tetap di angka 34
persen.
"Seharusnya ada kebijakan anggaran untuk mendorong
pekerjaan air bersih agar bisa berjalan, karena sudah 10 tahun progres baru 34
persen. Kalaupun dipaksa untuk berjalan maka resiko subsidinya besar, anggaran
setiap tahun kami usulkan tetapi sering
dipangkas dengan alasan anggaran terbatas," tambahnya.
Wartawan: Evita
Editor: Jimmy